Varo yang merasa sedikit lelah karena mengemudi hampir 5 jam itu, memutuskan untuk tidur saja, begitu ia sampai rumah keluarga angkatnya.Sekitar pukul 10.00 WIB, barulah ia terbangun dari tidurnya. Dan hal yang pertama ia cari adalah hpnya. Apa Tasya menghubunginya dari tadi? Takut, jika sang istri itu menelponnya meskipun ia sudah bilang sebelumnya.Namun, saat Varo membuka hpnya, hanya ada satu pesan dari sang istri.[Iya, Mas. Kamu istirahat aja. Pasti capek kan semaleman nyetir sambil jagain aku? Ya udah tidur ya, kalau dah bangun, chat aku. See you, Mas, love you]Varo hanya tersenyum lalu segera membalas pesan itu.[Aku baru bangun, Dek. Kalau nyetir doang mah, gak capek sih, karena sebelumnya abis ngerjain istriku aja makanya capek dikit he. Aku mau kumpul dulu sama keluarga bentar ya, Dek. Nanti, ku chat lagi kalau udah agak senggang]Setelah itu, Varo kembali menaruh hpnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelah merasa sedikit lebih segar, barulah ia kel
Selepas adzan dzuhur, Varo pun segera bergegas menuju lapangan tempat teman-temannya sudah berkumpul.Disana, tak hanya keempat temannya yang tempo lalu saja, namun ada juga beberapa orang lainnya."Ini tempatnya?" tanya Varo memastikan dan mendapat anggukan dari Denis."Rencananya mau dibikin gedung bertingkat, tapi belum yakin," tambah Rama kemudian."Harus cek kondisi tanah dulu, bisa nopang gak," ucap Varo."Perlu hubungin Tasya?" tanya Rama dan langsung mendapat gelengan dari Varo."Tasya belum ngerti soal bangunan tingkat. Dia lebih ngerti tentang rumah dan desain interiornya," jawab Varo cepat.Varo mulai menyalakan rokoknya, hal yang biasa ia lakukan saat akan survei tempat. Dan tak lama, seorang wanita muda yang berada disana pun segera mendekati Varo dan menyerahkan sebuah berkas kepadanya. Varo pun memeriksa kertas itu dan membolak-balikannya perlahan.Setelah beberapa saat, ia pun mulai melangkah sedikit ke tengah, meninggalkan teman-temannya yang lain.Setelah menemukan t
Tasya mundur beberapa langkah saat melihat apa yang terjadi di hadapannya. Apalagi, saat wanita itu mencium mesra pipi Varo.Air matanya pun perlahan jatuh begitu saja melihat itu dan ia pun memilih untuk segera pergi."Tasya tunggu," ucap Varo seraya menyerahkan Ara kepada Beby."Siapa, Bang?" tanya Beby sedikit bingung sambil menerima Ara."Oliv. Saya harus kejar dia, biar gak salah paham," ucap Varo dan akhirnya ia mulai melangkah mengejar Tasya."Tasya, tunggu," seru Varo kembali namun seolah Tasya tak peduli.Seruan Varo terus menggema membuat beberapa orang pengunjung nampak mengalihkan pandangannya ke arah mereka.Namun, Tasya seakan tak peduli dan terus melangkah menuju saungnya meskipun beberapa kali ia hampir menabrak pelayan."Beresin segera!" titah Varo kepada pelayan yang tak sengaja di tabrak Tasya tadi.Setibanya di saung, Tasya pun segera mengambil tasnya dan bersiap untuk pulang."Mau kemana Neng? Makanannya baru dateng ini," ucap Revan sedikit khawatir saat melihat s
Tasya terus saja berjalan keluar menjauh dari restoran itu. Tujuannya adalah pulang kerumahnya dan menangis sekencang-kencangnya.Perasaannya sakit dan juga kecewa, lelaki yang begitu dicintainya ternyata telah memiliki istri bahkan juga seorang anak.Lalu, apa bedanya dia saat ini dengan Keysa? Bukannya sama - sama pelakor di hubungan orang lain.Tasya benar-benar merutuki kebodohan dirinya sendiri yang tak mencari tau tentang Varo sebelumnya.Tak berselang lama, terdengar bunyi klakson motor persis disampingnya dan terpaksa ia pun harus berhenti melangkah."Ayo, naik, kita pulang," ajak Key sedikit ketus.Tasya pun hanya mengangguk lalu segera naik ke atas motornya.Sesekali ia masih saja menangis dan sesegukan di atas motornya sehingga membuat Key sedikit kesal. Key pun segera menepikan motornya, membuat Tasya seketika menghentikan tangisannya."Jangan nangis di motor, ini lagi di jalan, ntar dikira orang kalau kamu saya apa-apain, Neng," tegur Key sedikit ramah.Tasya pun hanya me
Sekitar pukul 15.00 WIB, barulah Tasya bangun dari tidurnya dengan mata yang sedikit perih dan bengkak.Tasya memilih untuk segera ke kamar mandi untuk mandi saja. Setelah mandi, badannya pun sedikit lebih segar dibanding tadi.Setelah itu, ia pun segera melaksanakan solat ashar, karena sudah tiba waktunya. Setelah selesai solat, hati dan pikirannya pun terasa lebih tenang, meskipun masih ada sedikit rasa kecewa di hatinya.Setelah itu, barulah Tasya keluar dari kamar dan menuju ruang tamunya. Ternyata disana sudah ada Pak Ega dan juga Revan yang sedang berbicara cukup serius dengan Key.Melihat ada Tasya disana, percakapan mereka pun langsung terhenti, membuat Tasya sedikit penasaran dengan yang apa mereka obrolkan."Kok diem? Keknya tadi serius banget keliatannya," ucap Tasya seraya duduk disebelah sang Papa."Nggak ada yang serius kok, Neng. Kamu baru bangun?" tanya Pak Ega ramah dan mendapat anggukan dari Tasya."Beneran? Kok, Tasya jadi curiga," jawab Tasya tak percaya."Benera
"Dek, udah solat magrib belum?" tanya Varo setengah berteriak dari dalam kamar."Belum lah, kan tadi kamu aja pulang pas adzan. Terus langsung ngurusin muka mu dulu, gimana mau solat," gerutu Tasya kesal dari arah dapur."Ya udah, Mas tunggu. Ayo, jama'ah," ucap Varo.Tasya pun hanya mengangguk lalu segera berwudhu di kamar mandinya. Sementara Varo, menyiapkan sajadah dan juga mukena sang istri dan menaruhnya tepat dibelakangnya.Tak lama, Tasya pun datang dengan wajah yang masih nampak sedikit basah. Ia pun segera memakai mukenanya dan setelah itu keduanya melakukan solat magrib berjamaah.Setelah selesai solat magrib, keduanya seperti enggan untuk bangun. Hanya menggeser tubuhnya hingga bersandar di tempat tidur."Dek, sini," ucap Varo seraya menepuk lantai disebelahnya.Tasya tak menjawab hanya segera menggeser tubuhnya tanpa melepas mukenanya terlebih dahulu."Udah dong ngambeknya, nanti cantiknya ilang loh," rayu Varo sambil memegang dagu sang istri."Apaan sih, Mas, ngeselin ban
Sekitar pukul 09.00 WIB, barulah Tasya bangun dari tidurnya.Saat membuka matanya, nampak Varo yang masih terlelap. Ia masih bersyukur, karena wajah Varo lah yang masih ia lihat untuk pertama kalinya saat ini. Tasya pun tersenyum lalu segera mengecup pelan bibir sang suami.Namun, sayangnya tak ada pergerakan apapun dari Varo yang berarti ia masih tertidur pulas.Perlahan, Tasya pun memilih bangkit dari tidurnya dan mulai merasakan sedikit nyeri di bagian perutnya. Dan saat menyingkap selimutnya, Tasya pun sangat terkejut karena ada noda darah di atas sprei itu."Astagfirullah, darah," ucap Tasya sedikit khawatir.Dengan perasaan yang tak tentu, antara takut dan juga khawatir, Ia pun segera bangun dan memilih untuk pergi ke kamar mandi.Dengan sedikit cemas, ia pun membersihkan dirinya, berharap darahnya tak akan keluar lagi.'Ya Allah, Nak, pasti karena semalem Mamah sama Papa mainnya terlalu lama. Maafin Mamah yang semalem los control ya, Nak. Semoga kamu baik-baik aja, Sayang. Nant
"Mas!" jerit Tasya histeris."Apa? Bukannya itu mau kamu, hah?!" sentak Varo kesal.Tasya menggeleng pelan lalu segera memeluk tubuh suaminya. Ia yang kesal pun langsung memukul dada Varo beberapa kali."Aku gak mau, Mas, aku gak mau," rengek Tasya di pelukan Varo.Namun, bukannya membalas pelukan Tasya dan menenangkannya, Varo malah mendorong tubuh Tasya sedikit menjauh."Maaf, Dek, aku cuma lakuin sesuai permintaan kamu aja. Maaf kalau mungkin aku terdengar nyakitin kamu," lirih Varo sendu.Ada setitik air mata di pupil Varo yang sudah siap untuk jatuh ke pipinya namun masih bisa ia tahan.Varo pun segera memeluk tubuh istrinya dan mengecupnya beberapa kali, menghirup aroma tubuh wanitanya yang mungkin akan ia rindukan."Aku sayang kamu, Dek. Cuma kamu satu-satunya wanita yang paling aku cinta saat ini. Tapi maaf, kamu udah bukan istri aku lagi. Aku pamit pergi ya," ucap Varo sambil melepas pelukannya."Mas, gak gitu, aku gak mau," ucap Tasya seraya meraih lengan Varo agar tak perg
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak