Perjalanan ke Bandung bisa di katakan tidak begitu lancar. Jalanan dalam kondisi macet, untung saja Raihan bisa dengan gesit menyelip walaupun harus berhati-hati. Tinggal tiga puluh menit lagi mereka akan sampai ke tempat yang dituju. Dalam selama perjalanan tak ada percakapan berarti, Via memilih diam dan tak ingin terlibat basa basi dengan Raihan.Hujan rintik-rintik turun, Raihan masih melajukan motor dengan kecepatan sedang, namun beberapa ratus meter hujan malah turun semakin deras. Mau tak mau Raihan menepikan motornya mencari tempat berteduh.Hanya sebuah kedai yang sudah lama tak ditempati tapi dengan atap yang masih utuh. Raihan membantu Via untuk turun dari motornya walaupun tangannya disambut dengan enggan oleh gadis itu.Raihan mengusap jaketnya yang basah terkena air hujan. "Kita harus masuk ke dalam! Hujan terlalu deras." Raihan berbicara cukup kuat suapaya Via mendengar dengan jelas. Via hanya menurut, berjalan perlahan sambil mengangkat gamisnya yang sudah basah. Unt
Ibu Raihan adalah wanita lemah lembut penuh tata Krama. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, takkan ada yang memungkiri bahwa dia masih sangat cantik. Tatapannya sama persis dengan tatapan Raihan yang mengintimidasi dan membuat takluk lawan bicaranya.Via tak menyangka akan diterima semudah ini. Bahkan wanita itu tak sungkan untuk memeluk dirinya yang masih basah kuyup. Benar-benar mertua idaman semua wanita, cara bicaranya mencerminkan dia adalah wanita terhormat dan terdidik.Saat ini mereka tengah duduk bersama di beranda Villa, sambil meminum teh hangat dan cemilan."Ibu sangat bersyukur, Raihan mendapatkan istri sepertimu. Saat dia menunjukkan fotomu, ibu langsung menyetujuinya."Via hanya mengangguk kikuk, sedangkan Raihan yang menggunakan kesempatan itu untuk menggenggam jemari Via. Raihan tau, wanita itu takkan menolak, karena Raihan sudah mewanti-wanti agar Via bisa menjalankan peran di depan ibunya. Via hanya bisa pasrah, saat Raihan mengelus ibu jarinya tanpa peduli deng
Apa yang lebih menyedihkan dari pada hati dan tubuh yang tak selaras. Hati menolak tubuh menyambut. Detik dan menit penuh siksaan kenikmatan. Via hanya bisa menangis putus asa dengan segala yang terjadi saat ini. Suara tangis bercampur dengan suara aneh yang bahkan tak bisa di tahan meluncur dari mulutnya . Via ingin menolak, ingin mendorong kuat tubuh itu dengan tenaga yang bersisa dan melemparkan cacian serta mengutuk dirinya sendiri. Dia ingin memaki ke kurang ajaran pria itu yang menyentuhnya sepuas hatinya.Tapi yang terjadi, dia malah membantu pencapaian yang tak kunjung selesai. Menerima secara suka rela setiap perlakuan laki-laki yang menekannya selama ini. Dia bertingkah sangat memalukan, hati nya membenci dirinya dan laki-laki itu.Ini bukan dirinya, ini jelas salah, jelas- jelas bukan dirinya. Tapi Via tak berdaya mempertahankan logikanya saat ini, laki-laki itu memperlakukannya begitu lembut seolah dia adalah porselen mahal yang berharga. Dan dia...begitu hina tak mampu m
Via memutuskan untuk kembali menemui ibu kosnya yang lama. Dia berniat menempati rumah kos lama yang masih kosong. Masih ada waktu enam hari untuk menghabiskan cuti. Selama enam hari itu dia akan menata hatinya kembali, untuk kembali bangkit dari bayang-bayang Raihan.Via memandang kamar lamanya dengan nanar, beberapa barang masih tertinggal di situ karena dia tergesa-gesa pindah ke asrama. Via merebahkan dirinya di atas ranjang, mencoba menganalisa kembali setiap pertemuannya dengan Raihan. Mulai dari pengakuannya sebagai tukang ojek, sampai menjadi suaminya secara paksa. Via mengetahui hak dan kewajiban suami istri, tapi kenyataannya tak segampang itu, seharusnya ada kerelaan kedua belah pihak, ada kesepakatan, jika kedua boleh pihak tidak sepakat maka pernikahan tak mungkin terjadi. Raihan malah mengancam, memaksa, menyogok demi memenuhi ambisinya untuk menjadikan Via miliknya, tak peduli dengan kata tidak yang telah di katakannya berulang ulang.Jika pria itu meminta untuk be
Via tak membiarkan dirinya terlalu lama berkubang kesedihan. Setelah menghabiskan masa cuti, dia masuk kembali dan disambut dengan ucapan selamat oleh rekan sesama guru. Via hanya tersenyum tipis dan tak bicara banyak, dia lebih memilih berkutat dengan laptop untuk menyelesaikan nilai siswanya dari pada berkumpul di kantor dan ditanya ini itu.Via mengalihkan pandangannya saat Maryam masuk mengucapkan salam dan tersenyum manis. Wanita itu duduk di samping Via mengamati wajah sahabatnya itu sekilas."Kau terlihat lesu, dan sedikit kurus.""Benarkah?" Via menoleh melempar senyum tipis. Tentu saja, seminggu ini dia tidak tidur dengan baik. Malam yang kelam itu terus terbayang saat di memejamkan mata, dan membuat dia menyesali diri."Kau sakit?""Tidak, hanya sedikit lelah."Maryam tersenyum maklum."Tentu saja, masa penganten baru sepertimu pasti kehilangan waktu tidur."Via tersenyum miris. Maryam salah menafsirkan ucapannya."Suamimu sangat tampan, kau berhasil mendapatkan sesuatu yang
Raihan memandang monitor komputernya, pekerjaan sebagai foto grafer sangat dinikmatinya sampai-sampai dia rela melepaskan perusahaan demi menekuni pekerjaan sekaligus hobi itu.Setelah selesai menyeleksi hasil yang paling bagus, Raihan meregangkan seluruh tubuhnya yang kaku dan pegal. Tiga bulan, tiga bulan mereka tak bertemu, selama tiga bulan itu juga Raihan melalui hari bagaikan tubuh tak bernyawa.Dia sengaja tidak mengunjungi Via, dia ingin mendengar hasil benih yang sudah disemai dengan paksa pada wanita itu. Itu lah tujuannya memberikan obat itu pada Via, jika wanita itu hamil, besar kemungkinan Via akan kembali. Tapi sejauh ini, belum ada kabar apa pun, hati Raihan semakin cemas dan ketat-ketir.*****Via merebahkan tubuhnya di atas ranjang, untuk yang kesekian kalinya dia meminta izin untuk tidak masuk karena kondisinya yang tidak sehat. Muntah setiap saat, tidak mau makan, dan tinggal seorang diri tanpa siapa pun, ternyata cukup berat. Tubuhnya mengalami penurunan berat ba
"Mas, aku hamil." Suara di seberang telpon itu terdengar menahan tangisnya. Raihan terlonjak dari kursi dengan emosi yang berlebihan, ini yang ditunggunya , tuhan ternyata memang luar biasa."Alhamdulilah, Via. Kau baik-baik saja? Anak kita baik-baik saja kan? Ya Tuhan. Aku sangat bahagia mendengar itu semua, aku bahagia mendengar suaramu, aku merindukanmu Via. Halo...Via? Kau masih di sana?" Raihan mengerutkan kening saat tak ada lagi suara Via padahal telpon masih tersambung.Raihan tak menunggu lama, dia mematikan komputernya dan menyambar kunci mobil di atas ranjang. Perasaanya saat ini tidak enak, dari pagi keinginan untuk menghubungi istrinya itu tak tertahankan. Dan puncaknya malam ini akhirnya dia mengalah dengan dirinya. Ini kabar yang sangat dahsyat baginya.Raihan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalan ibu kota yang tidak pernah sepi. Tidak jarang pengemudi lain kena umpatan disebabkan mengemudikan mobilnya dengan lambat.Raihan merasa jantungnya berde
Raihan terpaku dengan apa yang terjadi saat ini, disertai dengan wajah panik dan malu Via. "Mas, ma ... Maaf, saya sungguh tak sengaja." Via mengangkat tangannya mendekati baju Raihan yang menjadi korban. Alih-alih marah, Raihan malah tersenyum."Mungkin ini teguran bagiku, karena mengabaikan kalian tiga bulan ini." Raihan akhirnya mengangkat bajunya hati-hati, melepas perlahan dan penuh perhitungan. Via hanya membuka dan menutup mulutnya salah tingkah."Tadinya aku tak berniat mandi, tapi sepertinya saat ini mandi menjadi keharusan. Kau juga perlu membersihkan mulutmu, ada sisa...," Raihan menunjuk ujung bibir Via."Eh?" Via menutup mulutnya sendiri. Berhasil, dia berhasil mempermalukan dirinya sendiri saat ini. Alangkah menjijikkan tak menyadari ada sisa muntahan di sudut bibirnya. Dia mengusap dengan tisu mulutnya itu dan membuang tisu ke dalam Tong sampah.Via mulai merasakan dirinya sedikit bertenaga, dia merebut baju kotor milik Raihan yang masih berada di tangan pria itu."Say