Mata bening itu menatap Raihan dongkol. Kenapa ada pria aneh seperti ini? Masuk seperti maling dan malah tak merasa malu saat tertangkap.
Raihan celingak-celinguk bodoh. Setelah memaksa Via memakan sepiring nasi, dia masih duduk santai di ruang tamu gadis itu."Apa anda tak pernah belajar etika?"Pertanyaan sama. Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wanita ini sungguh cerewet. Salah satu sifat yang tidak disukainya. Tapi kenapa malah tak Masalah jika sifat itu dimiliki Via? Cinta memang buta."Aku ingin bermalam di sini," katanya santai.Via melebarkan matanya, dia berusaha untuk tidak menangis. Namun air mata sialan itu malah meluncur turun tak tau malu. Raihan gelagapan, dia membuka dan menutup mulutnya kembali. Mencoba menggapai gadis itu tapi kembali di urungkannya."Anda jahat," desis Via. Dia terlihat putus asa. Beberapa detik kemudian bunyi bantingan pintu kamar menyadarkan Raihan."He ... Hei, Nona. Aku akan keluar, akan pergi. Tapi kunci pintunya. Nanti ada maling yang masuk." Suara Raihan agak keras.Pintu kembali terbuka, gadis itu mendongak dan menatap Raihan tajam dengan mata basahnya."Anda malingnya. Pergi!""Oke, oke. Aku akan pergi. Tapi besok aku akan mengantarmu."Bukan mendapat jawaban, Raihan malah di hadiahi pintu yang dibanting di depan wajahnya."Anda tidak sopan, Buk guru."Raihan akhirnya keluar juga. Menyalakan motornya dan melaju membelah malam. Sepeninggal Raihan, Via langsung meneguk segelas besar air putih. Bahkan dia tak sempat minum saat makan di depan pria itu barusan. Dia dipaksa menghabiskan sepiring nasi yang di isi sendiri oleh pria itu."Pria psikopat," gumam Via sambil bergidik ngeri. " Apa yang harus aku lakukan? Jika terus di sini, pria itu pasti akan datang kembali dan memaksaku untuk diantar olehnya." Via bicara sendiri.Lama berfikir, akhirnya Via memutuskan untuk tinggal di asrama saja. Menjadi pembina asrama juga tidak buruk. Setidaknya kemampuan bahasa Arabnya kembali terasah dengan baik.Sebuah senyum kemenangan terbit di bibir Via. Jika dia tinggal di asrama, laki-laki itu takkan bisa menemuinya lagi.Via merebahkan dirinya dengan nyaman setelah memastikan pintu dan jendela sudah terkunci. Ternyata, laki-laki itu luluh juga dengan air mata. Kalau tau begini, seharusnya dari beberapa jam yang lalu Via menangis menghiba."Ah! Pasti sangat memalukan." Dia tak setuju dengan pemikirannya sendiri.*****Via mempercepat laju langkahnya. Dia sengaja berangkat jam enam pagi, bahkan masih gelap. Tujuannya agar tak bertemu pria gila itu.Batu saja Via bernafas lega saat berhasil melewati pagarnya. Sebuah sapaan yang dihindari malah didengarnya."Ayo, buk guru! Saya malah tak tidur suapaya bisa mengantar buk guru. Takutnya ketiduran atau buk guru kabur duluan."Tak ada kesan menggoda. Semua ucapan itu dibawakan dengan wajah yang serius. Kalau boleh memilih, Via memilih berjalan kaki atau merangkak dari pada diantar pria aneh itu."Naik sendiri atau saya bantu gendong, Buk guru? Hari ini bayarannya diskon limu puluh persen.""Tidak lucu." Via menyipitkan matanya."Saya tidak melawak, Buk guru."Via akhirnya tak punya pilihan. Dia membatin dalam hati." Bersabarlah Via. Biarkan dia menikmati rasa senangnya. Karena setelah ini kau akan terkurung di asrama."Via tersenyum optimis."Ganti parfum, Buk guru?" tanya Raihan melirik lewat spionnya. Via sengaja meletakkan ransel besar berisi tumpukan lembaran jawaban sebagai pembatas dirinya dengan Raihan."Bukan urusan anda.""Wangi yang kemaren lebih enak."Via bergidik ngeri. Sampai wangi parfum pun diketahui pria itu. Tidak diragukan lagi, dia pasti psikopat. Begitu pikir Via."Kamu lebih manis memakai warna yang agak cerah karena kulitmu yang putih. Warna putih malah membuatku terlihat pucat."Komentar Raihan sudah menghilangkan kesan resmi tanpa embel embel buk guru."Apa anda begini kepada setiap penumpang?""Tidak. Karena penumpang satu satunya hanya kamu.""Apa?" Via setengah memekik."Tidak ada apa-apa." Balasnya cuek."kau harus terbiasa. Sebentar lagi aku akan jadi suamimu."Via hanya berdoa semoga perjalanan ini cepat sampai ke tujuan. Tapi apa apaan pria ini, kecepatan sepuluh kilometer meter perjam. Laki laki ini memang ujian terberat baginyaRaihan membuang rokoknya gelisah. Bagaimana tidak, beberapa perusahaan membatalkan kerja sama dengannya karena dianggap molor melaksanakan pekerjaan. Raihan pada dasarnya tak peduli. Walaupun dia adalah seorang fotografer, namun dia adalah anak pemilik perusahaan besar di negri ini. Dia memiliki kekayaan lebih dari cukup walaupun menghabiskan hari-harinya untuk bersantai.Grace, wanita itu kembali datang dengan kegigihannya, dia mengatakan secara terang-terangan akan membuat Raihan kembali jatuh cinta padanya. Namun semua itu tak dipedulikan lagi oleh Raihan. Seperti biasa, dia akan meninggalkan wanita itu lebih dulu, meninggalkan Grace dengan air mata kecewa dan terlukanya.Raihan kadang mengutuk dirinya sendiri yang sudah tidak waras. Dia bertingkah seperti mafia yang mengintai mangsa dua puluh empat jam. Di sini dia sekarang, di gerbang pondok pesantren tempat Via mengajar, demi berjumpa gadis itu, dia sudah menggadaikan gengsinya yang selama ini sangat tinggi.Raihan sempat kesal.
Via memandang pantulan dirinya dengan bosan di cermin di depannya. Sungguh, moodnya terjun ke jurang atas teror pria aneh itu. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga berurusan dengan si mas ojek yang membuatnya takut dan jengkel secara bersamaan.Via meraih jilbab panjang sederhana dan gamis pudar bewarna ungu, dia tak memoles wajah sedikitpun, tujuannya supaya laki-laki itu tak lagi mengaguminya dan menjauh darinya.*****Via hanya tersenyum kecut melihat pria di depannya. Ternyata laki-laki itu sudah lebih dulu sampai di toko buku langgangan Via. Entah dari mana pria itu tahu tentang toko yang selalu dikunjungi Via tersebut, padahal dia tak pernah diantar oleh si mas tukang ojek itu ke sini.Ada yang berbeda, kali ini dia tak terlihat seperti tukang ojek. Dia memakai kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya, sekilas lihat kaos itu terlihat biasa, tapi jika diteliti lebih dekat, Via tahu persis bahwa kaos itu adalah kaos mahal yang tak bisa dimiliki semua orang karena harganya ya
Via merasa ada yang janggal saat ini, laki-laki itu sama sekali tidak menempuh jalan menuju pondok pesantren. Dia tau betul, jalan ini menuju jalan tol ke Jakarta. Gadis itu berubah resah, hatinya mendadak berfirasat tak enak. Pasti ada sesuatu yang akan di rencanakan laki-laki itu."Ini salah jalan, Mas." Via terdengar panik, matanya melebar melihat keluar melalui kaca mobil. Bahkan mereka sudah masuk ke jalan tol."Jalan ini benar,""Apa maksud, Mas?" Via merasakan jantungnya berdentum ketakutan. Dia mulai mencari cara untuk kabur. Tapi demi tuhan, semua pintu terkunci dan wajah laki-laki itu tampak menegang misterius."Sudah ku bilang kita akan menikah."" Berhenti, berhenti sekarang juga!" Via menjerit sambil mendorong pintu mobil yang tak bisa dibukanya."Kita akan menikah.""Anda gila, hentikan mobil ini. Saya akan berteriak." Via sangat panik. Kenapa dia mempercayai orang gila di sampingnya. Padahal dia tau laki-laki ini adalah teror yang berbahaya."Takkan ada yang mendengarmu
Via yang awalnya kehilangan akal, akhirnya mendorong Raihan dengan kekuatan yang tersisa. Raihan hanya bergeser sedikit, karena baginya tenaga Via belum apa-apa. Raihan bukanlah laki-laki yang kasar, dia hanya sedikit pemaksa. Sangat posesif dengan sesuatu yang sudah dia klaim sebagai miliknya. Tapi dengan gadis itu, keposesifan menjadi tak wajar, dia sendiri menyadari hal itu tapi dia tak ingin mengalah.Dia pernah jatuh cinta, jatuh cinta pada Grace, wanita cantik yang namanya begitu Masyur di negri ini. Jatuh cinta parah sampai dia merelakan hidup matinya demi bisa bersama wanita itu. Orang tua Raihan tak merestui mereka, karena bagi ibu Raihan, dia tak membutuhkan menantu yang cantik atau terkenal, walaupun tinggal di luar negri, sebagai wanita Jawa tulen dia ingin menantu yang bisa di andalkan.Namun, apa yang terjadi, perjuangannya untuk mendapatkan restu dibalas tak adil oleh Grace, Grace malah kedapatan tidur dengan orang yang sangat dikenal Raihan dan dipercayainya sel
Via masih meringkuk di pojok kamar yang sudah disulap menjadi kamar penganten bagi mereka. Dia menghabiskan waktu dengan menangis, kenapa hidupnya begitu miris? Bukan pernikahan seperti ini yang dia inginkan.Dia tak meminta banyak dalam hidupnya, dia hanya ingin di pertemukan dengan laki-laki yang Sholeh yang mampu membuatnya semakin dekat dengan Rabb nya, tidak perlu kaya dan terkenal. Cukup rumah sederhana dan dipenuhi canda tawa dan ibadah di dalamnya.Raihan bukan tipenya. Laki-laki itu begitu asing seperti bumi dan langit baginya. Dia bukan contoh laki-laki yang diidamkannya selama ini. Raihan adalah contoh laki-laki modern yang memiliki dunia yang berbeda dengannya. Yang Via sesali, kenapa kedua orangtuanya begitu mudah terlibat dan termakan tipu muslihat dari Raihan. Kenapa mereka tak pernah berubah, akan luluh jika sudah dihadapkan dengan materi dan gemerlap dunia. Bahkan sang ayah hanya melafazkan ijab Qabul dalam sekali tarikan nafas. Tak peduli dengan Via yang terisak de
Via terbangun jam lima subuh saat suara azan terdengar sayup-sayup. Dia turun dari ranjangnya, melangkah hati-hati. Sedangkan Raihan masih bergelung dalam selimut belum ada tanda-tanda akan bangun untuk menunaikan shalat subuh.Via pun tak berniat membangunkan laki-laki yang sudah sah jadi suaminya selama semalam ini. Tidak saling ikut campur mungkin lebih baik bagi mereka karena pernikahan ini takkan berlangsung lama. Via hanya beristigfar dalam hati meminta ampun kepada Allah atas semua ini. Sehabis shalat subuh, Via melanjutkan tilawahnya dan memurajaah hafalannya yang sudah masuk ke juz 25. Dia menargetkan bisa menguasai hafalan Al-Qur'annya 30 juz dalam tahun ini. Artinya tunggal empat bulan lagi waktu yang bersisa untuk melanjutkan perjuangannya.Via berjalan hati-hati menuruni tangga. Dia takjub, belum pernah seumur hidupnya melihat rumah semewah ini. Arsiteknya benar-benar patut di acungi jempol. Sayangnya ini bukanlah rumahnya.Via baru saja menginjak kakinya di dapur saat
Seharian ini Via hanya melakukan kegiatan yang tak berarti. Dulu, sewaktu kecil dia bermimpi, ingin menjadi orang kaya yang memiliki rumah seperti istana dengan puluhan pelayan di dalamnya, makanan enak dan baju yang bagus.Hari ini dia memiliki kesempatan untuk itu. Jangan ditanya pelayanan apa yang didapatkannya selama sehari ini. Dia diperlakukan seperti ratu di rumah ini. Tapi tetap saja, dia tak bahagia.Pelayan sekali satu jam bertanya padanya apa yang dia inginkan, sampai-sampai Via bosan mendengar pertanyaan yang sama berulangkali. Bukan ini yang dia butuhkan, serta bukan makanan enak yang dia mau.Bukan juga baju-baju gamis baru yang bahkan harganya sama dengan sebulan gajinya sebagai PNS. Dia tak diperbolehkan menyentuh dapur, yang dilakukannya hanya berjalan kesana-kemari mengelilingi rumah seperti orang kebingungan.Ternyata tidak selalu enak menjadi orang kaya. Dia lebih menikmati tinggal di kamar asrama putri dengan tempat tidur bertingkat dan ruangan yang sempit. Atau
Dua asisten hanya saling pandang tak enak satu sama lain. Mereka hanya pasrah melihat nyonya muda mereka bergerak lincah di dapur itu. Iya, pagi ini Via bersikeras ingin menyiapkan sarapan sendiri, padahal dua asisten itu sudah memohon agar Via tak ikut terjun ke dapur.Raihan terpancing dengan suara ribut-ribut dari dapur. Laki-laki tampan itu memandang dua asistennya yang tertunduk lesu."Sudah kami larang, Tuan. Tapi,""Biarkan saja." Raihan malah tersenyum dan tidak menunjukkan kemarahan. Dua pembantu itu akhirnya bernafas lega.Raihan lalu meninggalkan mereka, ternyata wanita itu memang membuktikan ucapannya menjadi sedikit patuh. Delapan hari lagi, Raihan harus mencari cara agar wanita itu tidak bisa pergi.Tak lama menunggu, Via datang dengan dua piring nasi goreng yang mengeluarkan aroma menggugah selera serta dua gelas jus jeruk, Via lalu menyodorkannya pada Raihan dengan wajah datar.Raihan tersenyum kecil. Namun, Via memilih tak peduli. Pagi ini dia begitu cantik dengan gam