"Ish, Mas tuh kenapa sih, selalu aja bilang kalau aku hamil. Jadi beban tau, gak! Kalau aku gak hamil gimana? Pasti, Mas, bakalan kecewa kan," gerutu Tasya sedikit kesal.Varo pun hanya tersenyum sebentar. Tasya benar, jika sang istri tak hamil, maka ia akan sedikit kecewa karena lagi-lagi penantiannya belum terwujud.Varo pun lalu mencium pipi istrinya dan meminta maaf."Kamu beneran gak ikut aku, Dek?" tanya Varo memastikan dan mendapat anggukan dari Tasya."Kalau kamu mual lagi dan gak bisa mendusel ke ketek aku gimana, Dek?" tanya Varo kembali dan langsung membuat Tasya kembali cemberut."Jangan gitu, dong. Dia mah, gak pingin istrinya sembuh apa," ucap Tasya sedikit merajuk.Varo pun hanya tersenyum lalu melepas pelukannya."Iya, iya, maaf deh," ucap Varo akhirnya.Lebih baik ia mengalah, karena sikap Tasya saat ini pun seperti angin. Kadang baik, kadang tidak.Varo pun memutuskan untuk segera mandi saja karena badannya sudah terasa lengket dan gerah. Sementara Tasya, segera meng
Suara itu adalah milik Key yang baru keluar dari kamarnya dan langsung ikut nimbrung disana. Ia pun segera duduk di samping suaminya."Itu Tasya, Dek," ucap Revan sambil tersenyum namun mendapat gelengan yang kuat dari sang adik."Sembarang kalau ngomong!" seru Tasya kesal."Loh, kenapa? Bukannya bagus kalau kamu hamil, Neng?" tanya Key sedikit penasaran.Raut wajah Key sendiri sebenarnya mendadak berubah sendu, dan Tasya sadar pasti sang kakak ipar sedikit terluka karena ia belum juga hamil sampai sekarang."Aku gak hamil, Kak. Aku tuh cuma mual biasa karena mau haid. Udah dong, jangan bilang aku hamil terus, aku tuh stress tau gak diginiin. Mas Varo juga samanya, bilang aku hamil, kan aku stress lama-lama," lirih Tasya sendu.Raut wajah Tasya sendiri tidaklah bohong. Ia seperti menyimpan suatu beban yang cukup berat, yaitu tentang kehamilannya yang sebenarnya ia sendiri tak tau. Pak Ega yang berada disebelahnya pun langsung mengambil lengan sang anak dan membelainya dengan lembut."
Cukup lama keduanya berada di posisi itu. Mungkin aslinya, terlihat biasa saja, namun tidak bagi keduanya. Ada sedikit sesak yang mereka rasakan, namun demi pekerjaan semua harus dilakukan.Varo pun segera menghampiri mobilnya dan mulai menyalakannya. Tasya masih tetap setia menunggu di teras rumah, sampai mobil itu akhirnya jalan dan menghilang di telan gelapnya malam.Tasya pun memilih kembali ke kamarnya dan mulai merebahkan dirinya di atas kasurnya. Rasanya hampa, padahal baru sebentar mereka berpisah.Seperti ada sesuatu yang hilang di dekatnya, kini Tasya pun mulai merasakan kenapa dulu Inara memilih untuk berpisah dengan sang suami padahal hidup mereka sudah mapan.Ya, Inara pernah bercerita padanya, bahwa ia tak bisa lagi melanjutkan rumah tangganya karena sang suami jarang pulang dan berada di Kalimantan.Entah disana ia masih sendiri atau sudah memiliki istri lain, Inara pun tak tau. Hanya saja, Inara merasa percuma hidup penuh kekayaan tapi tidak bisa dinikmati bersama dan
"Garis satu, Kak," ucap Tasya sendu seraya menyerahkan tespek itu kepada Key. Key pun menerimanya sebentar tanpa berkomentar apapun. Sementara Tasya, ia pun langsung tertunduk sambil memainkan jari jemarinya. Hatinya hancur dan juga kecewa karena hasil yang tak sesuai harapannya. Setelah beberapa saat hening, Key pun nampak tersenyum dan segera bangkit dari duduknya dan langsung memeluk sang adik. "Selamat sayang, kamu hamil," ucap Key dengan wajah yang berbinar. "Hamil? Kakak jangan becanda!" seru Tasya seraya mengambil tespek itu kembali. Hasilnya saat ini terlihat lebih jelas dibanding saat ia menyerahkannya tadi kepada sang kakak, garis dua berwarna merah. "I -- ini beneran, Kak?" tanya Tasya seolah tak percaya dan mendapat anggukan dari Key. Tasya kembali memeluk tubuh sang kakak dan berjingkrak senang. Hingga tak lama, kesenangan keduanya pun terhenti karena suara bariton dari Revan. "Seneng banget, ada apa sih?" tanya Revan seraya menghampiri kedua wanitanya itu dan me
Varo yang merasa sedikit lelah karena mengemudi hampir 5 jam itu, memutuskan untuk tidur saja, begitu ia sampai rumah keluarga angkatnya.Sekitar pukul 10.00 WIB, barulah ia terbangun dari tidurnya. Dan hal yang pertama ia cari adalah hpnya. Apa Tasya menghubunginya dari tadi? Takut, jika sang istri itu menelponnya meskipun ia sudah bilang sebelumnya.Namun, saat Varo membuka hpnya, hanya ada satu pesan dari sang istri.[Iya, Mas. Kamu istirahat aja. Pasti capek kan semaleman nyetir sambil jagain aku? Ya udah tidur ya, kalau dah bangun, chat aku. See you, Mas, love you]Varo hanya tersenyum lalu segera membalas pesan itu.[Aku baru bangun, Dek. Kalau nyetir doang mah, gak capek sih, karena sebelumnya abis ngerjain istriku aja makanya capek dikit he. Aku mau kumpul dulu sama keluarga bentar ya, Dek. Nanti, ku chat lagi kalau udah agak senggang]Setelah itu, Varo kembali menaruh hpnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelah merasa sedikit lebih segar, barulah ia kel
Selepas adzan dzuhur, Varo pun segera bergegas menuju lapangan tempat teman-temannya sudah berkumpul.Disana, tak hanya keempat temannya yang tempo lalu saja, namun ada juga beberapa orang lainnya."Ini tempatnya?" tanya Varo memastikan dan mendapat anggukan dari Denis."Rencananya mau dibikin gedung bertingkat, tapi belum yakin," tambah Rama kemudian."Harus cek kondisi tanah dulu, bisa nopang gak," ucap Varo."Perlu hubungin Tasya?" tanya Rama dan langsung mendapat gelengan dari Varo."Tasya belum ngerti soal bangunan tingkat. Dia lebih ngerti tentang rumah dan desain interiornya," jawab Varo cepat.Varo mulai menyalakan rokoknya, hal yang biasa ia lakukan saat akan survei tempat. Dan tak lama, seorang wanita muda yang berada disana pun segera mendekati Varo dan menyerahkan sebuah berkas kepadanya. Varo pun memeriksa kertas itu dan membolak-balikannya perlahan.Setelah beberapa saat, ia pun mulai melangkah sedikit ke tengah, meninggalkan teman-temannya yang lain.Setelah menemukan t
Tasya mundur beberapa langkah saat melihat apa yang terjadi di hadapannya. Apalagi, saat wanita itu mencium mesra pipi Varo.Air matanya pun perlahan jatuh begitu saja melihat itu dan ia pun memilih untuk segera pergi."Tasya tunggu," ucap Varo seraya menyerahkan Ara kepada Beby."Siapa, Bang?" tanya Beby sedikit bingung sambil menerima Ara."Oliv. Saya harus kejar dia, biar gak salah paham," ucap Varo dan akhirnya ia mulai melangkah mengejar Tasya."Tasya, tunggu," seru Varo kembali namun seolah Tasya tak peduli.Seruan Varo terus menggema membuat beberapa orang pengunjung nampak mengalihkan pandangannya ke arah mereka.Namun, Tasya seakan tak peduli dan terus melangkah menuju saungnya meskipun beberapa kali ia hampir menabrak pelayan."Beresin segera!" titah Varo kepada pelayan yang tak sengaja di tabrak Tasya tadi.Setibanya di saung, Tasya pun segera mengambil tasnya dan bersiap untuk pulang."Mau kemana Neng? Makanannya baru dateng ini," ucap Revan sedikit khawatir saat melihat s
Tasya terus saja berjalan keluar menjauh dari restoran itu. Tujuannya adalah pulang kerumahnya dan menangis sekencang-kencangnya.Perasaannya sakit dan juga kecewa, lelaki yang begitu dicintainya ternyata telah memiliki istri bahkan juga seorang anak.Lalu, apa bedanya dia saat ini dengan Keysa? Bukannya sama - sama pelakor di hubungan orang lain.Tasya benar-benar merutuki kebodohan dirinya sendiri yang tak mencari tau tentang Varo sebelumnya.Tak berselang lama, terdengar bunyi klakson motor persis disampingnya dan terpaksa ia pun harus berhenti melangkah."Ayo, naik, kita pulang," ajak Key sedikit ketus.Tasya pun hanya mengangguk lalu segera naik ke atas motornya.Sesekali ia masih saja menangis dan sesegukan di atas motornya sehingga membuat Key sedikit kesal. Key pun segera menepikan motornya, membuat Tasya seketika menghentikan tangisannya."Jangan nangis di motor, ini lagi di jalan, ntar dikira orang kalau kamu saya apa-apain, Neng," tegur Key sedikit ramah.Tasya pun hanya me