Wanita itu, masih secantik yang dia ingat. Entah sudah beberapa tahun berlalu, yang jelas sudah lama sekali. Apakah Grace mendapat pelukan? Ah, tidak. Wanita di depannya persis seperti dirinya, keras dan tak pandai mengekspresikan kasih sayang."Bagaimana kabarmu?" Mami Grace berkata datar. Tapi mata tajamnya mampu membuat detak jantung Grace berdetak cepat. Rasanya sungguh emosional, bagaimanapun hubungan ibu dan anak takkan terlepas dari kasih sayang."Mami pasti tau, apa yang menimpaku akhir-akhir ini.""Ya, semua media, bahkan di negara ini, memberitakan tentangmu.""Apa mami juga malu?" Bibir Grace bergetar."Kalau aku malu, mungkin kau takkan berada di sini saat ini." Datar, tanpa ekspresi, khas mami Grace."Aku tak seburuk itu.""Mami tau. Kau tak perlu menjelaskan. Yang jelas, itulah alasannya kami melarangmu selama ini, bukan karena kami tak menyayangimu, dunia hiburan penuh intrik, sesaat kau merasa beruntung, tapi setelah itu kau akan merasa merugi selamanya."Grace terdiam
"Aku akan pulang saat kau merindukanku dan menyatakan cinta padaku." Kalimat itu terngiang-ngiang di telinga Rudolf bahkan setelah seminggu berlalu. Apa maksud dari perkataan Grace, dia bukan laki-laki yang berpengalaman dalam merayu wanita, apa lagi sampai berbohong supaya tujuannya tercapai.Rudolf kembali membuka pintu kamar utama yang dihuni Grace selama ini, menghirup sisa aroma Grace yang tertinggal. Baju-baju Grace masih terlipat dalam lemari serta beberapa alat-alat pribadinya seperti charger handphone dan alat kosmetik.Jika dilihat dari barangnya yang tertinggal, sepertinya Grace tak berniat pergi lama, dia hanya membawa baju yang melekat di badannya serta tas kecil. Tapi kenapa wanita itu belum juga pulang?Mengatakan cinta dan mengatakan rindu? Rudolf memang senang dengan keberadaan Grace akhir-akhir ini, jika bersama wanita itu, dia lebih bersemangat, lebih betah di rumah. Padahal dulu, jika mendapatkan cuti, dia begitu bersyukur tak bertemu dengan wanita itu.Sekarang a
Satu bulan kemudianTidak terhitung jam yang telah berlalu, sepanjang satu bulan ini komunikasi Rudolf dan Grace berjalan lancar. Namun satu hal yang belum juga terucap dari mulut pria kaku itu, kata cinta dan kata rindu.Grace bangun memijit kepalanya. Beberapa hari ini dia merasa tidak sehat. Pusing dan mual mendera setiap saat, dia merasa lelah padahal Tidak melakukan apa-apa di rumah maminya.Grace menyeret kakinya ke kamar mandi, memuntahkan cairan dari mulutnya. Sang mami muncul, wanita yang masih cantik itu, sebenarnya sudah menaruh curiga pada kondisi Grace. Sebagai orang tua yang sudah dua kali mengandung, dia yakin anaknya itu sedang hamil muda."Mual lagi?" Mami Grace duduk di atas ranjang, memperhatikan wajah pucat Grace. Beberapa hari ini Grace lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur."Iya, semakin menjadi." Grace mengikat rambutnya asal. Dia meneguk paksa air putih yang terletak di atas nakas."Sudah berapa lama kamu telat, Grace?"Grace terdiam, dia tidak tau p
Faras Raihan, nama yang terkesan sebagai sebuah nama Islami, bertolak belakang dengan pribadi dan penampilannya. Pria berusia tiga puluh tahun itu, merupakan seorang fotografer handal yang biasa membidikkan kameranya pada artis dan model Ibu kota.Raihan, begitu biasanya dia dipanggil. Saat ini tengah melalang buana ke sebuah desa terpencil demi mencari objek yang tidak membosankan. Wanita cantik dengan gaun terbuka dan wajah yang dilapisi make up tebal sudah sangat membosankan baginya. Dia butuh objek baru untuk membangkitkan semangat dan hobinya.Raihan baru saja menepikan motornya di pertigaan jalan. Bingung mau memilih jalan yang mana, tiba- tiba saja suara lembut dan halus membuatnya tertegun.Di sana, seorang gadis dan kerudung panjangnya, berjalan tergesa-gesa dan langsung duduk di belakangnya, sambil berseru panik."Jalan, Mas! saya sudah terlambat mengajar!" perintahnya. Raihan hanya melongo tak percaya. Dia kembali menyalakan motornya."Tokang ojek baru ya, Mas? Sekarang bar
Via meletakkan kepalanya ke meja kerja yang penuh dengan tumpukan soal yang belum tersentuh untuk diperiksa. Setelah mengawas Try Out non stop dari jam tujuh, dilanjukan sampai jam dua. Bahkan di jam istirahat yang berdurasi 15 menit, dia tak sempat mengisi perutnya, sebab ada wali murid yang datang ke sekolah menanyainya ini dan itu."Pulang yuk, Via!" ajak Maryam, teman sesama pengajar."Iya, aku butuh tidur, kepalaku sakit." Via merapikan mejanya, mematikan laptopnya lalu memasukkan benda itu ke dalam tas."Itu makanya, buruan nikah, biar hidupmu gak monoton," ledek Maryam. Dia melirik sang suami yang sudah melambaikan tangan padanya lewat jendela kaca."Belum ada yang cocok.""Kau itu terlalu pemilih, banyak utadz di sini yang menaruh hati padamu. Tapi kau malah menolak bahkan sebelum mereka mengutarakan perasaannya.""Aku suka yang berbeda." Mata bulat Via menerawang. Mereka berjalan beriringan ke luar ruangan majellis guru."Seperti apa?""Tidak tau, tapi yang beda aja. Belum ju
Raihan tak kehilangan akal, setelah menggendong wanita itu lalu merebahkannya di ranjang berukuran single, Raihan langsung berjalan keluar mencari sesuatu yang bisa membuat gadis itu siuman. Mata jeli Raihan, menangkap sekantong plastik obat beserta sebuah minyak kayu putih yang tergeletak di meja kerja gadis itu. Raihan meraih minyak kayu putih tersebut dan masuk kembali ke dalam kamar Via.Raihan menghela nafas, dia tak punya pengalaman sama sekali dalam merawat orang sakit. Tapi dia merasa minyak kayu putih ini bisa membantu.Raihan mengusapkan sedikit minyak kayu putih itu di bawah hidung Via. Melihat kondisinya, wanita itu memang terlihat lemah dan pucat. Sedetik kemudian, Via mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan. Awalnya sayu lalu berganti dengan jeritan kaget."Astagfirullah, apa yang mas lakukan di sini?" Via meraup selimut dan menutupi dirinya yang masih berpakaian utuh. Dia baru menyadari saat dingin menerpa kulitnya karena baju gamisnya yang basah.Raihan diam saja mem
Raihan berulangkali mengubah posisi tidurnya. Kenapa ranjang empuk ini berubah menjadi duri yang membuat tubuhnya tak nyaman. Sekarang sudah jam sepuluh malam, besok dia harus menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk gara-gara penyamaran menjadi tukang ojek yang dilakukannya beberapa hari yang lalu.Raihan bisa gila, wajah cantik yang itu terbayang-bayang nyata di matanya. Dua hari dia memendam rindu yang tak berkesudahan, rindu yang tak bisa diobati hanya dengan membayangkan wajahnya saja."Ada apa denganku?" Raihan bangkit, mengacak rambutnya putus asa. Dia bagaikan pengguna narkoba yang sakau. Pemuda tampan itu bangkit dari ranjangnya sambil meneguk air putih yang terletak di atas nakas.Sejenak dia merenung. Lalu dengan cepat dia menyambar kunci motornya sambil mengumpat. "Sial! Ada apa denganku?" Hati menolak, tapi tubuh bergerak. Dia sudah memutuskan akan mendatangi wanita itu malam ini, dia butuh bertemu walaupun satu detik saja. Raihan memasang jaket tebalnya, tidak lupa ka
Via kehabisan akal membujuk Raihan untuk keluar dari kos-kosannya. Setelah aksi menampar tadi, laki-laki yang ditampar memasang raut datar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Yang membuat Via jengkel, bagaimana bisa si mas tukang ojek itu mengeluh lapar setelah kena tampar.Pada akhirnya Via tak punya pilihan lain selain mengambilkan sepiring nasi beserta lauk apa adanya untuk pria itu. Via memandang kesal wajah tak bersalah laki-laki yang tengah lahap menghabiskan hidangan yang disajikan tak ikhlas di depannya.Via masih berdiri sambil bersidekap dan memasang raut permusuhan, menunggu pria itu untuk keluar dari rumah kos miliknya, namun lima menit setelah menghabiskan sepiring nasi, tak ada niat laki-laki itu beranjak menuju pintu keluar."Mas, ini tidak lucu.""Aku tidak tertawa."Raihan pura-pura bodoh. Melihat itu, Via semakin meradang."Mas, keluar!" Via menunjuk pintu keluar disertai suara meninggi. Raihan bangkit berjalan mendekat, Via langsung mundur mempersiapkan diri untuk mela