Via masih meringkuk di pojok kamar yang sudah disulap menjadi kamar penganten bagi mereka. Dia menghabiskan waktu dengan menangis, kenapa hidupnya begitu miris? Bukan pernikahan seperti ini yang dia inginkan.Dia tak meminta banyak dalam hidupnya, dia hanya ingin di pertemukan dengan laki-laki yang Sholeh yang mampu membuatnya semakin dekat dengan Rabb nya, tidak perlu kaya dan terkenal. Cukup rumah sederhana dan dipenuhi canda tawa dan ibadah di dalamnya.Raihan bukan tipenya. Laki-laki itu begitu asing seperti bumi dan langit baginya. Dia bukan contoh laki-laki yang diidamkannya selama ini. Raihan adalah contoh laki-laki modern yang memiliki dunia yang berbeda dengannya. Yang Via sesali, kenapa kedua orangtuanya begitu mudah terlibat dan termakan tipu muslihat dari Raihan. Kenapa mereka tak pernah berubah, akan luluh jika sudah dihadapkan dengan materi dan gemerlap dunia. Bahkan sang ayah hanya melafazkan ijab Qabul dalam sekali tarikan nafas. Tak peduli dengan Via yang terisak de
Via terbangun jam lima subuh saat suara azan terdengar sayup-sayup. Dia turun dari ranjangnya, melangkah hati-hati. Sedangkan Raihan masih bergelung dalam selimut belum ada tanda-tanda akan bangun untuk menunaikan shalat subuh.Via pun tak berniat membangunkan laki-laki yang sudah sah jadi suaminya selama semalam ini. Tidak saling ikut campur mungkin lebih baik bagi mereka karena pernikahan ini takkan berlangsung lama. Via hanya beristigfar dalam hati meminta ampun kepada Allah atas semua ini. Sehabis shalat subuh, Via melanjutkan tilawahnya dan memurajaah hafalannya yang sudah masuk ke juz 25. Dia menargetkan bisa menguasai hafalan Al-Qur'annya 30 juz dalam tahun ini. Artinya tunggal empat bulan lagi waktu yang bersisa untuk melanjutkan perjuangannya.Via berjalan hati-hati menuruni tangga. Dia takjub, belum pernah seumur hidupnya melihat rumah semewah ini. Arsiteknya benar-benar patut di acungi jempol. Sayangnya ini bukanlah rumahnya.Via baru saja menginjak kakinya di dapur saat
Seharian ini Via hanya melakukan kegiatan yang tak berarti. Dulu, sewaktu kecil dia bermimpi, ingin menjadi orang kaya yang memiliki rumah seperti istana dengan puluhan pelayan di dalamnya, makanan enak dan baju yang bagus.Hari ini dia memiliki kesempatan untuk itu. Jangan ditanya pelayanan apa yang didapatkannya selama sehari ini. Dia diperlakukan seperti ratu di rumah ini. Tapi tetap saja, dia tak bahagia.Pelayan sekali satu jam bertanya padanya apa yang dia inginkan, sampai-sampai Via bosan mendengar pertanyaan yang sama berulangkali. Bukan ini yang dia butuhkan, serta bukan makanan enak yang dia mau.Bukan juga baju-baju gamis baru yang bahkan harganya sama dengan sebulan gajinya sebagai PNS. Dia tak diperbolehkan menyentuh dapur, yang dilakukannya hanya berjalan kesana-kemari mengelilingi rumah seperti orang kebingungan.Ternyata tidak selalu enak menjadi orang kaya. Dia lebih menikmati tinggal di kamar asrama putri dengan tempat tidur bertingkat dan ruangan yang sempit. Atau
Dua asisten hanya saling pandang tak enak satu sama lain. Mereka hanya pasrah melihat nyonya muda mereka bergerak lincah di dapur itu. Iya, pagi ini Via bersikeras ingin menyiapkan sarapan sendiri, padahal dua asisten itu sudah memohon agar Via tak ikut terjun ke dapur.Raihan terpancing dengan suara ribut-ribut dari dapur. Laki-laki tampan itu memandang dua asistennya yang tertunduk lesu."Sudah kami larang, Tuan. Tapi,""Biarkan saja." Raihan malah tersenyum dan tidak menunjukkan kemarahan. Dua pembantu itu akhirnya bernafas lega.Raihan lalu meninggalkan mereka, ternyata wanita itu memang membuktikan ucapannya menjadi sedikit patuh. Delapan hari lagi, Raihan harus mencari cara agar wanita itu tidak bisa pergi.Tak lama menunggu, Via datang dengan dua piring nasi goreng yang mengeluarkan aroma menggugah selera serta dua gelas jus jeruk, Via lalu menyodorkannya pada Raihan dengan wajah datar.Raihan tersenyum kecil. Namun, Via memilih tak peduli. Pagi ini dia begitu cantik dengan gam
Perjalanan ke Bandung bisa di katakan tidak begitu lancar. Jalanan dalam kondisi macet, untung saja Raihan bisa dengan gesit menyelip walaupun harus berhati-hati. Tinggal tiga puluh menit lagi mereka akan sampai ke tempat yang dituju. Dalam selama perjalanan tak ada percakapan berarti, Via memilih diam dan tak ingin terlibat basa basi dengan Raihan.Hujan rintik-rintik turun, Raihan masih melajukan motor dengan kecepatan sedang, namun beberapa ratus meter hujan malah turun semakin deras. Mau tak mau Raihan menepikan motornya mencari tempat berteduh.Hanya sebuah kedai yang sudah lama tak ditempati tapi dengan atap yang masih utuh. Raihan membantu Via untuk turun dari motornya walaupun tangannya disambut dengan enggan oleh gadis itu.Raihan mengusap jaketnya yang basah terkena air hujan. "Kita harus masuk ke dalam! Hujan terlalu deras." Raihan berbicara cukup kuat suapaya Via mendengar dengan jelas. Via hanya menurut, berjalan perlahan sambil mengangkat gamisnya yang sudah basah. Unt
Ibu Raihan adalah wanita lemah lembut penuh tata Krama. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, takkan ada yang memungkiri bahwa dia masih sangat cantik. Tatapannya sama persis dengan tatapan Raihan yang mengintimidasi dan membuat takluk lawan bicaranya.Via tak menyangka akan diterima semudah ini. Bahkan wanita itu tak sungkan untuk memeluk dirinya yang masih basah kuyup. Benar-benar mertua idaman semua wanita, cara bicaranya mencerminkan dia adalah wanita terhormat dan terdidik.Saat ini mereka tengah duduk bersama di beranda Villa, sambil meminum teh hangat dan cemilan."Ibu sangat bersyukur, Raihan mendapatkan istri sepertimu. Saat dia menunjukkan fotomu, ibu langsung menyetujuinya."Via hanya mengangguk kikuk, sedangkan Raihan yang menggunakan kesempatan itu untuk menggenggam jemari Via. Raihan tau, wanita itu takkan menolak, karena Raihan sudah mewanti-wanti agar Via bisa menjalankan peran di depan ibunya. Via hanya bisa pasrah, saat Raihan mengelus ibu jarinya tanpa peduli deng
Apa yang lebih menyedihkan dari pada hati dan tubuh yang tak selaras. Hati menolak tubuh menyambut. Detik dan menit penuh siksaan kenikmatan. Via hanya bisa menangis putus asa dengan segala yang terjadi saat ini. Suara tangis bercampur dengan suara aneh yang bahkan tak bisa di tahan meluncur dari mulutnya . Via ingin menolak, ingin mendorong kuat tubuh itu dengan tenaga yang bersisa dan melemparkan cacian serta mengutuk dirinya sendiri. Dia ingin memaki ke kurang ajaran pria itu yang menyentuhnya sepuas hatinya.Tapi yang terjadi, dia malah membantu pencapaian yang tak kunjung selesai. Menerima secara suka rela setiap perlakuan laki-laki yang menekannya selama ini. Dia bertingkah sangat memalukan, hati nya membenci dirinya dan laki-laki itu.Ini bukan dirinya, ini jelas salah, jelas- jelas bukan dirinya. Tapi Via tak berdaya mempertahankan logikanya saat ini, laki-laki itu memperlakukannya begitu lembut seolah dia adalah porselen mahal yang berharga. Dan dia...begitu hina tak mampu m
Via memutuskan untuk kembali menemui ibu kosnya yang lama. Dia berniat menempati rumah kos lama yang masih kosong. Masih ada waktu enam hari untuk menghabiskan cuti. Selama enam hari itu dia akan menata hatinya kembali, untuk kembali bangkit dari bayang-bayang Raihan.Via memandang kamar lamanya dengan nanar, beberapa barang masih tertinggal di situ karena dia tergesa-gesa pindah ke asrama. Via merebahkan dirinya di atas ranjang, mencoba menganalisa kembali setiap pertemuannya dengan Raihan. Mulai dari pengakuannya sebagai tukang ojek, sampai menjadi suaminya secara paksa. Via mengetahui hak dan kewajiban suami istri, tapi kenyataannya tak segampang itu, seharusnya ada kerelaan kedua belah pihak, ada kesepakatan, jika kedua boleh pihak tidak sepakat maka pernikahan tak mungkin terjadi. Raihan malah mengancam, memaksa, menyogok demi memenuhi ambisinya untuk menjadikan Via miliknya, tak peduli dengan kata tidak yang telah di katakannya berulang ulang.Jika pria itu meminta untuk be