“Kau cemburu, yaaa ...” goda Aruna seraya menarik turunkan alisnya. “Jangan-jangan kau jatuh cinta padaku? Apa kau jatuh cinta pada pandangan pertama?” ia semakin menggodanya. “Jangan terlalu percaya diri!” Valda mendelik kemudian masuk ke kamar mandi membanting pintu begitu kencang. Aruna cekikikan menahan tawanya. “Cepatlah ganti pakaianmu, nanti aku tinggal kau!” Teriak Valda dari kamar mandi. Aruna menutup mulutnya dengan tangan dan berhenti tertawa. Lalu ia masuk ke ruangan pakaian untuk mengganti bajunya. Alangkah terkejutnya saat masuk ke ruangan itu. Pakaian berjajar rapi sesuai jenis dan warnanya, sepatu berbagai model dan merek, tas-tas kerja, koper-koper besar berjajar, dasi, sabuk tersusun rapi seperti masuk ke dalam toko. “Ya Tuhan, sepertinya isi lemari ini mengalahkan isi lemari perempuan. Belum lagi di apartemen pakaian yang sehari-hari dia pakai, pasti banyak juga karena aku melihat Valda selalu memakai pakaian yang berbeda,” gumam Aruna seraya mengge
Valda menidurkan Aruna di kamarnya. Tidak ingin terjadi hal yang tidak di inginkan, ia bergegas keluar dan pergi ke kamarnya. "Kenapa Aruna membuat perasaanku selalu tidak karuan?" batin Valda. Keesokan harinya .... Aruna benar-benar tertidur begitu lelap. Terbangun di pagi hari dan menyadari kalau dirinya berada di kamar. Menatap keluar jendela dengan mata memicing. “Emmm sudah pagi. Perasaan semalam aku tertidur di mobil Valda— ya Tuhan ... apa Valda yang membawaku ke kamar?” Aruna bergumam sembari mengecek pakaiannya. “Sepertinya tidak terjadi yang macam-macam. Semenjak kejadian ciuman itu, aku takut Valda melakukan hal yang tidak-tidak. Walau pun mulutnya mengatakan tidak tertarik, tapi bisa saja terjadi seperti waktu itu!” gumamnya. Ia berlalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sementara itu, Valda sudah bergelut di dapur. Setiap pagi ia selalu membuat sarapan sehat sendiri. Ia tidak lupa membuatkannya juga untuk Aruna. Setelah selesai menyajikannya
“Ya Tuhan akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Aruna ...” ternyata Pras datang menemuinya. “Ka–kau tahu dari mana aku ada disini?” tanya Aruna terkejut. Pras menarik tangan Aruna mendudukkannya di kursi taman. “Aku datang ke rumahmu dan ibumu mengatakan kalau dirimu pergi dari rumah, kabur. Apa yang terjadi?” tanyanya. Ia tidak mengatakan kalau dirinya di suruh Karin untuk mengintainya. “Kau tahu sendiri bagaimana perlakuan ibu tiriku. Aku kabur karena akan di jodohkan dengan pria tua!” jawab Aruna. “Hmmm sabar ya ... berarti kau meninggalkan semua warisan dari Papimu dong?" tanya Pras. "Hmmm ... tidak pedulilah dengan semua itu, yang penting hidupku tidak tersiksa!" cetus Aruna. "Ya aku mengerti! eh apa kau punya pacar sekarang?” tanya Pras memastikan. Aruna menatap Pras. “Tau dari mana kau?” tanyanya. “A–aku hanya menebak saja!” “Kau pasti menguntitku, kan?” tebak Aruna. Ia tahu sifat temannya itu, selalu ingin tahu tentang dirinya. “Aku akan menikah!” ungkapn
Aruna melepaskan pelukannya mendongak pada Valda dan tersenyum. “Terima kasih.”Valda merasa tersentuh, jantungnya berdebar lebih kencang. Kemudian ia memalingkan wajahnya dan berlalu ke mobil. Dengan senang Aruna mengekor padanya.Aruna memberitahukan makam orang tuanya dan Valda melaju ke tempat yang ia sebutkan.“Eh aku melihat perempuan yang semalam itu di kantormu,” ujar Aruna membuka obrolan.“Oh Elisha, dia bekerja di kantorku!” jawabnya tanpa melihat pada Aruna.“Pantas saja ada di kantormu. Berarti selalu bertemu setiap hari dong? Sepertinya dia sangat menyukaimu?” tebak Aruna.Valda melirik Aruna dengan tajam. “Tidak perlu banyak bertanya dan jangan campuri urusan pribadiku!” ucapnya.Aruna menutup mulutnya dengan tangan dan memalingkan wajahnya menatap keluar jendela.Tidak lama kemudian mereka sampai di makam orang tua Aruna. Ia turun dari mobil dan Valda hanya menunggunya di mobil.“Di lihat-lihat kasihan sekali dia!” cetus V
“Kau pergi saja sana kalau bicara hal itu terus!” ujar Valda.“Ti–tidak ... aku mau minta makan,” jawab Delova. Ia berlalu ke dapur dan duduk di kursi makan.Valda tidak bicara lagi dan mulai bergelut dengan alat masak. Ia fokus pada masakannya sementara Delova terus menatap pada pintu kamar Aruna yang tidak kunjung terbuka.“Aku harus membuktikan kalau apa yang aku katakan itu benar!” batin Delova.Beberapa saat menunggu, makanan selesai dan menyajikannya di meja. Delova melahapnya dengan cepat.“Makan pelan-pelan!” ujar Valda.“Dimana Aruna, kenapa dia tidak makan bersama kita?” tanya Delova.“Kalau mau makan pasti dia keluar!” jawab Valda.Delova mengernyit, timbul pertanyaan di kepalanya kenapa tidak perhatian seperti itu.Sampai selesai makan, Aruna tidak keluar dari kamarnya. Delova memutuskan untuk pulang saja, pamit pada Valda yang fokus pada laptopnya.“Jangan kebut-kebutan!” cetus Valda.“Aku pembalap, tidak perlu meng
Aruna terkejut karena Karin dan Nanda datang ke apartemen. Entah tahu darimana tempat tinggalnya sekarang.“Pasti Pras yang mengatakan alamatku padanya!” gerutu Aruna.“Arunaaa ...” tiba-tiba Karin memeluknya dengan erat. Ia tidak membalas pelukan Karin.“Aku datang ingin minta maaf padamu dan calon suamimu. Maafkan aku dan Nanda ...” ujarnya histeris.Aruna melepaskan pelukan Karin. “Kenapa Mami tahu tempat tinggal ku?” tanyanya.“Tidak penting aku tahu dari mana, sekarang aku meminta maaf padamu dari hatiku yang paling dalam!” cetus Karin.Karena begitu bising, Valda menghampiri Aruna dan Delova mengekor padanya.“Kalian disini?” tanya Valda menatap Karin.Karin dan Nanda berlutut di kaki Valda memohon. “Maafkan aku, aku mengaku salah memperlakukan Aruna selama ini. Tolong maafkan aku,” ujarnya penuh drama.“Siapa mereka?” bisik Delova pada Valda.“Ibu tirinya Aruna!” jawab Valda.Aruna membangunkannya. “Sudah aku maafkan, tid
Delova mengikuti mobil Valda dengan motornya. Ia ingin ikut bersama Valda mengecek gedung untuk pernikahan.Aruna melihatnya dari kaca spion dan begitu penasaran dengan calon adik iparnya itu.“Adikmu mau ikut dengan kita?” tanya Aruna pada Valda yang fokus menyetir.“Iya!” angguknya tanpa meliriknya.“Kenapa kalian terlihat begitu berbeda?” tanya Aruna lagi.“Kami bukan kembar, jadi tidak sama! Yang kembar saja biasanya banyak bedanya,” jawab Valda.“Hmmm ...” Aruna mendengus kesal kembali melihat pada spion dan terlihat Delova melambaikan tangannya.“Tapi di lihat-lihat Delova tampan juga walau pun tidak setampan Valda. Kayaknya kalau potongan rambutnya sama maka akan mirip, lagi pula gondrong terlihat urakan tidak rapi," batin Aruna.Sesampainya di ballroom hotel untuk acara pernikahan. Disana sudah ada Defria menantinya, menyambutnya dengan hangat kecuali pada Aruna yang ketus memasang wajah masam.Berdiskusi dengan banyak orang memb
Aruna selesai keluar dari ruang ganti dan Valda sudah tidak ada di ruangan itu. Ia keluar dan pergi ke lantai satu untuk menemui Valda. Karena dia sedang bicara dengan orang lain, Aruna menunggunya duduk di kursi yang ada disana sembari melihat orang-orang yang ramai melakukan gym.“Tempat ini sangat besar dan ramai orang yang datang, keren Valda!” gumam Aruna.Valda memanggilnya untuk pulang. Berjalan lebih dulu dan Aruna mengekor padanya.Suasana di dalam mobil begitu canggung. Aruna melirik Valda tipis-tipis, tetapi dia biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.“Apa dia tidak melihatku tadi?” batin Aruna.“Kita makan di luar,” ujar Valda membuka obrolan.“Tumben?” jawab Aruna.“Tidak mau ikut ya terserah, kau bisa turun disini!” ujar Valda seraya menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat kepala Aruna hampir terpentok.Aruna mendelik kesal. “Aku ikut! Cuman nanya aja kok!” gerutunya.Valda kembali melajukan mobilnya tanpa bicara l
“Delova ...” panggil Valda.“Ada apa?” tatap Delova heran.Valda mencoba mengontrol emosinya, bagaimana pun dengan keadaan Delova seperti ini membuat hatinya terenyuh dan merasa kasihan.“Hmmm ... aku tahu kau menemui Aruna. Katakan jujur padaku, apa yang kau katakan padanya? Aku memang mengikhlaskannya untukmu, tapi kau tidak bisa sembarangan memfitnahku!” ungkap Valda.Chand dan Defria menghampiri mereka berdua. Berdiri diantara mereka dan mencoba menghentikan Valda agar tidak melakukan hal yang tidak-tidak.“Jangan sakiti adikmu lagi!” cetus Defria.“Papa tahu ini semua salah perempuan itu!” tunjuk Chand pada Aruna yang berdiri di pintu kamar.Aruna menatap semua orang bergantian, apa yang sekarang terjadi memang salah dirinya.“Apa maksud Papa? Jangan salahkan Aruna seperti itu!” timpal Delova membela Aruna.Valda menatap Delova dengan penuh amarah. Aruna tahu kemarahan itu dan harus menghentikannya.“Tu–tunggu ... emmmh Valda, k
Aruna melangkah dengan sembarang, sesekali wajahnya menengadah menatap langit yang mulai meredup. Lampu-lampu jalanan cukup terang menyinari langkahnya.“Apakah Elisha benar-benar serius dengan apa yang di katakannya? Tapi Valda mengatakan hal lainnya,” gumamnya.“Aruna ....”Sebuah mobil hitam berhenti dan terdengar suara tidak asing memanggilnya.Aruna menoleh ke arah sumber suara dan senyuman tersungging di bibirnya.“Delova ...” mendekati mobil itu dengan antusias.“Kau mau kemana?” tanya Delova. Ia bicara dari dalam mobil dan hanya membuka kaca mobilnya.“Aku mau pulang, barusan habis ngajar les piano,” jawabnya.Delova membuka pintu mobil dan meminta Aruna untuk masuk. Ia akan mengantarnya pulang.Awalnya Aruna menolak karena merasa tidak enak, tapi Delova memaksanya. Terpaksa ia masuk dan di antar pulang oleh Delova.“Kau sudah lebih baik?” tanya Aruna penasaran. Bagaimana pun ia sangat khawatir pada keadaan Delova.“Aku
Saat makan malam, Elisha datang menghampiri semua orang tanpa rasa malu. Sekarang ia berani kembali datang setelah tahu Aruna pergi.Defria dan Chand menyambutnya dengan ramah sama seperti sebelumnya. Sementara Valda merasa risih dan tidak nyaman.“Kenapa dia datang lagi kemari?” ujar Delova.Karena selesai makan, Valda beranjak pergi meninggalkan meja makan tanpa bicara dengan siapa pun.Elisha menatap kepergian Valda dan ia harus mengerti mendekatinya pelan-pelan membiarkannya pergi begitu saja.Keesokan harinya ....Di sore hari Aruna pergi ke rumah Grace untuk mengajari Briel bermain piano. Ia memulai pekerjaannya dengan semangat dan riang.Grace menyambutnya dengan hangat dan membawanya ke ruangan musik.“Hallo kakak cantik ...” sambut Briel.“Haiii cantik ... apa kau siap? Wah pianomu sangat bagus. Aku juga punya piano–“ cetusnya lalu bicara terhenti karena teringat dengan piano yang Valda belikan.“Cepatlah kakak, aku tidak sa
Wajah Aruna berubah menjadi tersenyum berbinar, senang akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan.“Kakak serius?”Grace mengangguk seraya tersenyum.“Wah aku senang kalau kakak cantik akan menjadi guru les pianoku. Dari pada pak tua yang ketus itu!” cetus Briel.“Terima kasih, ya, kak.” Aruna menundukkan badannya hormat.“Kau bisa datang ke rumahku setiap sore mulai besok,” ucap Grace.Kemudian Grace meminta nomor ponsel Aruna agar mudah untuk di hubungi.Aruna sangat senang dan cukup antusias. Berbincang sebentar lalu ia berlalu pulang.Berdiri di pinggir jalan melihat kepergian Grace dan Briel. Dirinya di tawari untuk di antar pulang, tapi Aruna menolaknya.“Semoga hidupku berjalan baik ke depannya dan di pertemukan dengan orang-orang baik. Perlahan harus melupakan tentang Valda! ya harus ...” Aruna berdoa.Karena tidak perlu mencari kerja lagi, ia memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dengan menaiki taxi online yang di pesannya.
Valda menghentikan mobilnya di tengah perjalanan. Memendamkan wajahnya pada setir mobil. Menyesali kenapa terlambat mencari Aruna?“Aruna pergi kemana? Aku harus mencarinya kemana lagi?” pikirnya.Setelah terdiam beberapa saat, Valda kembali melajukan mobilnya. Sepertinya ia sudah tahu akan pergi kemana.Ia pergi ke rumah kedua, menemui pelayan yang menjaga rumah itu dan bertanya apakah Aruna datang ke rumah itu atau tidak. Ternyata pelayan mengatakan kalau Aruna tidak ada datang.Valda kembali melajukan mobilnya menuju ke makam orang tua Aruna. Ia sedikit bernafas lega, melihat kelopak bunga di atas makam. Memegangnya dan kelopak bunga itu baru.“Sepertinya Aruna baru saja dari sini.” Melihat sekitar berharap Aruna masih ada disana.“Hmmm ... Aruna sudah pergi!”Saat hendak berlalu pergi, Valda menghentikan langkahnya. Ia berjongkok diantara nisan kedua orang tua Aruna.“Maafkan aku ... aku tidak bisa menjaga Aruna dengan baik dan malah membi
Sampai di rumah dengan cepat, ia mencari keberadaan Aruna. Pergi ke kamar dan tidak mendapati keberadaan Aruna. Mencoba menghubungi beberapa kali, tapi nihil masih tetap tidak bisa di hubungi. Saat akan keluar dari kamar, matanya terhenti pada meja samping tempat tidur. Ia menemukan catatan yang Aruna tinggalkan. Sebelum membacanya, ia melihat sebuah cek dan uang tunai. “Cek satu milyar dan uang. Apa ini?” gumamnya. Membaca catatan yang Aruna tulis itu. “Valda, mungkin saat kau membaca ini aku sudah pergi. Maafkan aku telah membuat Delova menderita. Ini semua salahku membuatmu marah pada Delova. Mungkin memang lebih baik aku pergi, aku tidak ingin menjadi penyebab kau bertengkar dengan Delova. Satu hal yang harus kau tahu kalau antara aku dan Delova tidak ada hubungan apa-apa. Aku menganggapnya hanya sebagai kakak yang baik padaku. Kau jangan salah paham dan marah pada Delova, dia tidak salah. Untuk cek dan uang ini, aku tidak bisa menerimanya. Tolong sampaikan pad
Aruna bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati ruangan rawat Delova. Menatapnya dari kaca pada pintu. Melihat kalau Delova sudah bangun dengan keadaannya yang memprihatinkan, kepala, tangan dan kaki terbalut perban.“Hmmm syukurlah kau baik-baik saja, ini semua gara-gara aku!” lirih Aruna bergumam.“Hmm ....”Suara seseorang di belakang Aruna yang tidak asing. Aruna membalikkan badannya melihat kepada orang itu.“Papa ....”“Apa kau bisa ikut papa pulang ke rumah?” tanya Chand.Aruna melirik semua orang di dalam ruangan.“Delova baik-baik saja dan sudah ada yang menjaganya!” cetus Chand.Aruna berganti melirik Chand dan tersenyum getir. Ia mengangguk setuju untuk ikut pulang, perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.Di perjalanan pulang, tidak ada obrolan di dalam mobil. Hening ....Sampai di rumah, sebelum turun dari mobil Chand berkata padanya. “Temui papa di ruangan kerja papa!”Ia turun lebih dulu dan Aruna t
“Semuanya, mohon maaf. Jangan membuat keributan, itu akan mengganggu pasien! Saat ini pasien membutuhkan banyak darah. Siapa diantara kalian yang memiliki golongan darah AB negatif?” ujar dokter. “AB negatif?” gumam Chand. “Itu cukup langka dan kami di rumah sakit kehabisan stok. Kami baru menghubungi bank darah pusat dan itu butuh waktu lama,” jelas Dokter. Defria terkulai lemas terduduk di kursi. Ia menangis tersedu. “Dokter, aku dan istriku memiliki golongan darah yang berbeda. Ba–bagaimana?” cetus Chand. “Kalau bisa cari saudara atau kerabat dekat, biasanya akan ada yang sama. Tolong secepatnya sebelum darah dari bank pusat tersedia,” ucap dokter lalu melengos pergi. Chand tertegun sejenak. Ia berpikir harus mencari darah kemana? “Ma, darahku juga tidak sama. Siapa yang bisa kita hubungi?” tanya Valda seraya menenangkan Defria. Ia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukan. Penyesalan tidak ada gu
Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah d