Walaupun bertentangan dengan hatinya, Anggun terpaksa harus mengikuti kata-kata Sean. Dia segera memilih beberapa pakaian yang disediakan di sana dan dengan cepat mengenakannya. Bahkan sebelum jam dinding menyentuh pukul setengah delapan, dia dengan cepat berjalan ke luar. Tak mau sampai terlambat dan kembali memancing kemarahan Sean.Sesampainya di ruang makan, lagi-lagi aneka makanan yang menggugah selera menyambutnya. Namun nyatanya Anggun tak merasa bersemangat sama sekali. Karena dia tak lapar, karena makan bukan hal yang dia inginkan sama sekali saat ini.Tubuh Anggun sedikit menegang saat mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Suara langkah yang mendekat pun terdengar, yang entah kenapa terkesan seperti sura horor baginya. Membuat Anggun secara tanpa sadar mengeratkan cardigan di tubuhnya seperti dia sempat terus menarik-narik selimut tadi.“Bagus kamu akhirnya mendengarnya. Seharusnya sejak tadi kamu begini, sehingga hal tadi tak perlu terjadi.” Sean berkomentar datar sambi
Sambil mengepalkan tangannya erat-erat dan suara yang bergetar, Anggun memandang tajam pria asing di depannya itu. Karena lagi-lagi dia mendapat keterkejutan dari pernyataan yang keluar dari mulut pria itu.Karena bagaimana mungkin dia tak kaget? Pria yang bahkan masih belum dia ketahui namanya itu sendirilah yang bilang kalau tadi mereka telah berhubungan badan. Hal yang menurut orang tuanya tak boleh sembarangan dilakukan kalau bukan dengan orang yang Anggun cintai. Hal yang kata orang-orang seharusnya hanya dapat dilakukan saat telah menikah nanti. Namun pria ini bilang kalau tadi dia telah melakukan ‘hal itu’ terhadap Anggun? Parahnya… tanpa kemauan ataupun persetujuan darinya sama sekali.“Itu… nggak benar, bukan?” tanyanya tak lama. Masih berusaha untuk menyangkal hal itu walau firasatnya kian terasa memburuk.Namun lagi-lagi pria itu menunjukkan reaksi yang tak menyenangkan. Ia mendesah berat bercampur muak, tanpa ada penyesalan sama sekali. Bahkan setelah ia terbukti melakukan
Anggun sebenarnya masih curiga pada pil itu. Dia takut kalau benda itu diberikan padanya dengan maksud lain yang kurang baik dari Sean, serta dia khawatir kalau itu akan menimbulkan bahaya terhadap tubuhnya.Namun beberapa jam sejak berada di rumah ini dan mengenal tabiat pria asing itu membuatnya sadar kalau mengikuti ucapannya adalah hal yang paling tepat untuk Anggun lakukan. Selain itu karena dia telah dijanjikan bahwa semua pertanyaannya akan diberikan jawaban olehnya, sehingga Anggun berpikir untuk tidak merusak suasana hati pria itu agar janji tersebut dapat terpenuhi.‘Walaupun aku tak bisa sepenuhnya percaya dengan ucapannya. Tapi yang jelas, aku harus sesegera mungkin mendapatkan jawaban kenapa dia melakukan semua ini padaku. Aku juga ingin tahu dari mana dia tahu nama serta sejarah tentang diriku.’Setelah menghabiskan sebatang rokok tadi tadi, Sean tampak bangkit dari tempat duduknya. Hal itu membuat Anggun ikut bergegas berdiri, lalu dengan cepat mengikuti langkah kakinya
Setahun yang lalu….“Kami telah berusaha semaksimal mungkin. Tapi mohon maaf … kami tak bisa menyelamatkan nyawa kedua orang tua Anda.”Jantung Anggun seperti copot dan terbelah menjadi dua saat mendengar ucapan dari pria yang mengaku sebagai dokter yang memberi tindakan terhadap kedua orang tuanya. Orang yang tadi juga langsung menerima kedatangan mereka sejak turun dari ambulans.Padahal seharusnya ini menjadi hari yang wajar.Tidak ada yang aneh atau janggal sejak pagi, ketika dia kembali menemani Bapak dan Ibunya menjaga toko bunga mereka. Namun di sore hari, tatkala kedua orang itu pamit padanya untuk mengantarkan karangan bunga untuk pelanggan, tak sampai lima menit setelahnya terdengar suara benturan yang keras dan teriakan panik di mana-mana. Semua orang bilang padanya kalau mobil pick-up yang ditumpangi oleh Bapak dan Ibunya ditabrak oleh sebuah mini bus yang mengebut saat menyerobot lampu merah.Tapi ini apa? Bagaimana mungkin dia malah mendengar kabar ini?Bagaimana bisa o
Kembali ke zaman sekarang.“I-Itu adalah istri kamu?”Anggun bertanya tak yakin pada Sean setelah pria itu menceritakan sedikit tentang istrinya. Bagaimana menurut buku harian Tiara, kedua perempuan itu pertama kali bertemu di atap rumah sakit. Yang kemudian menjadi awal dan perantara dalam takdir kehidupan mereka masing-masing – Tiara meninggal karena penyakit tumor otak, sementara Anggun dapat melihat karena donor mata dari mendiang.“Kamu benar-benar tak ingat atau malah berpura-pura lupa? Bagaimana mungkin di momen sepenting itu – di mana seseorang memutuskan untuk mendonorkan bola mata padamu – kamu sama sekali tidak mengingatnya?” tanya Sean kembali dengan nada yang tajam dan penuh kritikan.“K-Karena tidak pernah ada pembicaraan sampai ke sana.” Anggun menyahut dengan lesu. Lagi-lagi dia masih kaget dengan semua ini, sehinggaa informasi itu diproses begitu lambat di otaknya. Sementara di hadapannya Sean terus menyudutkannya. “Baru sekarang kamu membahasnya, aku pun jadi baru in
Dear Diary ….Hari ini menjadi hari yang penuh dengan tragedi di hidupku. Saat bekerja, aku tiba-tiba merasa pusing lagi, sehingga kuputuskan untuk memeriksakan keadaanku kepada Dokter Aldi. Sudah bisa ditebak kalau beliau kembali mengatakan soal tumor di kepalaku yang semakin membesar dan menekan saraf-saraf di sekitar otakku, sehingga aku kembali disarankan untuk segera melakukan operasi pengangkatan.Tapi kamu tahu, bukan? Aku tetap tak mau melakukannya. Pada nyatanya aku ini juga pernah menjadi seorang Dokter, sehingga aku tahu betul dengan apa yang terjadi pada tubuhku. Kesempatanku untuk selamat dari operasi pengangkatan tumor itu hanya tinggal sekitar 15% saja, sisanya aku bisa mati atau bahkan berakhir menjalani hidup sebagai wanita cacat dan kehilangan kemampuan otakku untuk hal-hal sederhana seperti mengingat diriku atau orang lain di sekitarku.Aku tak mau. Terlebih, karena aku sekarang menyandang status sebagai seorang istri dari pria seperti Sean.Walaupun berjalan singka
Gara-gara membicarakan soal Tiara lagi, Sean ternyata jadi terus kepikiran. Pria itu jadi tak bisa tidur karena kembali dihantui oleh perasaan bersalah dan penyesalan yang selalu menyiksanya selama satu tahun belakangan ini.‘Argh, sial.’Pria sukses yang memiliki bisnis properti besar itu pun akhirnya menyerah. Dia bahkan bangun dari posisinya berbaring, lalu kembali terpengkur memandang potret wajah Tiara di foto pernikahan mereka.‘Kamu tak adil, Tiara. Kamu hanya terus menghakimiku dari sudut pandang kamu saja tanpa menanyakan pendapatku. Kamu juga hanya peduli pada perasaan orang lain saja tanpa benar-benar memikirkan suamimu ini.’Itu adalah omelan yang memang sering dilontarkannya pada Tiara saat berada di titik menyedihkan ini. Karena memang itulah reaksinya setahun yang lalu saat mendengar kematian Tiara begitu saja tanpa mengetahui penyakitnya sama sekali. Lantas saat membaca lembaran-lembaran buku hariannya, saat mengetahui sudut pandang Tiara akan dirinya, hal itu malah se
Saat terbangun di keesokan harinya, Anggun sudah tinggal sendirian di tempat tidur itu. Pria yang semalam bersamanya sudah tidak lagi di kamar itu. Seakan yang terjadi semalam itu hanya bagian dari mimpinya saja karena sekarang tak ada jejak Sean yang tertinggal sama sekali.‘Hari sudah lumayan tinggi. Dia mungkin sudah berangkat bekerja tadi pagi-pagi sekali.’Anggun bergumam di dalam hati setelah melirik jam dinding yang ada di salah satu sudut kamar. Di sana menunjukkan jam setengah sepuluh. Hal itu sesuai dengan keadaan yang terpampang di luar jendela karena sinar matahari tampak sudah cukup terik. Yang pelajarinya selama setahun ini kalau di saat-saat begini biasanya memang semua orang yang memiliki pekerjaan sudah meninggalkan rumah mereka masing-masing untuk menjalankan rutinitas harian mereka.Termasuk orang itu sepertinya. Sebab walaupun Anggun sendiri tak yakin apa pekerjaan yang ia tekuni namun dilihat dari kekayaannya yang melimpah ini tentu saja sudah bisa ditebak dia mer