Tasya nampak terdiam sebentar. Namun, Raut wajahnya seketika lesu dan binar di wajahnya meredup, menandakan bahwa ia tak baik-baik saja."Dek," lirih Varo pelan sambil membelai lembut tangan sang istri."Mas, aku dosa yah, kalau misalnya nentang keinginan kamu itu?" tanya Tasya sendu.Varo pun nampak menghembuskan napasnya kasar, mencoba sedikit menetralkan degup jantungnya. Salahnya kembali kali, ia tau bahwa saat ini keduanya baru berbaikan tapi lagi - lagi ia membuat perkara.Varo membelai lembut wajah sang istri lalu mengecup pelan lengannya."Kenapa, Dek? Ada masalah kah? Apa kamu gak yakin kalau aku bisa ngasih kehidupan yang layak untuk kamu?" tanya Varo memastikan dan mendapat gelengan dari Tasya."Nggak, Mas, bukan itu," lirih Tasya."Terus apa, Dek?" tanya Varo ingin tau "Sebenarnya, kedai itu salah satu penunjang kehidupan Abang dan keluarga juga, Mas. Selama ini, kehidupannya Abang ngandelin dari kedai aku. Abang gak mungkin bisa kerja kek orang-orang yang berangkat sore
"Mas kamu kenapa? Kok wajahmu pucet begitu. Kamu sakit?" tanya Tasya tak paham.Namun, bukannya menjawab, Varo hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil menghembuskan nafasnya kasar."Nggak papa kok, Dek. Mas gak sakit kok," ucap Varo mengalihkan pembicaraan."Ma -- maaf, Mas, aku nggak bermaksud begitu,"ucap Tasya penuh penyesalan."Nggak papa, Dek, santai aja," ucap Varo kemudian.Namun, setelah itu hening pun melanda mereka berdua. Beberapa kali Varo nampak menghembuskan nafasnya kasar seolah berusaha untuk menetralkan deru nafasnya."Apa, Damar yang kamu maksud adalah Damar Afriansyah?" tanya Varo setelah hatinya terasa lega."Eh, Mas tahu dari mana nama itu?" tanya Tasya penasaran.Lagi-lagi, Varo tak menjawab, namun ia malah mengambil hp-nya dan membuka galeri foto.Selang 5 menit kemudian, ia pun menemukan foto yang dimaksud, lalu segera menyerahkan hpnya kepada sang istri."Apa perempuan ini kamu, Dek?" tanya Varo kembali.Tasya pun melihat gambar yang diberikan oleh Varo sa
Sebenarnya, Varo sendiri merasa senang saat Tasya mengucapkan kata itu.Entah mengapa, melihat Tasya menggunakan kostum kelinci membuat birahinya semakin tinggi, apalagi Tasya terlihat lebih menggemaskan.Sementara itu, Tasya pun segera ke kamar, mengganti bajunya dengan lingerie berkostum kelinci berwarna merah muda.Sebenarnya, kostum ini telah lama ia beli, namun belum berani memakainya karena ia merasa bahwa kostum ini terlalu seksi. Tapi sepertinya, malam ini adalah waktu yang tepat untuk memakai kostum itu.Selang 30 menit kemudian, Tasya pun sudah kembali lagi ke hadapan Varo dengan berdandan ala kelinci.Beberapa kali Varo nampak meneguk salivanya melihat sang istri yang begitu menggoda.Glek."Ca -- cantik banget, Dek," lirih Varo pelan.Tasya pun hanya tersenyum, lalu segera naik ke pangkuan Varo dan langsung mengunci bibir Varo.Awalnya, ciuman itu terasa lembut dan hangat, namun kelamaan menjadi sedikit panas dan ganas. Apalagi, saat Varo mulai meraba area dada dan bawah T
'Dasar, orang mah bangunin, ini malah bikin tulisan begini, ck,' gerutu Tasya.Tasya pun segera ke kamar mandi dan mulai membersihkan sisa - sisa kenikmatannya semalam.Setelah mandi, badannya pun terasa lebih segar dan rileks. Ia pun bergegas mengganti bajunya dan bersiap untuk ke kedai.Hanya dalam waktu 10 menit, Tasya pun sudah berada di depan foodcourtnya. Dari gerbang luar ia sudah melihat sang suami yang tengah duduk di salah satu bangku.Sebelum ke tempat sang suami, Ia pun berhenti sebentar di kedai milik Reni."Mas Varo, dari tadi, Ren?" tanya Tasya setengah berbisik."Hu'um lumayanlah, dari jam 8-an. Lu dari mana aja? Belum bangun apa ampe laki gak dibikinin sarapan?" tanya Reni sedikit menggoda."Haha, biasa, penganten baru mah kan maunya main aja. Ini kecapekan soalnya semalem lemes banget, jadi siang deh. He, ya udah gua mau ke sana dulu, keknya dia masih belum sadar ada bininya," kekeh Tasya dan mendapat anggukan dari Reni.Tasya pun dengan perlahan mendekati Varo yang
Tasya pun langsung tertawa geli begitu perutnya berbunyi."Kamu laper, Dek, haha?" tanya Varo yang ikut tertawa juga dan mendapat anggukan dari Tasya."Hu'um, Mas, padahal tadi udah makan ketan satu sama teh manis anget, tapi tetep aja laper," jawab Tasya polos."Ya udah, kamu mau sarapan apa, Sayang? Mau beli nasi uduknya Reni?" tanya Varo sambil membingkai wajah sang istri."Ndak, Mas, aku pingin yang seger-seger. Keknya mau haid aku, perut aku udah mulai sakit sama rada mual," ucap Tasya sedikit sendu."Mual? Jangan - jangan ---," ucap Varo terkekeh dan langsung mendapat gelengan dari Tasya.Tasya pun segera memeluk tubuh sang suami dan menghirup aroma tubuh lelakinya."Belum, Mas, belum ada dedeknya. Ini biasa aku pas mau haid emang begini, mual, muntah udah kek orang hamil," ucap Tasya dan Varo hanya mengangguk lalu tersenyum.Varo pun lalu mengecup wajah sang istri dan membelai mesra wajah wanitanya."Cie ilah penganten baru, mesranya gak liat - liat tempat," seru Dani dari arah
Tasya pun bangkit dari duduknya sambil membawa botol minumannya itu dan segera menghampiri sang suami yang telah berada di atas motor."Mas mah, ngeselin banget, pake acara ninggalin aku segala pula," gerutu Tasya kesal sambil menepuk pelan pundak sang suami."Habis lola banget ih. Ayo kita pulang, aku mau rapihin hasil desainmu dulu. Udah dikejar deadline soalnya," ucap Varo dan mendapat anggukan dari Tasya.Tasya pun duduk sedikit menjauh dari tubuh Varo karena ia masih kesal dikatai lola dan juga ditinggal.Varo yang tau bahwa sang istri kesal pun akhirnya mengencangkan laju motornya sehingga mau tak mau Tasya pun harus memeluk tubuh sang suami agar tak terjatuh."Mas Varo mah ih, ngeselin banget," gerutu Tasya kesal namun hanya mendapat kekehan saja dari Varo.Selang 20 menit kemudian, keduanya kini telah tiba dirumah mereka.Tasya turun lebih dahulu dan langsung masuk ke rumahnya dengan menghentakkan kakinya tanda ia masih marah.Sementara Varo nampak tersenyum sambil menggelengk
"Iya, ada yang salah?" tanya Tasya dengan wajah tanpa berdosa."Yang bener aja, Dek. Ngga, nggak aku gak mau," jawab Varo sambil menggelengkan kepalanya.Tasya pun nampak merengut dan berkacak pinggang. Wajahnya pun nampak memerah karena marah."Kamu yang bener aja, Dek, masa aku suruh beliin pembalut sih," ucap Varo sedikit menyangkal."Makanya, tadi aku tanya, kamu sayang gak sama aku. Berarti kamu gak sayang sama aku. Terus nanti, kalau misalnya punya anak, aku minta bantuin bebersih, atau mungkin kamu nyuci bekas nifas aku pasti gak mau," ucap Tasya merajuk.Tasya pun segera berlalu menuju ruang tamu dan duduk disana dengan cemberut.Varo pun nampak menghembuskan napasnya pelan, lalu segera menaruh kain pelnya dan segera menghampiri sang istri disana."Aku bukannya gak mau, Dek. Tapi malu, kamu aja gih yang beli, biar aku yang bebenah rumah," bujuk Varo namun mendapat gelengan dari Tasya."Gak mau, aku maunya Mas yang beli. Kalau, Mas gak mau, berarti Mas gak sayang sama aku. Aku
Waktu pun seakan berlalu begitu cepat. Hubungan Varo dan Tasya pun kini terlihat makin harmonis dan juga hangat.Pernikahan yang awalnya hanya untuk sebuah balas dendam, kini berubah menjadi saling mencintai. Keduanya pun nampak selalu saling bahu-membahu dalam mengerjakan segala hal, termasuk bekerja sama dengan tim desainnya.Kedai milik Tasya pun kini sudah kembali buka dan beroperasional sejak seminggu setelah kejadian kerusakan itu.Saat ini, ia pun meminta bantuan Key untuk menjaga dan mengelola kedainya. Dan atas saran dari Varo, ia pun mencari karyawan lain sebagai tambahannya karena kedainya sudah mulai ramai apalagi sejak ada menu baru berupa baso aci dan juga bakar - bakaran.Sebenarnya, kedai sendiri sekarang ia putuskan untuk menyerahkan kepada Revan. Hanya saja, karena sang Kakak masih dalam proses pemulihan dan belum bisa terlalu lelah, Tasya pun masih turun tangan.Apalagi, jika saat Varo mengisi live disana, kedai akan terus ramai bahkan terpaksa buka hingga larut mal
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak