Setahun yang lalu….“Kami telah berusaha semaksimal mungkin. Tapi mohon maaf … kami tak bisa menyelamatkan nyawa kedua orang tua Anda.”Jantung Anggun seperti copot dan terbelah menjadi dua saat mendengar ucapan dari pria yang mengaku sebagai dokter yang memberi tindakan terhadap kedua orang tuanya. Orang yang tadi juga langsung menerima kedatangan mereka sejak turun dari ambulans.Padahal seharusnya ini menjadi hari yang wajar.Tidak ada yang aneh atau janggal sejak pagi, ketika dia kembali menemani Bapak dan Ibunya menjaga toko bunga mereka. Namun di sore hari, tatkala kedua orang itu pamit padanya untuk mengantarkan karangan bunga untuk pelanggan, tak sampai lima menit setelahnya terdengar suara benturan yang keras dan teriakan panik di mana-mana. Semua orang bilang padanya kalau mobil pick-up yang ditumpangi oleh Bapak dan Ibunya ditabrak oleh sebuah mini bus yang mengebut saat menyerobot lampu merah.Tapi ini apa? Bagaimana mungkin dia malah mendengar kabar ini?Bagaimana bisa o
Kembali ke zaman sekarang.“I-Itu adalah istri kamu?”Anggun bertanya tak yakin pada Sean setelah pria itu menceritakan sedikit tentang istrinya. Bagaimana menurut buku harian Tiara, kedua perempuan itu pertama kali bertemu di atap rumah sakit. Yang kemudian menjadi awal dan perantara dalam takdir kehidupan mereka masing-masing – Tiara meninggal karena penyakit tumor otak, sementara Anggun dapat melihat karena donor mata dari mendiang.“Kamu benar-benar tak ingat atau malah berpura-pura lupa? Bagaimana mungkin di momen sepenting itu – di mana seseorang memutuskan untuk mendonorkan bola mata padamu – kamu sama sekali tidak mengingatnya?” tanya Sean kembali dengan nada yang tajam dan penuh kritikan.“K-Karena tidak pernah ada pembicaraan sampai ke sana.” Anggun menyahut dengan lesu. Lagi-lagi dia masih kaget dengan semua ini, sehinggaa informasi itu diproses begitu lambat di otaknya. Sementara di hadapannya Sean terus menyudutkannya. “Baru sekarang kamu membahasnya, aku pun jadi baru in
Dear Diary ….Hari ini menjadi hari yang penuh dengan tragedi di hidupku. Saat bekerja, aku tiba-tiba merasa pusing lagi, sehingga kuputuskan untuk memeriksakan keadaanku kepada Dokter Aldi. Sudah bisa ditebak kalau beliau kembali mengatakan soal tumor di kepalaku yang semakin membesar dan menekan saraf-saraf di sekitar otakku, sehingga aku kembali disarankan untuk segera melakukan operasi pengangkatan.Tapi kamu tahu, bukan? Aku tetap tak mau melakukannya. Pada nyatanya aku ini juga pernah menjadi seorang Dokter, sehingga aku tahu betul dengan apa yang terjadi pada tubuhku. Kesempatanku untuk selamat dari operasi pengangkatan tumor itu hanya tinggal sekitar 15% saja, sisanya aku bisa mati atau bahkan berakhir menjalani hidup sebagai wanita cacat dan kehilangan kemampuan otakku untuk hal-hal sederhana seperti mengingat diriku atau orang lain di sekitarku.Aku tak mau. Terlebih, karena aku sekarang menyandang status sebagai seorang istri dari pria seperti Sean.Walaupun berjalan singka
Gara-gara membicarakan soal Tiara lagi, Sean ternyata jadi terus kepikiran. Pria itu jadi tak bisa tidur karena kembali dihantui oleh perasaan bersalah dan penyesalan yang selalu menyiksanya selama satu tahun belakangan ini.‘Argh, sial.’Pria sukses yang memiliki bisnis properti besar itu pun akhirnya menyerah. Dia bahkan bangun dari posisinya berbaring, lalu kembali terpengkur memandang potret wajah Tiara di foto pernikahan mereka.‘Kamu tak adil, Tiara. Kamu hanya terus menghakimiku dari sudut pandang kamu saja tanpa menanyakan pendapatku. Kamu juga hanya peduli pada perasaan orang lain saja tanpa benar-benar memikirkan suamimu ini.’Itu adalah omelan yang memang sering dilontarkannya pada Tiara saat berada di titik menyedihkan ini. Karena memang itulah reaksinya setahun yang lalu saat mendengar kematian Tiara begitu saja tanpa mengetahui penyakitnya sama sekali. Lantas saat membaca lembaran-lembaran buku hariannya, saat mengetahui sudut pandang Tiara akan dirinya, hal itu malah se
Saat terbangun di keesokan harinya, Anggun sudah tinggal sendirian di tempat tidur itu. Pria yang semalam bersamanya sudah tidak lagi di kamar itu. Seakan yang terjadi semalam itu hanya bagian dari mimpinya saja karena sekarang tak ada jejak Sean yang tertinggal sama sekali.‘Hari sudah lumayan tinggi. Dia mungkin sudah berangkat bekerja tadi pagi-pagi sekali.’Anggun bergumam di dalam hati setelah melirik jam dinding yang ada di salah satu sudut kamar. Di sana menunjukkan jam setengah sepuluh. Hal itu sesuai dengan keadaan yang terpampang di luar jendela karena sinar matahari tampak sudah cukup terik. Yang pelajarinya selama setahun ini kalau di saat-saat begini biasanya memang semua orang yang memiliki pekerjaan sudah meninggalkan rumah mereka masing-masing untuk menjalankan rutinitas harian mereka.Termasuk orang itu sepertinya. Sebab walaupun Anggun sendiri tak yakin apa pekerjaan yang ia tekuni namun dilihat dari kekayaannya yang melimpah ini tentu saja sudah bisa ditebak dia mer
‘Wanita yang pernah buta sejak lahir bertemu dengan seorang wanita tuli. Kalau dipikir-pikir ini cukup unik juga menyatukan mereka seperti itu. Gadis itu tampak sangat terkejut dan kebingungan.’Sean bergumam di dalam hati saat menyaksikan pertemuan tak biasa antara Anggun dengan Asisten Rumah Tangga barunya itu. Di mana dari ekspresi Anggun yang terlihat di layar, gadis itu memang tampak seperti culture shock saja dengan hal yang saat ini dihadapinya.Memang tadi pagi ketika Sean bersiap hendak berangkat bekerja, pintu rumahnya itu diketuk dari luar. Yang datang adalah Asisten Rumah Tangga yang dicarikan khusus oleh asisten pribadinya, di mana mulai dari hari ini wanita itu akan sangat membantu dalam hal mengurus pekerjaan rumah di penthouse miliknya yang luas itu. Termasuk juga memperhatikan kebutuhan Anggun yang mungkin masih akan tinggal di sana dengannya hingga waktu yang belum ditentukan.Memang dari awal setelah dirinya semakin mantap dengan rencana jahatnya untuk menculik Angg
Seusai sarapan, Anggun sempat dilanda dilema. Sebenarnya dia langsung ingin mengajak bicara Asisten Rumah Tangga yang baru itu lagi untuk lebih mengenalnya, serta mungkin terus berusaha untuk menemukan cara untuk mendapatkan bantuan agar dapat dibawa ke luar.Namun sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat. Masalahnya wanita paruh baya itu tampak masih sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan tempat ini. Terlihat dari bagaimana beliau masih sibuk membersihkan seisi rumah yang luas ini, lalu langsung merapikan kembali meja makan saat melihat Anggun telah selesai menyantap sarapan. Lagipula Anggun juga khawatir kalau beliau pun belum sarapan karena mengutamakan dirinya terlebih dahulu. Sehingga akhirnya dia pun menahan niatan itu.Lagipula Anggun sendiri masih dalam keadaan kusut ala baru bangun tidur karena tadi terburu-buru ke luar kamar akibat berpikir untuk mencari pertolongan. Sehingga dia masih perlu membersihkan dirinya dulu, setelah akhirnya menelan kekecewaa
Hening.Dalam sejenak itulah yang terjadi saat pintu lift itu terbuka, sehingga menampakkan seseorang yang sebelumnya telah berada di depan Sean. Seseorang yang tampak sangat mengejutkannya sehingga membuatnya seperti terpana begitu, seperti sampai tak bisa berkata-kata.“Sean?”Panggilan lembut dari wanita itulah yang terdengar, yang kemudian membuat Sean tersadar. Namun hal selanjutnya yang terjadi adalah ia yang membuang wajahnya dari wanita itu.Tring.Secara kebetulan lift satunya yang berada di sebelah kanan mereka terbuka. Sehingga alih-alih memasuki lift yang masih dihuni oleh perempuan tadi, Sean berbelok menuju lift yang satunya. Membuat Armand yang sejak tadi tak mengatakan apapun namun terlihat paham dengan keadaannya langsung melakukan hal yang sama. Ia dengan setia membuntuti sang atasan.“S-Sean, tunggu.”Namun wanita itu tampak tak menyerah secepat itu. Dia segera keluar dari lift yang ditempatinya tadi, lantas ikut-ikutan masuk ke dalam lift tadi sebelum pintunya kemb