"Berdiri!"
Perintah tegas itu dipatuhi Qizha.Lima belas menit lalu, Qizha dipanggil HRD setelah lulus interview, lalu diminta menghadap pimpinan. Meski baru beberapa hari menjabat sebagai pimpinan tertinggi, namun ketegasannya tidak diragukan."Berputar!" titah pria dengan nama lengkap Shaka El Qasam. Suaranya menggetarkan jantung, sangat berwibawa.Perintah semacam apa itu? Namun, Qizha tetap menuruti. Tubuh langsing berbalut kemeja putih itu berputar."Melompat!""Hah?" Qizha kaget. Atasannya ini waras atau tidak? Sejak tadi memberikan perintah konyol. "Ke kenapa harus melompat?""Kalau kau tidak mau, silakan keluar! Aku tidak membutuhkan bawahan pembangkang." Pria itu menunjuk pintu."Oh, baik. Saya akan melompat."Demi jabatan sekretaris, Qizha telah bersusah- payah menyingkirkan ratusan saingan, tak mungkin ia menolak perintah yang bisa saja membuatnya ditendang dari jabatan.Plak plak plak...Suara high heels milik Qizha menghantam keras lantai hingga menimbulkan suara berisik. Jilbab yang menutup sampai dada cukup melindungi, setidaknya menutupi bandulan yang berguncang di depan supaya tidak kelihatan.Meski sebagian wajah Qasam terhalang oleh masker yang menutup hidung sampai leher, namun Qizha dapat melihat dengan jelas bahwa bibir di balik masker bergambar tengkorak itu tengah tersenyum.Jelas tampak dari sudut mata pria itu yang sedikit menyipit dan membentuk tiga garis horizontal tajam.Apakah pria itu tengah menertawakan Qizha? Sungguh menyebalkan!Entah kenapa pria itu menutup sebagian wajahnya."Sudah! Cukup!" titah Qasam.Qizha berhenti melompat setelah napasnya ngos- ngosan. Ini lebih melelahkan dari pada lomba lari. Pasalnya ia mengenakan high heels yang membuat kaki jadi pegal saat melompat.Demi menghindari perjodohan yang ditetapkan ibu tiri, Qizha pergi dari rumah. Ia dibantu oleh ayahnya supaya bisa masuk kerja di perusahaan itu, dan ternyata berhasil."Dari mana asalmu?" tanya Qasam."Data saya sudah ada di HRD. Lengkap.""Kau suruh aku membaca data di meja HRD? Kalau kau tidak suka dengan pertanyaanku, silakan pulang! Aku tidak butuh sekretaris angkuh!""Maaf. Saya dari Melati Putih."Pria itu menelepon seseorang. Dia tempelkan ponselnya ke telinga."Gafar, kemarilah!" tegas pria yang di mejanya tertulis 'presdir' itu.Gafar adalah HRD. Dan Qizha tadi sudah bertemu dengan Gafar saat interview.Pria tegap bernama Gafar memasuki ruangan dan membungkukkan separuh badan sesaat setelah bersitatap dengan Qasam."Apa kau sudah melakukan interview dan sederet persyaratan pada calon sekretarisku?" tanya Qasam pada Gafar."Tentu saja, Pak. Semua sudah dilakukan dengan tepat," jawab Gafar."Diantara orang- orang yang melamar kerja, apakah wanita ini memiliki nilai tertinggi?""Benar, Pak,” jawab Gafar."Bodoh! Yang begini kau katakan berkualitas? Dia sama sekali tidak menarik. Bawa keluar wanita ini. Aku tidak mau menerimanya menjadi sekretarisku.""Tt tapi... Data diri wanita ini sudah masuk Plantation Management System.""Keluarkan dari jabatan sekretaris! Letakkan dia di bagian karyawan biasa. Tiga hari training sebagai OB."‘Enak saja aku harus menerima wanita ini sebagai sekretaris. Dia yang sudah membuat wajahku menjadi lebam begini. Hingga aku terpaksa harus menutup wajah pakai masker. Aku kerjain saja dia.’ Pikir Qasam.Hati Qizha tertusuk mendengar perkataan Qasam. Dan tiba- tiba ia menangis. Air matanya bergulir cepat. Dihina seperti tadi, rasanya menusuk sampai ke ulu hati.Qizha memberanikan diri mengangkat wajah, menatap mata Qasam yang kini melintas dekat dengannya. Mata itu berwarna biru, sorotnya tajam dan menusuk. Ada lebam di area mata, kain masker tak cukup mampu menutup sampai ke area sana.Qasam berlalu pergi dengan langkah tegas.Tunggu dulu, lebam di area mata Qasam membuat ingatan Qizha langsung melayang pada kejadian beberapa jam lalu, saat di perjalanan menuju kantor, ia yang mengendarai motor tiba- tiba menyerempet seorang lelaki yang sedang berjalan di pinggir jalan, menyebabkan pria itu tersungkur dan mencium trotoar.Namun, karena terburu- buru dan meyakini bahwa si pria tidak terluka parah, Qizha melanjutkan perjalanannya sambil berteriak minta maaf tanpa harus menolong pria itu.Mengenai wajah si korban, Qizha tidak ingat. Hanya sekilas menoleh sehingga tidak tahu wujudnya seperti apa.Qizha baru sadar bahwa atasannya itu adalah orang yang sama yang telah diserempet olehnya. Fix, alasan pria itu memakai masker wajah adalah untuk menutupi lebam di wajahnya.Apakah mungkin luka itu cukup serius hingga membuat Qasam malu menunjukkan muka di depan karyawannya?Qizha menggigit bibir, pantas saja Qasam memperlakukan Qizha dengan buruk, sebab Qizha sudah membuat kesalahan fatal."Maaf Qizha, kau tidak bisa menduduki jabatan sekretaris." Gafar tampak menyesal mengucapkan hal itu. "Tapi kau masih bisa bertugas sebagai karyawan biasa di pabrik. Dan tiga hari menjadi OB."Tidak masuk akal. Qizha yang lulusan sarjana ditempatkan sebagai OB.Tapi tak apa, ini hanya training selama tiga hari. Meski muka Qizha akan malu saat menjalani training sebagai OB, namun ia yakin akan sanggup melaluinya. Demi bertahan hidup."Tapi hanya tiga hari saja sebagai OB kan, Pak?" tanya Qizha ragu sambil mengusap air mata di pipi."Tunjukkan kinerja yang bagus, maka kau akan lolos menduduki posisi karyawan biasa."Mulai saat itu, Qizha terpaksa memakai seragam biru sebagai office girl. Ia diminta membuatkan minum untuk para staf kantor.Tiba- tiba ia ingat pesan ayahnya, "Qizha, kau harus bisa bekerja di perusahaan itu. Ayah dulu juga bekerja di sana sebagai pegawai rendahan. Di sana ada gadis yang bernama Qansha. Gadis itu mengalami gangguan di ginjal karena kecelakaan, dan penyebabnya adalah ayah. Tidak ada yang tahu kecelakaan itu kecuali ayah sendiri. Dan ayah merasa sangat menyesal. Gadis itu harus sembuh. Jika kau berhasil masuk di perusahaan itu, maka kau berikan serbuk ini ke makanan atau minumannya. Ini adalah ramuan mahal dari Cina. Dan mampu mengembalikan kesempurnaan ginjal. Pegang baik- baik rahasia ini. kita akan sembuhkan gadis itu secara diam-diam."Qizha beranggapan bahwa niat ayahnya baik, tanpa ia ketahui ada nat terselubung di balik semua itu. Kepolosannya benar- benar telah dimanfaatkan.Ia membawa beberapa minuman dengan nampan. Lalu menyerahkan satu per satu gelas pada staf. Dan menyuguhkan minuman yang sudah dicampur dengan serbuk obat kepada gadis cantik yang dia pastikan bernama Qansha, wajah gadis itu persis seperti yang ada di foto kiriman ayahnya.Selesai dengan tugasnya, Qizha kembali ke ruang dapur.Dering ponsel mengejutkannya. Ayahnya menelepon."Ayah!" Qizha menjawab telepon."Kau berhasil menduduki jabatan apa di sana?" Bily penasaran."OB," jawab Qizha lirih."Waduh. Tapi itu malah mempermudahkan tugasmu memberikan serbuk itu kepada gadis yang ayah sebutkan. Semoga dia akan cepat pulih setelah meminumnya. Apa kau sudah berikan?""Udah, ayah. Dan udah diminum sama staf itu tadi.""Kalau begitu cepat pulanglah!""Loh, kenapa?""Ayah sakit keras. Ini ayah tidak bisa bernapas."Mendadak saja Qizha mendengar suara Bily seperti asma.Qizha langsung melepas seragam OB dan menghambur pergi. Mendengar ayahnya sakit, ia langsung minta ijin pada kepala OB untuk pulang.***Perjalanan membutuhkan waktu dua belas jam untuk Qizha sampai ke kampung halamannya.Lima belas menit sebelum sampai ke rumah, tepatnya saat ia berjalan kaki sesaat turun dari angkot, ia mendapat telepon dari kepala OB.“Qizha, besok kamu harus masuk kerja ya! Kamu sedang training tapi sudah minta ijin. Untungnya aku menutupi kepergianmu dari yang lain supaya tidak terjadi masalah.” Suara kepala OB memperingatkan.“Baik, aku akan masuk kerja besok.”“Oh ya, kamu sudah tahu belum kabar berkabung?”“Apa, Bu?” Qizha menegang.“Staf cantik bernama Qansha meninggal dunia, keracunan.”Qizha membelalak kaget. Keracunan? Apakah serbuk yang dia berikan itu adalah racun? Ya Tuhan, apakah ini artinya dia menjadi pelaku pembunuhan itu?Belum selesai satu masalah, masalah lain menerpanya. Ia sampai mangap lebar akibat kaget, untungnya lalat sialan yang lewat itu tidak tertelan.Tangannya semakin gemetaran saat mencari pemberitaan di media sosial mengenai kematian staf di perusahaan raksasa itu. B
Tak lama kemudian, kepala Agata kembali nongol dari pintu yang setengah terbuka. “Hei, cepat keluar! Itu Sofian ada di depan. Buatkan teh!”Enteng sekali Agata mengatakannya. Namun seperempat permintaan Qizha seolah terkabul saat ia melihat daun pintu yang disentak oleh Agata terpantul dari dinding, lalu menghantam keningnya sendiri.Rasain!Bukan cuma kening, bibir Agata pun kena tabok pintu cukup keras. Wanita itu kesakitan dan memukul pintu dengan tangan lalu bergegas pergi.Qizha bangkit dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan teh. Otaknya terus berpikir, bagaimana ia akan menghadapi masalah ini? Kaki Qizha agak gemetar saat melangkah menuju meja ruang tamu membawa nampan berisi minuman hangat. Keberadaan Sofian membuatnya gentar. Dia menyuguhkan teh ke meja."Nah, Tuan Sofian boleh kembali kemari seminggu lagi dengan membawa mahar lima ratus juta untuk menikahi Qizha. Lihatlah, dia muda, cantik dan sarjana. Cocok dengan harga segitu," tutur Agata dengan senyum simpul. Bibirn
Qizha membuka jendela. Celingukan ke sana sini. Untung saja samping rumah tidak begitu ramai. Orang- orang mengerumun ke depan semua karena ingin menyaksikan uang mahar yang mencapai angka terbesar di komplek itu.Qizha mengambil kesempatan itu untuk kabur. Kebaya bawahannya yang sempit membuatnya kesulitan saat memanjat jendela yang agak tinggi. Namun ia berhasil memanjatnya meski harus terjatuh dan mencium tanah.Berikutnya, Qizha berlari secepat kilat menjauh dari rumah. Hujan deras menghuyur tubuhnya. Dingin sekali rasanya.Setelah ini, entah bagaimana nasibnya nanti. Semoga saja tidak menjadi gelandangan yang saat tengah malam ketemu wewe gombel. Yang penting dia bisa lepas dari Sofian, itu saja sudah cukup. "Woi.. pengantinnya kabur!" "Iya itu pengantinnya kabur!" Orang- orang yang memergoki Qizha tengah berlari kencang menjauh dari rumah, berteriak histeris sambil menunjuk- nunjuk ke arah Qizha. Mereka adalah orang- orang yang rewang dan sedang duduk di depan rumah. "Hadu
"Aku tidak tahu," jawab Qasam."Bohong!" sergah Sofian. "Geledah cepat!" perintahnya kepada anak buahnya.Beberapa orang maju hendak menggeledah.Qasam langsung memberikan tinjuan. Salah seorang terbang dan langsung terkapar di tanah, terguyur hujan.Semua orang terperanjat. "Pergi kalian!" titah Qasam dingin. “Aku tidak suka ada yang kurang ajar kepadaku. Jika kena pukulanku, hanya ada dua alamat yang akan kau tempuh, rumah sakit, atau kuburan!" Sofian menatap anak buah lainnya yang sejak tadi menjadi penonton, tidak berani maju. "Kenapa kalian diam? Maju dan lawan lelaki ini!""Bos saja yang maju.""Kampret!" Sofian kesal."Kuburan, bos. Belum kawin aku.""Cabut!" Sofian akhirnya mengajak anak buahnya pergi. Qasam membanting pintu. Untung saja bingkai pintu cukup kuat menahan hentakan. Kedatangan mereka benar- benar telah menyita waktunya saja. Dan wanita ini membawa masalah saja. "Thank's.." lirih Qizha gemetaran."Keluar kau! Pulang sana!" Qasam melenggang. Namun sial, tubuhny
"Qizha ini lari dari pernikahannya karena tidak bersedia menikah dengan Pak Sofian. Dia kemudian lari kepada pujaan hatinya dan mengakibatkan perzinahan ini terjadi. Lebih baik mereka disatukan dalam ikatan pernikahan,” sambung Kyai Bahrun.Sofian jadi lemas mendengar perkataan kyai Bahrun. Kepalanya mendadak pusing, tapi malu kalau harus pingsan. Masak sih bos yang dituakan pingsan di depan umum? Gengsi.Sofian ternyata salah sudah menggiring Qasam dan Qizha menghadap pada Kyai. Berharap Qasam diusir atau dirajam, eh malah dinikahkan dengan wanita yang dia sukai. Namun ia tak bisa berkutik jika sudah warga dan kyai yang mengambil keputusan.Semuanya sepakat, Qizha harus menikah dengan Qasam."Tolong, tolaklah pernikahan ini!" bisik Qizha menatap Qasam di sisinya."Kau pikir aku pun mau menikahi wanita bodoh sepertimu? Diamlah dan terima saja!"Lidah lelaki ini benar- benar pahit. Qizha tak bisa berkutik dihadapkan pada pemuka agama dan warga sebanyak itu. Tatapan mereka semua meng
Suara bariton ditambah tatapan dingin Qasam melumpuhkan nyali Agata. Apa lagi tangan Qasam memegangi sebilah kaca tajam. Pria ini memang menakutkan baginya."Aku tidak suka orang mencelaku," sambung Qasam kemudian membuang potongan kaca ke lantai. Dentingannya menyakitkan telinga. Agata menelan saliva. Mendadak saja nyalinya menciut. Keberaniannya terbang entah kemana melihat sikap Qasam."Masih mau bersikap kurang ajar pada menantumu ini, hm?" Sorot mata Qasam benar- benar gelap dan dingin.Agata menggeleng dengan kaki menggelitik. Qasam memang menakutkan. Demikian juga Sina yang meringkuk ketakutan. "Pak mertua, nasihati istrimu itu, jangan suka julid sama menantu!" Qasam mendekati Bily dan menepuk pundak mertuanya.Bily hanya diam saja. Qasam lalu menarik lengan Qizha, membuat tubuh wanita itu tertarik berdiri. Dan ia terkesiap saat lengan kekar Qasam merangkul lehernya. Langkahnya terseret menuju kamar.Saat sampai di depan pintu kamar, Qasam menoleh pada Agata dan berkata,
Ranjang yang terbuat dari papan itu berderit saat Qasam menaikinya. Suaranya jelek dan menyebalkan.Apakah mungkin orang- orang di luar mendengar suara ranjang reot itu berderit?Bisa- bisa mereka mengira yang tidak - tidak meski memang aslinya tidak- tidak.Kasur terbuat dari busa yang ditiduri Qizha itu terayun. Di bagian kiri dan kanan, pertanda ada yang merangkak di sisi kiri kanan Qizha. Krieet krieeet…Ranjang sialan itu terus saja berderit. Bikin rame dan telinga keriting.“Sialan! Kenapa ranjang jelek ini terus saja berbunyi?” kesal Qasam. “Jika ranjang ini terus saja berbunyi, aku akan merobohkannya sekalian.”Perkataan Qasam membuat Qizha membuka mata. Dan ternyata pria itu sudah ada di atasnya, posisi merangkak dengan kaki dan tangan berada di sisi kiri dan kanan badan Qizha.Qizha menelan saliva. Gemetaran menatap wajah Qasam di atasnya.Apa yang akan dilakukan pria ini?“Kita malam pertama,” bisik Qasam.Qizha makin deg- degan. Bukan deg- degan karena jatuh cinta
"Lemari jelek itu akan kupakai. Hanya boleh digunakan oleh pakaianku saja, jangan dicampur dengan pakaianmu!" sambung Qasam.Qizha mematuhinya. Dia mengeluarkan pakaian dari lemari, lalu menaruh ke lantai. Untuk sementara biarkan saja dulu begitu. Besok akan dipikirkan harus disusun dimana."Apa aku udah boleh tidur nih?" tanya Qizha."Belum. Satu hal yang perlu kau ingat, jangan tidur menghadap aku. Kau itu buruk sekali. Mukamu jelek dan tidak enak dilihat.""Wajahku nggak perlu kuubah, kalau kamu melihatku jelek, buang aja matamu!"Loh, kok Qizha berani menjawab perkataan Qasam? Bahkan kalimatnya tidak enak begitu?Qasam sontak mengambil botol air mineral di atas meja, kemudian menyiramkan airnya ke kerudung Qizha.Seketika Qizha gelagapan dan menjerit kaget, "Qasam gepeng!"Duh, mulut malah mengeluarkan kata- kata tak enak saat kaget.Qizha mengusap wajahnya yang basah oleh aliran air. Dingin sekali pundaknya terkena tetesan air.Terpaksa ia menukar pakaian meski harus bersembunyi
Qizha bermain dengan Zein di ruang main yang sengaja di desain khusus untuk anak bermain. Di sana lengkap ada berbagai macam jenis mainan, muali dari mobil-mobilan, bola, tempat mandi bola, perosotan, bahkan permainan untuk lompat-lompatan pun ada.Qizha mengawasi dari jarak beberapa meter, duduk sambil minum jus. Di sisinya ada Arini yang selalu stand by, memberikan apa saja keperluan Qizha.Si kecil mandi bila bersana dengan baby sitter yang tak pernah lepas dari posisi Zein kemana pun pergi. Qizha menatap layar ponselnya yang menunjuk tanggal dua belas, artinya tiga hari lagi Qasam pulang. Lama sekali rasanya menghitung hari. Serindu itu ternyata Qizha pada Qasam? Qizha malu jika mengingat dirinya yang nyaris seperti orang kasmaran dan jatuh cinta. Benda pipih itu kemudian berdering, nama Qasam tertera di layar. Qasam menelepon? Qizha tersenyum senang. Ia langsung menjawab telepon dan mengucap salam.“Kenapa sudah meneleponku? Kangen?” tanya Qizha.“Ha haa… tidak. Aku sama seka
Sudah tiga minggu Qasam pergi ke Jepang sejak terakhir kali Qizha mengantarnya ke bandara, pria itu belum kembali. Kemarin mengaku hanya akan perhi selama dua minggu, tapi ternyata sudah tiga minggu berlalu, Qasam belum kembali.Qizha mengerjakan aktivitas seperti biasanya, menghabiskan waktu dengan bermain bersama Zein, putra semata wayangnya. Kini, Zein sudah tumbuh makin besar. Usianya satu tahun. Di usia sembilan bulan, Zein sudah bisa berjalan. Sekarang, bocah itu sudah bisa berlari meski belum kencang.Qizha merindukan Qasam. Pria itu memang ngangenin. Sebentar tak ketemu, rasa rindu sudah sampai ke ubun- ubun. Sikap Qasam yang setahun belakangan terlihat memuliakan wanita, membuat Qizha merasa kalau Qasam itu seperti candu. Bayangkan saja, setiap saat, Qizha selalu saja mendapat kelembutan dan perhatian khusus dari suaminya. Lalu beberapa minggu, ia harus berpisah. Tentu saja ia rindu. Qizha baru saja meletakkan tubuh Zein ke kasur tidur khusus balita, berdekatan dengan kas
Baby sitter terlihat terampil ketika memandikan Zein, bayi yang baru berusia dua minggu. Qizha mengawasi di samping baby sitter. Selama ini, Qizha sendiri yang memandikan bayinya. Baru kali ini ia mengijinkan baby sitter memandikan bayinya, itu pun diawasi olehnya.“Kamu keliahtan terbiasa memandikan bayi,” komentar Qizha.“Iya, Non. Soalnya saya khusus mengurus bayi merah kan dulu sewaktu dip anti asuhan. Dan setelah masuk yayasan, saya juga jadi baby sitter,” sahut wanita yang usianya sekitar empat puluh limaan tahun itu.“Pantesan cekatan. Sini, biar aku yang pakaikan bajunya. Baju dan peralatan untuk si kecil sudah disiapkan?” Qizha mengambil alih bayinya setelah diangkat dari bak mandi.“Sudah, Non.” Qizha melangkah keluar dan segera memasang baju bayi yang sudah disediakan. Termasuk minyak kayu putih dan bedak juga sudah disediakan. Di kamar bayi itu, aroma minyam telon menguar, harum. Arini mendampingi Qizha. Dia bertugas untuk melayani Qizha. Sedangkan baby sit
Qasam membawa air hangat kuku dari pemanas air di sudut kamar sesuai permintaan Qizha dan menyerahkannya kepada istrinya itu. “Ayo minum!”Qasam membantu mendekatkan gelas ke bibir Qizha.“Aku bisa sendiri, Mas,” ucap Qizha dan mengambil alih gelas tersebut lalu meminumnya “Terima kasih, Mas.”Pandangan Qasam kemudian tertuju ke bayi kecil yang ada di samping Qizha. Pipinya tebem, kulitnya putih kemerahan. Hidungnya mancung. Menggemaskan dan lucu sekali. Ini adalah hari pertama Qizha dibawa pulang ke rumah setelah menjalani perawatan selama tiga hari di rumah sakit. Padahal sebenarnya di hari kedua Qizha sudah diijinkan pulang karena kondisinya sehat dan baik-baik saja, namun seperti biasa, Qasam melarang Qizha pulang dan dia diminta untuk dirawat di rumah sakit dengan pantauan dokter. Rumah sakit milik ayahnya, jadi mudah saja baginya mengatur kondisi di rumah sakit.Bahkan, kini Qasam meminta dokter keluarga untuk mengecek kondisi ibu dan bayi ke rumah di tiga hari perta
“Pinggangku sakit banget, Mas!” ucap Qizha sambil memegangi pinggang. Mulutnya meringis. Sebenarnya sudah sejak di perjalanan tadi Qizha merasakan ngilu, namun ia menahannya karena rasa ngilu itu datang dan hilang begitu saja. dia mengira hal itu biasa terjadi seiring kehamilannya yang semakin membesar.Namun, kini rasa ngilu itu makin parah, hampir setiap lima belas menit sekali muncul dan rasanya melilit sampai ke perut bagian bawah. Habiba memegang perut Qizha, rasanya keras menggumpal ke satu titik. Kemudian gumpalan keras itu bergerak menuju ke titik lain. Begitu seterusnya.“Ini Qizha sudah mau melahirkan. Ayo cepat bawa ke rumah sakit,” seru Habiba, membuat Qasam langsung gerak cepat menggendong tubuh Qizha dan membawanya ke mobil.Supir menyetir dnegan kelajuan tinggi mendengar suara ritihan Qizha di belakang. Qasam menggenggam tangan Qizha sambil terus mengatakan kata-kata motifasi.Qizha berkeringat, mukanya makin memucat, lemas sekali. Sesekali meringis menahan s
Semenjak Qizha tahu kalau Sina rujuk dengan Arsen, ia menjadi jauh lebih lega. Kini adiknya itu sudah ada yang menanggung jawabi. Hidupnya tidak lagi mengenaskan, Qizha pun tak perlu mencemaskan keadaannya lagi. Sina kini tinggal bersama sang suami. Setelah balitanya keluar dari rumah sakit, Sina mengunjungi rumah Qasam, menemui Qizha dan Qasam untuk mengucapkan rasa terima kasih. Arsen pun menunjukkan sikap layaknya sebagai saudara ipar. Qizha memberikan beberapa helai pakaian dan jilbab baru kepada Sina seperti yang dia janjikan. Qasam pun mulai membuka hati pada Sina. Dia tidak ketus lagi melihat sikap Sina yang jelas sudah jauh berubah. Penampilan Sina pun sudah tidak lusuh lagi seperti saat dia menjanda. Sepeninggalan Sina dan Arsen, tinggal lah Qizha dan Qasam yang duduk di ruang tamu berdua. “Mas, kamu udah nggak benci lagi sama Sina, kan?” tanya Qizha sambil.memegang tangan suaminya.“Tidak.” Tatapan Qasam tertuju pada mata bulat istrinya yang menggemaskan. “Dia seperti
Qizha menatap ekspresi wajah adik tirinya yang tak pernah dia lihat selama ini, wajah itu tampak jajh lebih menyedihkan, penuh penyesalan, dan tatapan iba. Ini adalah pemandangan pertama kalinya. Wajah Sina benar-benar tampak sangat mengenaskan. Bahkan tampilannya pun berbada, dia memakai kerudung untuk menutup auratnya. Apakah ini adalah awal bagi Sina untuk taubat? Dari mata adiknya, Qizha tidak melihat dendam dan tatapan kebencian seperti dulu. Setiap manusia memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.Qizha meraih pundak Sina. “Bawa anakmu ke rumah sakit sekarang. Aku akan mengantarmu.”Sina mengangguk dengan senyum dan air matanya langsung berurai. “Iya, Kak. Makasih.”***Di rumah sakit itu, Qizha dan Sina duduk di depan balita yang terbujur dengan selang infus menusuk di kaki. Si kecil tidur pulas. Qizha didampingi oleh Arini, asisten rumah tangga yang satu itu tak diijinkan jauh dari Qizha. Selalu diminta Qasam untuk mendampingi Qizha. Wajah Sina yang tadinya murung, kini
“Mas, becandanya nggak lucu. Masak ngintip sih?” tanya Qizha yang tak terima suaminya mengucapkan kata-kata konyol tadi. “Ya, kalau aku lagi nganu sama kamu kan itu kepala bawah lagi ngintip ke dalam. He hee…” Qasam makin konyol. Ia kembali mengelus permukaan perut Qizha. Ia merasakan sensasi saat janin di dalam bergerak-gerak. “Dia bergerak. Setiap kali aku memancing dengan elusan, pasti dia bergerak-gerak.” Qasam tersenyum.“Iya, kalau ada pancingan dari luar, bayi kita pasti merespon. Dia tahu ada yang perhatian kepadanya.”“Tendangannya makin hari makin kuat.”“Namanya juga sudah sembilan bulan. Tinggal menunggu hari, ya tentu makin kuat dong.”“Hah? Sudah sembilan bulan?” Qasam kaget. “Cepat sekali rasanya? Aku bakalam punya anak nih sebentar lagi?”Qizha tersenyum. “Kamu kok jam segini udah pulang, Mas? Biasanya pulangnya agak malam atau lebih sore. Ini baru jam tiga sore loh.”“Aku kangen sama kamu, makanya cepet- cepet pulang.”“Sekarang sudah mulai bisa gombalin ya? Receh l
Tujuh bulan sudah berlalu. Kini Qizha menghabiskan waktu di rumah saja, menikmati kehamilannya yang sudah membuncit. Dia menghabsikan waktu dengan berjalan santai di sekitar rumah. Pemandangan di sekitar rumah besar yang dikelilingi pagar beton setinggi dua meter itu sangat asri. Ada banyak tanaman hijau yang menyejukkan mata, pancuran air pun ada. Qizha ditemani asisten rumah tangga yang setia mengikutinya. Menyediakan apa saja keperluannya. Ah, Qizha benar-benar merasa speerti ratu. Iya, diratukan oleh suaminya.Saat bosan, Qizha pergi ke salon. Menikmati creambath dan berbagai jenis perawatan lainnya.Qizha juga sesekali jalan-jalan ke mall untuk melihat-lihat suasana baru. Dikawal oleh asisten rumah tangga yang ditugaskan menemani. Namanya Arini, asisten rumah tangga yang sopan dan ramah. Dia melayani Qizha mulai dari A sampai Z. dia hafal kapan Qizha harus makan, minum susu, makan buah, dan minum jus. Dia juga mengambilkan handuk saat Qizha mau mandi, menyiapkan p