"Iya, ada yang salah?" tanya Tasya dengan wajah tanpa berdosa."Yang bener aja, Dek. Ngga, nggak aku gak mau," jawab Varo sambil menggelengkan kepalanya.Tasya pun nampak merengut dan berkacak pinggang. Wajahnya pun nampak memerah karena marah."Kamu yang bener aja, Dek, masa aku suruh beliin pembalut sih," ucap Varo sedikit menyangkal."Makanya, tadi aku tanya, kamu sayang gak sama aku. Berarti kamu gak sayang sama aku. Terus nanti, kalau misalnya punya anak, aku minta bantuin bebersih, atau mungkin kamu nyuci bekas nifas aku pasti gak mau," ucap Tasya merajuk.Tasya pun segera berlalu menuju ruang tamu dan duduk disana dengan cemberut.Varo pun nampak menghembuskan napasnya pelan, lalu segera menaruh kain pelnya dan segera menghampiri sang istri disana."Aku bukannya gak mau, Dek. Tapi malu, kamu aja gih yang beli, biar aku yang bebenah rumah," bujuk Varo namun mendapat gelengan dari Tasya."Gak mau, aku maunya Mas yang beli. Kalau, Mas gak mau, berarti Mas gak sayang sama aku. Aku
Waktu pun seakan berlalu begitu cepat. Hubungan Varo dan Tasya pun kini terlihat makin harmonis dan juga hangat.Pernikahan yang awalnya hanya untuk sebuah balas dendam, kini berubah menjadi saling mencintai. Keduanya pun nampak selalu saling bahu-membahu dalam mengerjakan segala hal, termasuk bekerja sama dengan tim desainnya.Kedai milik Tasya pun kini sudah kembali buka dan beroperasional sejak seminggu setelah kejadian kerusakan itu.Saat ini, ia pun meminta bantuan Key untuk menjaga dan mengelola kedainya. Dan atas saran dari Varo, ia pun mencari karyawan lain sebagai tambahannya karena kedainya sudah mulai ramai apalagi sejak ada menu baru berupa baso aci dan juga bakar - bakaran.Sebenarnya, kedai sendiri sekarang ia putuskan untuk menyerahkan kepada Revan. Hanya saja, karena sang Kakak masih dalam proses pemulihan dan belum bisa terlalu lelah, Tasya pun masih turun tangan.Apalagi, jika saat Varo mengisi live disana, kedai akan terus ramai bahkan terpaksa buka hingga larut mal
"Kemana?" tanya Tasya sambil mengernyitkan dahinya."Bandung, he," jawab Varo sambil terkekeh dan Tasya pun langsung menepuk jidatnya pelan."Astaga, Mas. Depok - Bandung tuh cuma 3 jam doang, terus kenapa?" tanya Tasya sedikit heran dan mendapat gelengan dari Varo."Nggak kenapa-napa sih. Kamu mau ikut, Dek?" tanya Varo mengalihkan pembicaraannya.Untuk sesaat Tasya terdiam. Haruskah dia ikut? Jika iya, bagaimana keadaan kedai jika ia tinggal? Dan lagi, apa ia masih mual dan muntah. Bukannya, jika masih mual malah akan merepotkan Varo nantinya?"Emang berapa lama, Mas?" tanya Tasya memastikan."Paling cepet seminggu, paling lama sekitar 10 harian, Dek," jawab Varo."Lama, Mas. Ada apa emang?" tanya Tasya ingin tau."Ada projek desain disana. Selain itu, ada peresmian cabang kantor baru punya keluarga angkat aku, Dek. Jadi, kemungkinan bisa lama," jawab Varo dan Tasya pun nampak mengangguk - angguk."Kalau gitu, aku dirumah aja ya, Mas. Mas disana ada keluarga angkat juga kan? Pasti b
"Ish, Mas tuh kenapa sih, selalu aja bilang kalau aku hamil. Jadi beban tau, gak! Kalau aku gak hamil gimana? Pasti, Mas, bakalan kecewa kan," gerutu Tasya sedikit kesal.Varo pun hanya tersenyum sebentar. Tasya benar, jika sang istri tak hamil, maka ia akan sedikit kecewa karena lagi-lagi penantiannya belum terwujud.Varo pun lalu mencium pipi istrinya dan meminta maaf."Kamu beneran gak ikut aku, Dek?" tanya Varo memastikan dan mendapat anggukan dari Tasya."Kalau kamu mual lagi dan gak bisa mendusel ke ketek aku gimana, Dek?" tanya Varo kembali dan langsung membuat Tasya kembali cemberut."Jangan gitu, dong. Dia mah, gak pingin istrinya sembuh apa," ucap Tasya sedikit merajuk.Varo pun hanya tersenyum lalu melepas pelukannya."Iya, iya, maaf deh," ucap Varo akhirnya.Lebih baik ia mengalah, karena sikap Tasya saat ini pun seperti angin. Kadang baik, kadang tidak.Varo pun memutuskan untuk segera mandi saja karena badannya sudah terasa lengket dan gerah. Sementara Tasya, segera meng
Suara itu adalah milik Key yang baru keluar dari kamarnya dan langsung ikut nimbrung disana. Ia pun segera duduk di samping suaminya."Itu Tasya, Dek," ucap Revan sambil tersenyum namun mendapat gelengan yang kuat dari sang adik."Sembarang kalau ngomong!" seru Tasya kesal."Loh, kenapa? Bukannya bagus kalau kamu hamil, Neng?" tanya Key sedikit penasaran.Raut wajah Key sendiri sebenarnya mendadak berubah sendu, dan Tasya sadar pasti sang kakak ipar sedikit terluka karena ia belum juga hamil sampai sekarang."Aku gak hamil, Kak. Aku tuh cuma mual biasa karena mau haid. Udah dong, jangan bilang aku hamil terus, aku tuh stress tau gak diginiin. Mas Varo juga samanya, bilang aku hamil, kan aku stress lama-lama," lirih Tasya sendu.Raut wajah Tasya sendiri tidaklah bohong. Ia seperti menyimpan suatu beban yang cukup berat, yaitu tentang kehamilannya yang sebenarnya ia sendiri tak tau. Pak Ega yang berada disebelahnya pun langsung mengambil lengan sang anak dan membelainya dengan lembut."
Cukup lama keduanya berada di posisi itu. Mungkin aslinya, terlihat biasa saja, namun tidak bagi keduanya. Ada sedikit sesak yang mereka rasakan, namun demi pekerjaan semua harus dilakukan.Varo pun segera menghampiri mobilnya dan mulai menyalakannya. Tasya masih tetap setia menunggu di teras rumah, sampai mobil itu akhirnya jalan dan menghilang di telan gelapnya malam.Tasya pun memilih kembali ke kamarnya dan mulai merebahkan dirinya di atas kasurnya. Rasanya hampa, padahal baru sebentar mereka berpisah.Seperti ada sesuatu yang hilang di dekatnya, kini Tasya pun mulai merasakan kenapa dulu Inara memilih untuk berpisah dengan sang suami padahal hidup mereka sudah mapan.Ya, Inara pernah bercerita padanya, bahwa ia tak bisa lagi melanjutkan rumah tangganya karena sang suami jarang pulang dan berada di Kalimantan.Entah disana ia masih sendiri atau sudah memiliki istri lain, Inara pun tak tau. Hanya saja, Inara merasa percuma hidup penuh kekayaan tapi tidak bisa dinikmati bersama dan
"Garis satu, Kak," ucap Tasya sendu seraya menyerahkan tespek itu kepada Key. Key pun menerimanya sebentar tanpa berkomentar apapun. Sementara Tasya, ia pun langsung tertunduk sambil memainkan jari jemarinya. Hatinya hancur dan juga kecewa karena hasil yang tak sesuai harapannya. Setelah beberapa saat hening, Key pun nampak tersenyum dan segera bangkit dari duduknya dan langsung memeluk sang adik. "Selamat sayang, kamu hamil," ucap Key dengan wajah yang berbinar. "Hamil? Kakak jangan becanda!" seru Tasya seraya mengambil tespek itu kembali. Hasilnya saat ini terlihat lebih jelas dibanding saat ia menyerahkannya tadi kepada sang kakak, garis dua berwarna merah. "I -- ini beneran, Kak?" tanya Tasya seolah tak percaya dan mendapat anggukan dari Key. Tasya kembali memeluk tubuh sang kakak dan berjingkrak senang. Hingga tak lama, kesenangan keduanya pun terhenti karena suara bariton dari Revan. "Seneng banget, ada apa sih?" tanya Revan seraya menghampiri kedua wanitanya itu dan me
Varo yang merasa sedikit lelah karena mengemudi hampir 5 jam itu, memutuskan untuk tidur saja, begitu ia sampai rumah keluarga angkatnya.Sekitar pukul 10.00 WIB, barulah ia terbangun dari tidurnya. Dan hal yang pertama ia cari adalah hpnya. Apa Tasya menghubunginya dari tadi? Takut, jika sang istri itu menelponnya meskipun ia sudah bilang sebelumnya.Namun, saat Varo membuka hpnya, hanya ada satu pesan dari sang istri.[Iya, Mas. Kamu istirahat aja. Pasti capek kan semaleman nyetir sambil jagain aku? Ya udah tidur ya, kalau dah bangun, chat aku. See you, Mas, love you]Varo hanya tersenyum lalu segera membalas pesan itu.[Aku baru bangun, Dek. Kalau nyetir doang mah, gak capek sih, karena sebelumnya abis ngerjain istriku aja makanya capek dikit he. Aku mau kumpul dulu sama keluarga bentar ya, Dek. Nanti, ku chat lagi kalau udah agak senggang]Setelah itu, Varo kembali menaruh hpnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelah merasa sedikit lebih segar, barulah ia kel