Dear Diary ….Hari ini menjadi hari yang penuh dengan tragedi di hidupku. Saat bekerja, aku tiba-tiba merasa pusing lagi, sehingga kuputuskan untuk memeriksakan keadaanku kepada Dokter Aldi. Sudah bisa ditebak kalau beliau kembali mengatakan soal tumor di kepalaku yang semakin membesar dan menekan saraf-saraf di sekitar otakku, sehingga aku kembali disarankan untuk segera melakukan operasi pengangkatan.Tapi kamu tahu, bukan? Aku tetap tak mau melakukannya. Pada nyatanya aku ini juga pernah menjadi seorang Dokter, sehingga aku tahu betul dengan apa yang terjadi pada tubuhku. Kesempatanku untuk selamat dari operasi pengangkatan tumor itu hanya tinggal sekitar 15% saja, sisanya aku bisa mati atau bahkan berakhir menjalani hidup sebagai wanita cacat dan kehilangan kemampuan otakku untuk hal-hal sederhana seperti mengingat diriku atau orang lain di sekitarku.Aku tak mau. Terlebih, karena aku sekarang menyandang status sebagai seorang istri dari pria seperti Sean.Walaupun berjalan singka
Gara-gara membicarakan soal Tiara lagi, Sean ternyata jadi terus kepikiran. Pria itu jadi tak bisa tidur karena kembali dihantui oleh perasaan bersalah dan penyesalan yang selalu menyiksanya selama satu tahun belakangan ini.‘Argh, sial.’Pria sukses yang memiliki bisnis properti besar itu pun akhirnya menyerah. Dia bahkan bangun dari posisinya berbaring, lalu kembali terpengkur memandang potret wajah Tiara di foto pernikahan mereka.‘Kamu tak adil, Tiara. Kamu hanya terus menghakimiku dari sudut pandang kamu saja tanpa menanyakan pendapatku. Kamu juga hanya peduli pada perasaan orang lain saja tanpa benar-benar memikirkan suamimu ini.’Itu adalah omelan yang memang sering dilontarkannya pada Tiara saat berada di titik menyedihkan ini. Karena memang itulah reaksinya setahun yang lalu saat mendengar kematian Tiara begitu saja tanpa mengetahui penyakitnya sama sekali. Lantas saat membaca lembaran-lembaran buku hariannya, saat mengetahui sudut pandang Tiara akan dirinya, hal itu malah se
Saat terbangun di keesokan harinya, Anggun sudah tinggal sendirian di tempat tidur itu. Pria yang semalam bersamanya sudah tidak lagi di kamar itu. Seakan yang terjadi semalam itu hanya bagian dari mimpinya saja karena sekarang tak ada jejak Sean yang tertinggal sama sekali.‘Hari sudah lumayan tinggi. Dia mungkin sudah berangkat bekerja tadi pagi-pagi sekali.’Anggun bergumam di dalam hati setelah melirik jam dinding yang ada di salah satu sudut kamar. Di sana menunjukkan jam setengah sepuluh. Hal itu sesuai dengan keadaan yang terpampang di luar jendela karena sinar matahari tampak sudah cukup terik. Yang pelajarinya selama setahun ini kalau di saat-saat begini biasanya memang semua orang yang memiliki pekerjaan sudah meninggalkan rumah mereka masing-masing untuk menjalankan rutinitas harian mereka.Termasuk orang itu sepertinya. Sebab walaupun Anggun sendiri tak yakin apa pekerjaan yang ia tekuni namun dilihat dari kekayaannya yang melimpah ini tentu saja sudah bisa ditebak dia mer
‘Wanita yang pernah buta sejak lahir bertemu dengan seorang wanita tuli. Kalau dipikir-pikir ini cukup unik juga menyatukan mereka seperti itu. Gadis itu tampak sangat terkejut dan kebingungan.’Sean bergumam di dalam hati saat menyaksikan pertemuan tak biasa antara Anggun dengan Asisten Rumah Tangga barunya itu. Di mana dari ekspresi Anggun yang terlihat di layar, gadis itu memang tampak seperti culture shock saja dengan hal yang saat ini dihadapinya.Memang tadi pagi ketika Sean bersiap hendak berangkat bekerja, pintu rumahnya itu diketuk dari luar. Yang datang adalah Asisten Rumah Tangga yang dicarikan khusus oleh asisten pribadinya, di mana mulai dari hari ini wanita itu akan sangat membantu dalam hal mengurus pekerjaan rumah di penthouse miliknya yang luas itu. Termasuk juga memperhatikan kebutuhan Anggun yang mungkin masih akan tinggal di sana dengannya hingga waktu yang belum ditentukan.Memang dari awal setelah dirinya semakin mantap dengan rencana jahatnya untuk menculik Angg
Seusai sarapan, Anggun sempat dilanda dilema. Sebenarnya dia langsung ingin mengajak bicara Asisten Rumah Tangga yang baru itu lagi untuk lebih mengenalnya, serta mungkin terus berusaha untuk menemukan cara untuk mendapatkan bantuan agar dapat dibawa ke luar.Namun sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat. Masalahnya wanita paruh baya itu tampak masih sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan tempat ini. Terlihat dari bagaimana beliau masih sibuk membersihkan seisi rumah yang luas ini, lalu langsung merapikan kembali meja makan saat melihat Anggun telah selesai menyantap sarapan. Lagipula Anggun juga khawatir kalau beliau pun belum sarapan karena mengutamakan dirinya terlebih dahulu. Sehingga akhirnya dia pun menahan niatan itu.Lagipula Anggun sendiri masih dalam keadaan kusut ala baru bangun tidur karena tadi terburu-buru ke luar kamar akibat berpikir untuk mencari pertolongan. Sehingga dia masih perlu membersihkan dirinya dulu, setelah akhirnya menelan kekecewaa
Hening.Dalam sejenak itulah yang terjadi saat pintu lift itu terbuka, sehingga menampakkan seseorang yang sebelumnya telah berada di depan Sean. Seseorang yang tampak sangat mengejutkannya sehingga membuatnya seperti terpana begitu, seperti sampai tak bisa berkata-kata.“Sean?”Panggilan lembut dari wanita itulah yang terdengar, yang kemudian membuat Sean tersadar. Namun hal selanjutnya yang terjadi adalah ia yang membuang wajahnya dari wanita itu.Tring.Secara kebetulan lift satunya yang berada di sebelah kanan mereka terbuka. Sehingga alih-alih memasuki lift yang masih dihuni oleh perempuan tadi, Sean berbelok menuju lift yang satunya. Membuat Armand yang sejak tadi tak mengatakan apapun namun terlihat paham dengan keadaannya langsung melakukan hal yang sama. Ia dengan setia membuntuti sang atasan.“S-Sean, tunggu.”Namun wanita itu tampak tak menyerah secepat itu. Dia segera keluar dari lift yang ditempatinya tadi, lantas ikut-ikutan masuk ke dalam lift tadi sebelum pintunya kemb
Usai berpakaian, Anggun segera berjalan lagi ke luar dari kamarnya. Niatnya tentu saja masih untuk menemui Asisten Rumah Tangga yang baru itu. Anggun ingin mencari tahu lebih lanjut tentang dirinya, serta tentu saja kemungkinan untuk bisa meminta bantuan pada wanita itu untuk membantunya.Saat keluar dari kamar dilihatnya ruang tamu telah sepi. Sama sekali tidak ada lagi suara bising seperti suara mesin vacuum cleaner ataupun kesibukan lainnya lagi di rumah itu, seakan-akan hanya ada dirinya sendiri lagi di penjara kaca itu. Namun kemudian Anggun pun berjalan menuju bagian belakang dari rumah ini sebab dia yakin perempuan paruh baya tadi pastilah ada di sekitar sana.Namun, dapur dan ruang makan juga terlihat sepi. Adapun Anggun sempat dibuat kagum dengan keadaannya yang telah begitu bersih dan rapi. Tampaknya terlepas dari kekurangan beliau sepertinya ART baru itu memang seseorang yang pekerja keras dan pandai terhadap tugas yang dibebankan terhadap dirinya. Sehingga tak heran mengap
‘Dia tak juga kapok walau telah kuperingatkan seperti tadi. Bisa-bisanya dia terus mengucapkan omong kosong seperti ini.’Sean hanya menunjukkkan ekspresi yang datar saja saat membaca pesan yang dia dapatkan di ponselnya. Walau itu dikirimkan oleh nomor baru yang tidak dikenal, namun dia dapat segera mengidentifikasi pengirim. Sehingga tak heran dia tampak langsung menghapus pesan-pesan tersebut. Ia bahkan dengan tanpa pikir panjang juga memblokir nomor pengirimnya tadi.Omong-omong Sean tampak kembali berjalan ke luar dari gedung hotel bintang lima tadi. Ia baru saja menyelesaikan sebuah pertemuan penting selama sekitar tiga jam, lalu kini memutuskan untuk melanjutkan agenda kerjanya yang berikutnya.“Apa kita langsung saja kembali ke kantor, Tuan? Atau… apa ada tempat lain yang ingin Anda singgahi sebelum itu?” tanya Armand begitu mereka hampir tiba di mobil yang telah menunggu untuk mereka di halaman depan hotel.“Kita ke tempat di mana gedung apartemen baruku tengah dibangun. Kita