Via meletakkan kepalanya ke meja kerja yang penuh dengan tumpukan soal yang belum tersentuh untuk diperiksa. Setelah mengawas Try Out non stop dari jam tujuh, dilanjukan sampai jam dua. Bahkan di jam istirahat yang berdurasi 15 menit, dia tak sempat mengisi perutnya, sebab ada wali murid yang datang ke sekolah menanyainya ini dan itu.
"Pulang yuk, Via!" ajak Maryam, teman sesama pengajar."Iya, aku butuh tidur, kepalaku sakit." Via merapikan mejanya, mematikan laptopnya lalu memasukkan benda itu ke dalam tas."Itu makanya, buruan nikah, biar hidupmu gak monoton," ledek Maryam. Dia melirik sang suami yang sudah melambaikan tangan padanya lewat jendela kaca."Belum ada yang cocok.""Kau itu terlalu pemilih, banyak utadz di sini yang menaruh hati padamu. Tapi kau malah menolak bahkan sebelum mereka mengutarakan perasaannya.""Aku suka yang berbeda." Mata bulat Via menerawang. Mereka berjalan beriringan ke luar ruangan majellis guru."Seperti apa?""Tidak tau, tapi yang beda aja. Belum jumpa.""Aku doakan semoga ketemu. Aku duluan ya...!" Maryam menggandeng suaminya sambil tersenyum pada Via. Via mengangguk, sambil mengawasi pasangan penganten baru setahun itu.Via berjalan perlahan mendekati gerbang pondok pesantren. Untung saja hari ini jam mengawasnya habis jam dua, Via benar benar benar lelah. Terkadang Via ingin mencuri waktu dan mengambil cuti supaya pulang ke kampung halamannya. Namun, pekerjaan sebagai PNS di desa ini membuatnya terikat dan tidak bisa libur sembarangan.Via menutup pagar gerbang pondok pesantren kembali. Duduk di bangku kayu yang dibuat untuk tempat menunggu ojek, di bawah pohon Akasia tua yang sudah berumur hampir satu abad.Baru saja Via mendesah pelan, sebuah motor mendekat padanya. Si pemilik motor membuka helmnya dan menyapa Via yang mencoba mengingat ingat."Ojek, Mbak?" tawarnya. Baru Via ingat, mas ini yang pernah mengantarnya sebulan yang lalu. Namun baru muncul kembali sekarang."Iya, tapi singgah ke toko buku boleh, Mas? Ntar saya tambah uang tip deh."Laki-laki yang mengaku tukang ojek itu adalah Raihan. Kali ini penyamarannya sangat sempurna, motor bebek tua dan jaket lusuh yang warnanya sudah memudar. Raihan merasa seperti orang gila, membeli dengan harga mahal jaket asistennya yang pelit itu karena yang punya tak mau memberikan dengan alasan jaket itu banyak historinya. Namun, saat Raihan menyogok dengan uang lima ratus ribu, asistennya itu langsung mengangguk dengan senyum sumringah.Via sudah duduk manis membonceng di belakang dan sedikit memberi jarak agar bahunya tidak bersentuhan dengan Raihan. Sedangkan laki-laki itu, menghirup wangi samar yang menguar dari gadis di belakangnya, gadis yang membuatnya tak bisa tidur dan mengubahnya dari orang waras menjadi orang gila.Raihan merasakan jantungnya berdentum beberapa saat yang lalu, saat mata polos ibuk guru yang hari ini memakai jilbab warna abu-abu pucat. Raihan merasa hatinya bersorak dengan pertemuan ini, dia tak bisa mengelak lagi, bahwa dia sudah jatuh cinta pada wanita ini."Mangkal dimana, Mas? Jarang terlihat," kata Via yang tak bisa menahan rasa penasarannya."Oh, saya jarang mangkal, Mbak. Palingan narik ojek sekali-sekali pas ada waktu," jawab Raihan, dia senang dengan perhatian kecil sang pujaan hati. Dia melirik spion motor, mangamati wajah gadis itu yang pipinya memerah kena sinar matahari."Tempat tinggal saya agak jauh, Mas. Kita ke kossan saya dulu buat ngambil uang, habis itu kita ke toko buku. Bisa kan mas?"Tentu saja bisa, Raihan akan mengantar gadis itu kemana pun, bahkan ke langit ke tujuh."Mas?""Oh, eh baik, Mbak." Raihan tergagap. Motor melaju mulus, terkesan pelan, seolah-olah Raihan menikmati detik yang mereka lalui berkendara berdua. Ya tuhan, bahkan statusnya hanya tukang ojek.Via memberikan komando, mengarahkan jalan mana yang di lalui. Sepuluh menit kemudian, mereka berhenti di rumah kecil yang di kelilingi pohon rindang dan taman bunga.Via turun perlahan. "Mas, lima menit." Katanya dengan senyum tak enak, dia merasa perlu ke kamar kecil karena perutnya melilit sakit.Raihan mengangguk, matanya awas mengawasi gadis itu. Lima menit, sepuluh menit, sampai dua puluh menit, gadis itu tidak muncul juga. Raihan menimbang, apakah dia harus melihat sendiri gadis itu? Hatinya merasa tidak enak.Akhirnya Raihan memutuskan untuk menyusul gadis itu. Berjalan perlahan sambil mengamati situasi yang sepi. Raihan mendorong pintu masuk itu perlahan, masuk hati hati sambil memanggil gadis itu."Mbak?" Tak ada sahutan, Raihan semakin curiga. Dia mendengar bunyi kran air yang di lepas."Mbak?" Raihan memanggil lagi. Tetap tak ada sahutan dari dalam. Namun pintu kamar mandi terbuka.Mata Raihan terbelalak, saat gadis itu tersungkur di lantai keramik kamar mandi dalam ke adaan pingsan. Baju dan kerudungnya sudah basah, bibirnya pucat pasi."Mbak?" Raihan menepuk pipi pucat itu tapi tidak ada jawaban."Sial." Raihan akhirnya mengangkat gadis itu kepangkuannya. Tak peduli dengan bajunya yang ikutan basah.Raihan tak kehilangan akal, setelah menggendong wanita itu lalu merebahkannya di ranjang berukuran single, Raihan langsung berjalan keluar mencari sesuatu yang bisa membuat gadis itu siuman. Mata jeli Raihan, menangkap sekantong plastik obat beserta sebuah minyak kayu putih yang tergeletak di meja kerja gadis itu. Raihan meraih minyak kayu putih tersebut dan masuk kembali ke dalam kamar Via.Raihan menghela nafas, dia tak punya pengalaman sama sekali dalam merawat orang sakit. Tapi dia merasa minyak kayu putih ini bisa membantu.Raihan mengusapkan sedikit minyak kayu putih itu di bawah hidung Via. Melihat kondisinya, wanita itu memang terlihat lemah dan pucat. Sedetik kemudian, Via mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan. Awalnya sayu lalu berganti dengan jeritan kaget."Astagfirullah, apa yang mas lakukan di sini?" Via meraup selimut dan menutupi dirinya yang masih berpakaian utuh. Dia baru menyadari saat dingin menerpa kulitnya karena baju gamisnya yang basah.Raihan diam saja mem
Raihan berulangkali mengubah posisi tidurnya. Kenapa ranjang empuk ini berubah menjadi duri yang membuat tubuhnya tak nyaman. Sekarang sudah jam sepuluh malam, besok dia harus menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk gara-gara penyamaran menjadi tukang ojek yang dilakukannya beberapa hari yang lalu.Raihan bisa gila, wajah cantik yang itu terbayang-bayang nyata di matanya. Dua hari dia memendam rindu yang tak berkesudahan, rindu yang tak bisa diobati hanya dengan membayangkan wajahnya saja."Ada apa denganku?" Raihan bangkit, mengacak rambutnya putus asa. Dia bagaikan pengguna narkoba yang sakau. Pemuda tampan itu bangkit dari ranjangnya sambil meneguk air putih yang terletak di atas nakas.Sejenak dia merenung. Lalu dengan cepat dia menyambar kunci motornya sambil mengumpat. "Sial! Ada apa denganku?" Hati menolak, tapi tubuh bergerak. Dia sudah memutuskan akan mendatangi wanita itu malam ini, dia butuh bertemu walaupun satu detik saja. Raihan memasang jaket tebalnya, tidak lupa ka
Via kehabisan akal membujuk Raihan untuk keluar dari kos-kosannya. Setelah aksi menampar tadi, laki-laki yang ditampar memasang raut datar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Yang membuat Via jengkel, bagaimana bisa si mas tukang ojek itu mengeluh lapar setelah kena tampar.Pada akhirnya Via tak punya pilihan lain selain mengambilkan sepiring nasi beserta lauk apa adanya untuk pria itu. Via memandang kesal wajah tak bersalah laki-laki yang tengah lahap menghabiskan hidangan yang disajikan tak ikhlas di depannya.Via masih berdiri sambil bersidekap dan memasang raut permusuhan, menunggu pria itu untuk keluar dari rumah kos miliknya, namun lima menit setelah menghabiskan sepiring nasi, tak ada niat laki-laki itu beranjak menuju pintu keluar."Mas, ini tidak lucu.""Aku tidak tertawa."Raihan pura-pura bodoh. Melihat itu, Via semakin meradang."Mas, keluar!" Via menunjuk pintu keluar disertai suara meninggi. Raihan bangkit berjalan mendekat, Via langsung mundur mempersiapkan diri untuk mela
Mata bening itu menatap Raihan dongkol. Kenapa ada pria aneh seperti ini? Masuk seperti maling dan malah tak merasa malu saat tertangkap. Raihan celingak-celinguk bodoh. Setelah memaksa Via memakan sepiring nasi, dia masih duduk santai di ruang tamu gadis itu."Apa anda tak pernah belajar etika?" Pertanyaan sama. Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wanita ini sungguh cerewet. Salah satu sifat yang tidak disukainya. Tapi kenapa malah tak Masalah jika sifat itu dimiliki Via? Cinta memang buta."Aku ingin bermalam di sini," katanya santai.Via melebarkan matanya, dia berusaha untuk tidak menangis. Namun air mata sialan itu malah meluncur turun tak tau malu. Raihan gelagapan, dia membuka dan menutup mulutnya kembali. Mencoba menggapai gadis itu tapi kembali di urungkannya."Anda jahat," desis Via. Dia terlihat putus asa. Beberapa detik kemudian bunyi bantingan pintu kamar menyadarkan Raihan."He ... Hei, Nona. Aku akan keluar, akan pergi. Tapi kunci pintunya. Nanti ada maling y
Raihan membuang rokoknya gelisah. Bagaimana tidak, beberapa perusahaan membatalkan kerja sama dengannya karena dianggap molor melaksanakan pekerjaan. Raihan pada dasarnya tak peduli. Walaupun dia adalah seorang fotografer, namun dia adalah anak pemilik perusahaan besar di negri ini. Dia memiliki kekayaan lebih dari cukup walaupun menghabiskan hari-harinya untuk bersantai.Grace, wanita itu kembali datang dengan kegigihannya, dia mengatakan secara terang-terangan akan membuat Raihan kembali jatuh cinta padanya. Namun semua itu tak dipedulikan lagi oleh Raihan. Seperti biasa, dia akan meninggalkan wanita itu lebih dulu, meninggalkan Grace dengan air mata kecewa dan terlukanya.Raihan kadang mengutuk dirinya sendiri yang sudah tidak waras. Dia bertingkah seperti mafia yang mengintai mangsa dua puluh empat jam. Di sini dia sekarang, di gerbang pondok pesantren tempat Via mengajar, demi berjumpa gadis itu, dia sudah menggadaikan gengsinya yang selama ini sangat tinggi.Raihan sempat kesal.
Via memandang pantulan dirinya dengan bosan di cermin di depannya. Sungguh, moodnya terjun ke jurang atas teror pria aneh itu. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga berurusan dengan si mas ojek yang membuatnya takut dan jengkel secara bersamaan.Via meraih jilbab panjang sederhana dan gamis pudar bewarna ungu, dia tak memoles wajah sedikitpun, tujuannya supaya laki-laki itu tak lagi mengaguminya dan menjauh darinya.*****Via hanya tersenyum kecut melihat pria di depannya. Ternyata laki-laki itu sudah lebih dulu sampai di toko buku langgangan Via. Entah dari mana pria itu tahu tentang toko yang selalu dikunjungi Via tersebut, padahal dia tak pernah diantar oleh si mas tukang ojek itu ke sini.Ada yang berbeda, kali ini dia tak terlihat seperti tukang ojek. Dia memakai kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya, sekilas lihat kaos itu terlihat biasa, tapi jika diteliti lebih dekat, Via tahu persis bahwa kaos itu adalah kaos mahal yang tak bisa dimiliki semua orang karena harganya ya
Via merasa ada yang janggal saat ini, laki-laki itu sama sekali tidak menempuh jalan menuju pondok pesantren. Dia tau betul, jalan ini menuju jalan tol ke Jakarta. Gadis itu berubah resah, hatinya mendadak berfirasat tak enak. Pasti ada sesuatu yang akan di rencanakan laki-laki itu."Ini salah jalan, Mas." Via terdengar panik, matanya melebar melihat keluar melalui kaca mobil. Bahkan mereka sudah masuk ke jalan tol."Jalan ini benar,""Apa maksud, Mas?" Via merasakan jantungnya berdentum ketakutan. Dia mulai mencari cara untuk kabur. Tapi demi tuhan, semua pintu terkunci dan wajah laki-laki itu tampak menegang misterius."Sudah ku bilang kita akan menikah."" Berhenti, berhenti sekarang juga!" Via menjerit sambil mendorong pintu mobil yang tak bisa dibukanya."Kita akan menikah.""Anda gila, hentikan mobil ini. Saya akan berteriak." Via sangat panik. Kenapa dia mempercayai orang gila di sampingnya. Padahal dia tau laki-laki ini adalah teror yang berbahaya."Takkan ada yang mendengarmu
Via yang awalnya kehilangan akal, akhirnya mendorong Raihan dengan kekuatan yang tersisa. Raihan hanya bergeser sedikit, karena baginya tenaga Via belum apa-apa. Raihan bukanlah laki-laki yang kasar, dia hanya sedikit pemaksa. Sangat posesif dengan sesuatu yang sudah dia klaim sebagai miliknya. Tapi dengan gadis itu, keposesifan menjadi tak wajar, dia sendiri menyadari hal itu tapi dia tak ingin mengalah.Dia pernah jatuh cinta, jatuh cinta pada Grace, wanita cantik yang namanya begitu Masyur di negri ini. Jatuh cinta parah sampai dia merelakan hidup matinya demi bisa bersama wanita itu. Orang tua Raihan tak merestui mereka, karena bagi ibu Raihan, dia tak membutuhkan menantu yang cantik atau terkenal, walaupun tinggal di luar negri, sebagai wanita Jawa tulen dia ingin menantu yang bisa di andalkan.Namun, apa yang terjadi, perjuangannya untuk mendapatkan restu dibalas tak adil oleh Grace, Grace malah kedapatan tidur dengan orang yang sangat dikenal Raihan dan dipercayainya sel