Via kehabisan akal membujuk Raihan untuk keluar dari kos-kosannya. Setelah aksi menampar tadi, laki-laki yang ditampar memasang raut datar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Yang membuat Via jengkel, bagaimana bisa si mas tukang ojek itu mengeluh lapar setelah kena tampar.
Pada akhirnya Via tak punya pilihan lain selain mengambilkan sepiring nasi beserta lauk apa adanya untuk pria itu. Via memandang kesal wajah tak bersalah laki-laki yang tengah lahap menghabiskan hidangan yang disajikan tak ikhlas di depannya.Via masih berdiri sambil bersidekap dan memasang raut permusuhan, menunggu pria itu untuk keluar dari rumah kos miliknya, namun lima menit setelah menghabiskan sepiring nasi, tak ada niat laki-laki itu beranjak menuju pintu keluar."Mas, ini tidak lucu.""Aku tidak tertawa."Raihan pura-pura bodoh. Melihat itu, Via semakin meradang."Mas, keluar!" Via menunjuk pintu keluar disertai suara meninggi. Raihan bangkit berjalan mendekat, Via langsung mundur mempersiapkan diri untuk melawan."Jangan keras keras, Nona! Kalau warga tau, kita bisa dinikahkan malam ini juga. Dan itu akan menguntungkanku." Ada kesan mengejek dari kalimat yang di lontarkan Raihan. Via menutup mulutnya. Kemudian memijit keningnya lelah, bahkan dia sangat mengantuk saat ini."Saya mohon, Mas! Jangan seperti ini, apa yang mas lakukan sangat berbahaya bagi saya." Via memelas."Seperti apa? Aku cuma bertamu, tak ada apa pun yang terjadi.""Ya Allah," keluh Via." Sekarang terserah mas, pilih saja! Dari pada saya mendapatkan fitnah, lebih baik saya menginap di rumah sebelah. Tempat pemilik kos."Raihan tersenyum sekilas dengan kepanikan wanita itu. Panik saja dia cantik, apa lagi kalau tersenyum. Melihat wajah cemas itu menjadi hiburan tersendiri bagi Raihan."Berapa umurmu?""Saya sedang tak berniat untuk berkenalan, Mas," ketusnya."Biar ku tebak, melihat tubuhmu yang kecil, kau masih berusia dua puluh tahun.""Saya tidak sekecil itu." Via tak terima dikatakan masih dua puluh tahun. Bahkan dia genap dua puluh delapan bulan depan."Hmmm ... berarti dua puluh satu.""Dua tahun lagi saya tiga puluh, asal mas tau saja."Raihan bersorak dalam hati, gadis ini tak sadar perhatiannya sedang di alihkan."Kamu lebih cocok berusia dua puluh satu.""Terserah mas saja. Sekarang keluar mas!" Via membuka pintu lebar-lebar. Dia sudah putus asa menghadapi laki- laki di depannya."Kamu sudah punya pacar?""Maaf?""Jika kau menjawab aku akan pergi."Via membuang nafas menetralkan emosi yang kembali naik."Pacaran hukumnya haram. Jadi tak ada istilah pacaran dalam hidup saya.""Artinya kau belum ada yang punya?" Raihan semakin bersemangat. Dia menatap lekat wajah cantik itu yang di balas dengan pandangan sinis."Saya kepunyaan jodoh saya.""Jodohmu itu aku," jawab Raihan penuh tekad."Keluaaar!" Via mengamuk sambil berkacak pinggang."Berjanjilah besok kamu akan menunggu di pangkalan, mulai besok aku yang akan mengantarmu pulang pergi mengajar.""Apa?" Mata Via membulat. "Mas sudah gila? Kurang waras? Atau mas ini seorang kriminal? Memaksa orang sesuka hati mas adalah Perbutan tak menyenangkan.""Aku gila karenamu." Raihan mendekat. Sedangkan Via meraih sapu di dekatnya. Mengacungkan tangkai sapu ke wajah Raihan. Raihan malah tertawa dan merasa terhibur, dia gemas sendiri dengan tingkah Via. Andaikan saja wanita itu tidak sesuci itu, dia akan menggendongnya dan mencubit pipinya sampai puas. Tapi dia hanya perlu bersabar, karena dia sudah bertekad, akan menjadikan Via istrinya secara suka rela atau secara paksa."Keluar! Apa mas tak mengerti bahasa manusia?" Via semakin marah."Aku hanya mengerti bahasa cinta." Raihan semakin mengerjai gadis itu. Via kehabisan akal, ini bahkan jam dua dini hari. Dia belum tidur sepicing pun. Bahkan saat ini penglihatannya mulai tidak fokus, perut yang belum terisi, tidur yang belum terlaksana ditambah lagi kehabisan energi menghadapi laki- laki aneh di depannya.Pegangan pada sapu melemah dan detik berikutnya Via kembali merosot dan jatuh pingsan kembali. Untung saja Raihan menangkap dengan tangkas."Via, hari ini aku mendapat rejeki dua kali." Raihan menggeleng dan menggendong wanita itu menuju ke kamarnya. Andai saja wanita itu sadar, mungkin dia akan kembali mendapat ucapan terimakasih berupa tamparan. Raihan heran, tangan kecil itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Pipinya sekarang masih kebas.Raihan tersenyum miris, seperti kata wanita itu. Dia sudah tidak waras, apa yang dilakukannya saat ini bukanlah dirinya, yang benar saja! Mencari wanita itu tengah malam dan bertingkah seperti kekasih sekaligus dokter pribadi wanita itu.Tapi, ini benar dan salah secara bersamaan. Baru kali ini Raihan merasa kembali bahagia setelah hatinya yang beku selama bertahun tahun. Dia menjadi gila dan mabuk kepayang, kenapa begitu cepat pesona Via meleburkan hatinya.Raihan mengamati wajah cantik itu, menumpukan dagunya ke jemarinya dan meletakkan kepala di atas tempat tidur sambil berjongkok.Dia tak memungkiri, wanita ini sangat cantik. Cahaya wajah yang bersinar, serta mata bening seperti bayi yang tidak berdosa. Bagaimanapun, wanita ini harus menjadi miliknya. Sekali lagi, suka rela atau terpaksa.Mata bening itu menatap Raihan dongkol. Kenapa ada pria aneh seperti ini? Masuk seperti maling dan malah tak merasa malu saat tertangkap. Raihan celingak-celinguk bodoh. Setelah memaksa Via memakan sepiring nasi, dia masih duduk santai di ruang tamu gadis itu."Apa anda tak pernah belajar etika?" Pertanyaan sama. Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wanita ini sungguh cerewet. Salah satu sifat yang tidak disukainya. Tapi kenapa malah tak Masalah jika sifat itu dimiliki Via? Cinta memang buta."Aku ingin bermalam di sini," katanya santai.Via melebarkan matanya, dia berusaha untuk tidak menangis. Namun air mata sialan itu malah meluncur turun tak tau malu. Raihan gelagapan, dia membuka dan menutup mulutnya kembali. Mencoba menggapai gadis itu tapi kembali di urungkannya."Anda jahat," desis Via. Dia terlihat putus asa. Beberapa detik kemudian bunyi bantingan pintu kamar menyadarkan Raihan."He ... Hei, Nona. Aku akan keluar, akan pergi. Tapi kunci pintunya. Nanti ada maling y
Raihan membuang rokoknya gelisah. Bagaimana tidak, beberapa perusahaan membatalkan kerja sama dengannya karena dianggap molor melaksanakan pekerjaan. Raihan pada dasarnya tak peduli. Walaupun dia adalah seorang fotografer, namun dia adalah anak pemilik perusahaan besar di negri ini. Dia memiliki kekayaan lebih dari cukup walaupun menghabiskan hari-harinya untuk bersantai.Grace, wanita itu kembali datang dengan kegigihannya, dia mengatakan secara terang-terangan akan membuat Raihan kembali jatuh cinta padanya. Namun semua itu tak dipedulikan lagi oleh Raihan. Seperti biasa, dia akan meninggalkan wanita itu lebih dulu, meninggalkan Grace dengan air mata kecewa dan terlukanya.Raihan kadang mengutuk dirinya sendiri yang sudah tidak waras. Dia bertingkah seperti mafia yang mengintai mangsa dua puluh empat jam. Di sini dia sekarang, di gerbang pondok pesantren tempat Via mengajar, demi berjumpa gadis itu, dia sudah menggadaikan gengsinya yang selama ini sangat tinggi.Raihan sempat kesal.
Via memandang pantulan dirinya dengan bosan di cermin di depannya. Sungguh, moodnya terjun ke jurang atas teror pria aneh itu. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga berurusan dengan si mas ojek yang membuatnya takut dan jengkel secara bersamaan.Via meraih jilbab panjang sederhana dan gamis pudar bewarna ungu, dia tak memoles wajah sedikitpun, tujuannya supaya laki-laki itu tak lagi mengaguminya dan menjauh darinya.*****Via hanya tersenyum kecut melihat pria di depannya. Ternyata laki-laki itu sudah lebih dulu sampai di toko buku langgangan Via. Entah dari mana pria itu tahu tentang toko yang selalu dikunjungi Via tersebut, padahal dia tak pernah diantar oleh si mas tukang ojek itu ke sini.Ada yang berbeda, kali ini dia tak terlihat seperti tukang ojek. Dia memakai kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya, sekilas lihat kaos itu terlihat biasa, tapi jika diteliti lebih dekat, Via tahu persis bahwa kaos itu adalah kaos mahal yang tak bisa dimiliki semua orang karena harganya ya
Via merasa ada yang janggal saat ini, laki-laki itu sama sekali tidak menempuh jalan menuju pondok pesantren. Dia tau betul, jalan ini menuju jalan tol ke Jakarta. Gadis itu berubah resah, hatinya mendadak berfirasat tak enak. Pasti ada sesuatu yang akan di rencanakan laki-laki itu."Ini salah jalan, Mas." Via terdengar panik, matanya melebar melihat keluar melalui kaca mobil. Bahkan mereka sudah masuk ke jalan tol."Jalan ini benar,""Apa maksud, Mas?" Via merasakan jantungnya berdentum ketakutan. Dia mulai mencari cara untuk kabur. Tapi demi tuhan, semua pintu terkunci dan wajah laki-laki itu tampak menegang misterius."Sudah ku bilang kita akan menikah."" Berhenti, berhenti sekarang juga!" Via menjerit sambil mendorong pintu mobil yang tak bisa dibukanya."Kita akan menikah.""Anda gila, hentikan mobil ini. Saya akan berteriak." Via sangat panik. Kenapa dia mempercayai orang gila di sampingnya. Padahal dia tau laki-laki ini adalah teror yang berbahaya."Takkan ada yang mendengarmu
Via yang awalnya kehilangan akal, akhirnya mendorong Raihan dengan kekuatan yang tersisa. Raihan hanya bergeser sedikit, karena baginya tenaga Via belum apa-apa. Raihan bukanlah laki-laki yang kasar, dia hanya sedikit pemaksa. Sangat posesif dengan sesuatu yang sudah dia klaim sebagai miliknya. Tapi dengan gadis itu, keposesifan menjadi tak wajar, dia sendiri menyadari hal itu tapi dia tak ingin mengalah.Dia pernah jatuh cinta, jatuh cinta pada Grace, wanita cantik yang namanya begitu Masyur di negri ini. Jatuh cinta parah sampai dia merelakan hidup matinya demi bisa bersama wanita itu. Orang tua Raihan tak merestui mereka, karena bagi ibu Raihan, dia tak membutuhkan menantu yang cantik atau terkenal, walaupun tinggal di luar negri, sebagai wanita Jawa tulen dia ingin menantu yang bisa di andalkan.Namun, apa yang terjadi, perjuangannya untuk mendapatkan restu dibalas tak adil oleh Grace, Grace malah kedapatan tidur dengan orang yang sangat dikenal Raihan dan dipercayainya sel
Via masih meringkuk di pojok kamar yang sudah disulap menjadi kamar penganten bagi mereka. Dia menghabiskan waktu dengan menangis, kenapa hidupnya begitu miris? Bukan pernikahan seperti ini yang dia inginkan.Dia tak meminta banyak dalam hidupnya, dia hanya ingin di pertemukan dengan laki-laki yang Sholeh yang mampu membuatnya semakin dekat dengan Rabb nya, tidak perlu kaya dan terkenal. Cukup rumah sederhana dan dipenuhi canda tawa dan ibadah di dalamnya.Raihan bukan tipenya. Laki-laki itu begitu asing seperti bumi dan langit baginya. Dia bukan contoh laki-laki yang diidamkannya selama ini. Raihan adalah contoh laki-laki modern yang memiliki dunia yang berbeda dengannya. Yang Via sesali, kenapa kedua orangtuanya begitu mudah terlibat dan termakan tipu muslihat dari Raihan. Kenapa mereka tak pernah berubah, akan luluh jika sudah dihadapkan dengan materi dan gemerlap dunia. Bahkan sang ayah hanya melafazkan ijab Qabul dalam sekali tarikan nafas. Tak peduli dengan Via yang terisak de
Via terbangun jam lima subuh saat suara azan terdengar sayup-sayup. Dia turun dari ranjangnya, melangkah hati-hati. Sedangkan Raihan masih bergelung dalam selimut belum ada tanda-tanda akan bangun untuk menunaikan shalat subuh.Via pun tak berniat membangunkan laki-laki yang sudah sah jadi suaminya selama semalam ini. Tidak saling ikut campur mungkin lebih baik bagi mereka karena pernikahan ini takkan berlangsung lama. Via hanya beristigfar dalam hati meminta ampun kepada Allah atas semua ini. Sehabis shalat subuh, Via melanjutkan tilawahnya dan memurajaah hafalannya yang sudah masuk ke juz 25. Dia menargetkan bisa menguasai hafalan Al-Qur'annya 30 juz dalam tahun ini. Artinya tunggal empat bulan lagi waktu yang bersisa untuk melanjutkan perjuangannya.Via berjalan hati-hati menuruni tangga. Dia takjub, belum pernah seumur hidupnya melihat rumah semewah ini. Arsiteknya benar-benar patut di acungi jempol. Sayangnya ini bukanlah rumahnya.Via baru saja menginjak kakinya di dapur saat
Seharian ini Via hanya melakukan kegiatan yang tak berarti. Dulu, sewaktu kecil dia bermimpi, ingin menjadi orang kaya yang memiliki rumah seperti istana dengan puluhan pelayan di dalamnya, makanan enak dan baju yang bagus.Hari ini dia memiliki kesempatan untuk itu. Jangan ditanya pelayanan apa yang didapatkannya selama sehari ini. Dia diperlakukan seperti ratu di rumah ini. Tapi tetap saja, dia tak bahagia.Pelayan sekali satu jam bertanya padanya apa yang dia inginkan, sampai-sampai Via bosan mendengar pertanyaan yang sama berulangkali. Bukan ini yang dia butuhkan, serta bukan makanan enak yang dia mau.Bukan juga baju-baju gamis baru yang bahkan harganya sama dengan sebulan gajinya sebagai PNS. Dia tak diperbolehkan menyentuh dapur, yang dilakukannya hanya berjalan kesana-kemari mengelilingi rumah seperti orang kebingungan.Ternyata tidak selalu enak menjadi orang kaya. Dia lebih menikmati tinggal di kamar asrama putri dengan tempat tidur bertingkat dan ruangan yang sempit. Atau