Faras Raihan, nama yang terkesan sebagai sebuah nama Islami, bertolak belakang dengan pribadi dan penampilannya. Pria berusia tiga puluh tahun itu, merupakan seorang fotografer handal yang biasa membidikkan kameranya pada artis dan model Ibu kota.
Raihan, begitu biasanya dia dipanggil. Saat ini tengah melalang buana ke sebuah desa terpencil demi mencari objek yang tidak membosankan. Wanita cantik dengan gaun terbuka dan wajah yang dilapisi make up tebal sudah sangat membosankan baginya. Dia butuh objek baru untuk membangkitkan semangat dan hobinya.Raihan baru saja menepikan motornya di pertigaan jalan. Bingung mau memilih jalan yang mana, tiba- tiba saja suara lembut dan halus membuatnya tertegun.Di sana, seorang gadis dan kerudung panjangnya, berjalan tergesa-gesa dan langsung duduk di belakangnya, sambil berseru panik."Jalan, Mas! saya sudah terlambat mengajar!" perintahnya. Raihan hanya melongo tak percaya. Dia kembali menyalakan motornya."Tokang ojek baru ya, Mas? Sekarang baru terlihat mangkal di sini," celoteh gadis itu.Tukang ojek? Astaga, apakah dia mirip tukang ojek? Gadis ini tidak mengerti gaya."Mas, belok kanan! kita ke pesantren Al-Huda!" perintah gadis itu. Raihan bagai kerbau dicucuk hidungnya, menuruti setiap perintahnya.Kondisi jalan cukup lengang menjadi ramai karena celoteh gadis muda yang duduk seenaknya di atas motor Raihan."Tumben sepi pangkalan ojeknya, " katanya lagi entah pada siapa. Oh, Raihan tahu sekarang, mungkin simpang tiga tadi adalah tempat mangkalnya para tukang ojek. Sehingga gadis itu salah paham menganggap dia adalah salah satu dari mereka."Stop stop, Mas ... aduh! malah terlewat!" seru gadis itu, dia turun dengan hati-hati sambil memegang roknya yang bewarna biru muda.Dia merogoh tas kecilnya sambil menggerutu. Saat yang dicari sudah ditemukan, sang gadis mengangkat wajahnya."Berapa, Mas?"Raihan tidak bisa menjawab karena lidahnya terasa kelu. Dia bersumpah, wajah pemilik suara berisik itu sangat cantik, tanpa make up tanpa polesan apa pun."Mas?" Dahinya berkerut."Oh. Seperti biasa aja," jawab Raihan gugup. Gadis itu menyerahkan uang sepuluh ribu."Ambil saja kembaliannya, saya sudah terlambat." Dia langsung balik kanan.Raihan masih terpukau melihatnya, kenapa ada bidadari yang tersesat ke dunia? Tiba-tiba dia berniat membidikkan kameranya ke arah wanita itu, walaupun lensanya tidak menangkap wajah wanita itu, namun jilbab panjang yang berkibar itu cukup menarik untuk di jadikan objek.Seumur hidup, baru kali ini dia tertarik dengan wanita yang memakai jilbab. Wajah itu, seharusnya dia mengeluarkan kameranya lebih cepat.***Raihan memandang datar pemandangan sunset di depannya. Jika biasanya dia akan membidikkan kameranya ke berbagai arah, namun tidak untuk saat ini. Dia seperti orang yang kehilangan nafsu makan. Benda andalan itu tergelatak begitu saja di atas tempat tidur di hotel dia menginap.Raihan menghisap rokoknya dalam. Pria pendiam tak banyak bicara itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya, seorang artis yang sedang naik daun berpose profesional di depannya. Raihan melakukan pekerjaan dengan tidak semangat, dia menjadi lesu dan bosan.Sebulan berlalu, setelah wanita berjilbab panjang itu yang seenaknya membonceng di belakangnya dan menyangka dia adalah tukang ojek. Sebulan itu pula Raihan melalui hari dengan uring-uringan, dia sendiri tidak mengerti dengan dirinya, bukan berarti dia tidak terbiasa beribteraksi dengan wanita cantik yang menggunakan hijab, malah ada juga beberapa modelnya yang dari awal memang seorang muslimah.Ada yang berbeda pada wanita yang mengaku bekerja sebagai guru itu. Tapi dia sendiri tidak tau itu apa, soal kecantikan memang dia sangat cantik, tapi Raihan merasa bukan itu penyebabnya dia memikirkan wanita itu siang dan malam. Sejauh apa pun dia berfikir, dia tidak menemukan jawaban atas ke anehan dirinya.Raihan membuang puntung rokoknya ke tong sampah, mengusap rambut pendeknya bosan. Apa dia harus pergi lagi ke desa itu? Supaya dia bisa mencari jawaban sendiri. Namun, cara itu terkesan konyol dan bukanlah dirinya, dia adalah pekerja yang sangat sibuk, tak biasa menghabiskan waktu dengan hal yang tidak berguna.Raihan menenggak air putih di atas nakas dengan sekali teguk, serentak dengan terbukanya kamar hotel miliknya.Raihan langsung mendengus, sambil mengusap gelas di tangannya. Wanita cantik itu tampak tidak peduli, dengan santai dia duduk di pinggir ranjang."Ada apa ke sini?" Tanya Raihan melirik sekilas. Yang ditanya bangkit berlahan, bunyi ketukan sepatu memenuhi kamar."Kau terlihat tidak ingin menerima tamu.""Aku lelah.""Aku melihat kau semakin aneh beberapa hari ini." Wanita bertubuh tinggi semampai itu meraih kotak rokok yang tergeletak pasrah di atas nakas. Raihan melirik tidak suka."Kau merokok lagi?""Sepertimu.""Grace, bisa tinggalkan aku sendiri?" Raihan menatap bosan wanita cantik yang berdiri di sampingnya. Wanita itu tersenyum dingin, kemudian membuang rokoknya yang baru dibakar sebagian."Apa tidak ada lagi sedikit saja rasa di hatimu padaku?""Hubungan kita sudah berakhir, dua tahun yang lalu. Dan aku bukan laki- laki yang akan mengulang masa lalu yang sama.""Semua yang kau lihat waktu itu tidak benar. Aku dan Jonathan tidak memiliki hubungan khusus." Grace mulai tampak sendu."Tidak seharusnya kita mengungkit itu lagi, aku menerimamu hanya sebatas partner kerja, tidak lebih.""Kau tak memberiku kesempatan menjelaskan,""Grace, sudahlah. Aku bosan membicarakan masalah ini terus menerus."Grace terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Berjuang demi cintanya selama ini tetap tidak membuahkan hasil."Aku yakin kau masih mencintaiku. Aku mengamatimu terus, Rai. Kau tak dekat dengan perempuan manapun dua tahun ini.""Aku tak ingin lagi berpacaran, usiaku sudah tiga puluh tahun." Suara Raihan datar."Tidak bisakah kita mencoba lagi?" Grace menatap penuh harap, air mata putus asa mulai menganak di kelopak matanya.Raihan mendesah lelah, dia bangkit. Memegang kedua bahu Grace, mengangkat wajah cantik yang menunduk itu."Lupakan aku! Tidak ada lagi cinta, Grace. Jika itu yang ingin kau dengar."Raihan lalu menyambar kameranya, meninggalkan gadis itu menangis tergugu sendiri.Via meletakkan kepalanya ke meja kerja yang penuh dengan tumpukan soal yang belum tersentuh untuk diperiksa. Setelah mengawas Try Out non stop dari jam tujuh, dilanjukan sampai jam dua. Bahkan di jam istirahat yang berdurasi 15 menit, dia tak sempat mengisi perutnya, sebab ada wali murid yang datang ke sekolah menanyainya ini dan itu."Pulang yuk, Via!" ajak Maryam, teman sesama pengajar."Iya, aku butuh tidur, kepalaku sakit." Via merapikan mejanya, mematikan laptopnya lalu memasukkan benda itu ke dalam tas."Itu makanya, buruan nikah, biar hidupmu gak monoton," ledek Maryam. Dia melirik sang suami yang sudah melambaikan tangan padanya lewat jendela kaca."Belum ada yang cocok.""Kau itu terlalu pemilih, banyak utadz di sini yang menaruh hati padamu. Tapi kau malah menolak bahkan sebelum mereka mengutarakan perasaannya.""Aku suka yang berbeda." Mata bulat Via menerawang. Mereka berjalan beriringan ke luar ruangan majellis guru."Seperti apa?""Tidak tau, tapi yang beda aja. Belum ju
Raihan tak kehilangan akal, setelah menggendong wanita itu lalu merebahkannya di ranjang berukuran single, Raihan langsung berjalan keluar mencari sesuatu yang bisa membuat gadis itu siuman. Mata jeli Raihan, menangkap sekantong plastik obat beserta sebuah minyak kayu putih yang tergeletak di meja kerja gadis itu. Raihan meraih minyak kayu putih tersebut dan masuk kembali ke dalam kamar Via.Raihan menghela nafas, dia tak punya pengalaman sama sekali dalam merawat orang sakit. Tapi dia merasa minyak kayu putih ini bisa membantu.Raihan mengusapkan sedikit minyak kayu putih itu di bawah hidung Via. Melihat kondisinya, wanita itu memang terlihat lemah dan pucat. Sedetik kemudian, Via mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan. Awalnya sayu lalu berganti dengan jeritan kaget."Astagfirullah, apa yang mas lakukan di sini?" Via meraup selimut dan menutupi dirinya yang masih berpakaian utuh. Dia baru menyadari saat dingin menerpa kulitnya karena baju gamisnya yang basah.Raihan diam saja mem
Raihan berulangkali mengubah posisi tidurnya. Kenapa ranjang empuk ini berubah menjadi duri yang membuat tubuhnya tak nyaman. Sekarang sudah jam sepuluh malam, besok dia harus menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk gara-gara penyamaran menjadi tukang ojek yang dilakukannya beberapa hari yang lalu.Raihan bisa gila, wajah cantik yang itu terbayang-bayang nyata di matanya. Dua hari dia memendam rindu yang tak berkesudahan, rindu yang tak bisa diobati hanya dengan membayangkan wajahnya saja."Ada apa denganku?" Raihan bangkit, mengacak rambutnya putus asa. Dia bagaikan pengguna narkoba yang sakau. Pemuda tampan itu bangkit dari ranjangnya sambil meneguk air putih yang terletak di atas nakas.Sejenak dia merenung. Lalu dengan cepat dia menyambar kunci motornya sambil mengumpat. "Sial! Ada apa denganku?" Hati menolak, tapi tubuh bergerak. Dia sudah memutuskan akan mendatangi wanita itu malam ini, dia butuh bertemu walaupun satu detik saja. Raihan memasang jaket tebalnya, tidak lupa ka
Via kehabisan akal membujuk Raihan untuk keluar dari kos-kosannya. Setelah aksi menampar tadi, laki-laki yang ditampar memasang raut datar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Yang membuat Via jengkel, bagaimana bisa si mas tukang ojek itu mengeluh lapar setelah kena tampar.Pada akhirnya Via tak punya pilihan lain selain mengambilkan sepiring nasi beserta lauk apa adanya untuk pria itu. Via memandang kesal wajah tak bersalah laki-laki yang tengah lahap menghabiskan hidangan yang disajikan tak ikhlas di depannya.Via masih berdiri sambil bersidekap dan memasang raut permusuhan, menunggu pria itu untuk keluar dari rumah kos miliknya, namun lima menit setelah menghabiskan sepiring nasi, tak ada niat laki-laki itu beranjak menuju pintu keluar."Mas, ini tidak lucu.""Aku tidak tertawa."Raihan pura-pura bodoh. Melihat itu, Via semakin meradang."Mas, keluar!" Via menunjuk pintu keluar disertai suara meninggi. Raihan bangkit berjalan mendekat, Via langsung mundur mempersiapkan diri untuk mela
Mata bening itu menatap Raihan dongkol. Kenapa ada pria aneh seperti ini? Masuk seperti maling dan malah tak merasa malu saat tertangkap. Raihan celingak-celinguk bodoh. Setelah memaksa Via memakan sepiring nasi, dia masih duduk santai di ruang tamu gadis itu."Apa anda tak pernah belajar etika?" Pertanyaan sama. Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wanita ini sungguh cerewet. Salah satu sifat yang tidak disukainya. Tapi kenapa malah tak Masalah jika sifat itu dimiliki Via? Cinta memang buta."Aku ingin bermalam di sini," katanya santai.Via melebarkan matanya, dia berusaha untuk tidak menangis. Namun air mata sialan itu malah meluncur turun tak tau malu. Raihan gelagapan, dia membuka dan menutup mulutnya kembali. Mencoba menggapai gadis itu tapi kembali di urungkannya."Anda jahat," desis Via. Dia terlihat putus asa. Beberapa detik kemudian bunyi bantingan pintu kamar menyadarkan Raihan."He ... Hei, Nona. Aku akan keluar, akan pergi. Tapi kunci pintunya. Nanti ada maling y
Raihan membuang rokoknya gelisah. Bagaimana tidak, beberapa perusahaan membatalkan kerja sama dengannya karena dianggap molor melaksanakan pekerjaan. Raihan pada dasarnya tak peduli. Walaupun dia adalah seorang fotografer, namun dia adalah anak pemilik perusahaan besar di negri ini. Dia memiliki kekayaan lebih dari cukup walaupun menghabiskan hari-harinya untuk bersantai.Grace, wanita itu kembali datang dengan kegigihannya, dia mengatakan secara terang-terangan akan membuat Raihan kembali jatuh cinta padanya. Namun semua itu tak dipedulikan lagi oleh Raihan. Seperti biasa, dia akan meninggalkan wanita itu lebih dulu, meninggalkan Grace dengan air mata kecewa dan terlukanya.Raihan kadang mengutuk dirinya sendiri yang sudah tidak waras. Dia bertingkah seperti mafia yang mengintai mangsa dua puluh empat jam. Di sini dia sekarang, di gerbang pondok pesantren tempat Via mengajar, demi berjumpa gadis itu, dia sudah menggadaikan gengsinya yang selama ini sangat tinggi.Raihan sempat kesal.
Via memandang pantulan dirinya dengan bosan di cermin di depannya. Sungguh, moodnya terjun ke jurang atas teror pria aneh itu. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga berurusan dengan si mas ojek yang membuatnya takut dan jengkel secara bersamaan.Via meraih jilbab panjang sederhana dan gamis pudar bewarna ungu, dia tak memoles wajah sedikitpun, tujuannya supaya laki-laki itu tak lagi mengaguminya dan menjauh darinya.*****Via hanya tersenyum kecut melihat pria di depannya. Ternyata laki-laki itu sudah lebih dulu sampai di toko buku langgangan Via. Entah dari mana pria itu tahu tentang toko yang selalu dikunjungi Via tersebut, padahal dia tak pernah diantar oleh si mas tukang ojek itu ke sini.Ada yang berbeda, kali ini dia tak terlihat seperti tukang ojek. Dia memakai kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya, sekilas lihat kaos itu terlihat biasa, tapi jika diteliti lebih dekat, Via tahu persis bahwa kaos itu adalah kaos mahal yang tak bisa dimiliki semua orang karena harganya ya
Via merasa ada yang janggal saat ini, laki-laki itu sama sekali tidak menempuh jalan menuju pondok pesantren. Dia tau betul, jalan ini menuju jalan tol ke Jakarta. Gadis itu berubah resah, hatinya mendadak berfirasat tak enak. Pasti ada sesuatu yang akan di rencanakan laki-laki itu."Ini salah jalan, Mas." Via terdengar panik, matanya melebar melihat keluar melalui kaca mobil. Bahkan mereka sudah masuk ke jalan tol."Jalan ini benar,""Apa maksud, Mas?" Via merasakan jantungnya berdentum ketakutan. Dia mulai mencari cara untuk kabur. Tapi demi tuhan, semua pintu terkunci dan wajah laki-laki itu tampak menegang misterius."Sudah ku bilang kita akan menikah."" Berhenti, berhenti sekarang juga!" Via menjerit sambil mendorong pintu mobil yang tak bisa dibukanya."Kita akan menikah.""Anda gila, hentikan mobil ini. Saya akan berteriak." Via sangat panik. Kenapa dia mempercayai orang gila di sampingnya. Padahal dia tau laki-laki ini adalah teror yang berbahaya."Takkan ada yang mendengarmu