"Dek, udah solat magrib belum?" tanya Varo setengah berteriak dari dalam kamar."Belum lah, kan tadi kamu aja pulang pas adzan. Terus langsung ngurusin muka mu dulu, gimana mau solat," gerutu Tasya kesal dari arah dapur."Ya udah, Mas tunggu. Ayo, jama'ah," ucap Varo.Tasya pun hanya mengangguk lalu segera berwudhu di kamar mandinya. Sementara Varo, menyiapkan sajadah dan juga mukena sang istri dan menaruhnya tepat dibelakangnya.Tak lama, Tasya pun datang dengan wajah yang masih nampak sedikit basah. Ia pun segera memakai mukenanya dan setelah itu keduanya melakukan solat magrib berjamaah.Setelah selesai solat magrib, keduanya seperti enggan untuk bangun. Hanya menggeser tubuhnya hingga bersandar di tempat tidur."Dek, sini," ucap Varo seraya menepuk lantai disebelahnya.Tasya tak menjawab hanya segera menggeser tubuhnya tanpa melepas mukenanya terlebih dahulu."Udah dong ngambeknya, nanti cantiknya ilang loh," rayu Varo sambil memegang dagu sang istri."Apaan sih, Mas, ngeselin ban
Sekitar pukul 09.00 WIB, barulah Tasya bangun dari tidurnya.Saat membuka matanya, nampak Varo yang masih terlelap. Ia masih bersyukur, karena wajah Varo lah yang masih ia lihat untuk pertama kalinya saat ini. Tasya pun tersenyum lalu segera mengecup pelan bibir sang suami.Namun, sayangnya tak ada pergerakan apapun dari Varo yang berarti ia masih tertidur pulas.Perlahan, Tasya pun memilih bangkit dari tidurnya dan mulai merasakan sedikit nyeri di bagian perutnya. Dan saat menyingkap selimutnya, Tasya pun sangat terkejut karena ada noda darah di atas sprei itu."Astagfirullah, darah," ucap Tasya sedikit khawatir.Dengan perasaan yang tak tentu, antara takut dan juga khawatir, Ia pun segera bangun dan memilih untuk pergi ke kamar mandi.Dengan sedikit cemas, ia pun membersihkan dirinya, berharap darahnya tak akan keluar lagi.'Ya Allah, Nak, pasti karena semalem Mamah sama Papa mainnya terlalu lama. Maafin Mamah yang semalem los control ya, Nak. Semoga kamu baik-baik aja, Sayang. Nant
"Mas!" jerit Tasya histeris."Apa? Bukannya itu mau kamu, hah?!" sentak Varo kesal.Tasya menggeleng pelan lalu segera memeluk tubuh suaminya. Ia yang kesal pun langsung memukul dada Varo beberapa kali."Aku gak mau, Mas, aku gak mau," rengek Tasya di pelukan Varo.Namun, bukannya membalas pelukan Tasya dan menenangkannya, Varo malah mendorong tubuh Tasya sedikit menjauh."Maaf, Dek, aku cuma lakuin sesuai permintaan kamu aja. Maaf kalau mungkin aku terdengar nyakitin kamu," lirih Varo sendu.Ada setitik air mata di pupil Varo yang sudah siap untuk jatuh ke pipinya namun masih bisa ia tahan.Varo pun segera memeluk tubuh istrinya dan mengecupnya beberapa kali, menghirup aroma tubuh wanitanya yang mungkin akan ia rindukan."Aku sayang kamu, Dek. Cuma kamu satu-satunya wanita yang paling aku cinta saat ini. Tapi maaf, kamu udah bukan istri aku lagi. Aku pamit pergi ya," ucap Varo sambil melepas pelukannya."Mas, gak gitu, aku gak mau," ucap Tasya seraya meraih lengan Varo agar tak perg
Dug! Dug! Dug!Bunyi gedoran pintu yang begitu kencang mampu membuat Varo terbangun dari tidurnya.Dengan perasaan malas, ia pun segera bangkit dari peraduannya dan membuka pintunya sebelum pintu itu rusak karena ulah seseorang.Dirinya sendiri masih sangat mengantuk, karena semalaman tak bisa tidur memikirkan sang istri dirumah, dan baru bisa tertidur setelah melakukan solat malam itu.Dug!"Aw, apa - apaan sih kamu, Beb?!" seru Varo sedikit kesal sambil memegangi jidatnya yang tak sengaja tergetok oleh Beby karena menggedor pintu kamarnya itu."Eh, udah di buka, kirain masih di tutup. Maaf deh, Bang, sengaja," ucap Beby sambil terkekeh."Ngapain sih gedor - gedor pintu kek gitu? Masih pagi udah ganggu orang tidur aja. Abang masih ngantuk, mau tidur lagi," ucap Varo seraya mau menutup pintunya kembali namun berhasil di cegah oleh Beby."Jadi bikin resepsi gak sih? Udah jam 10 ini, masih aja mau molor! Niat gak sih?" tanya Beby sedikit menggerutu.Varo pun setengah terkejut, ia pun se
Sekitar pukul 14.30 WIB, barulah perawatan yang dilakukan Tasya selesai semua."Udah yuk, pulang," ajak Tasya kepada Azalea namun mendapat gelengan darinya."Nanti aja, Kak. Kita jalan - jalan sebentar yuk sekalian makan siang. Emang kakak gak laper tah?" tanya Azalea.Tasya pun terdiam sebentar lalu menganggu."Laper sih. Ya udah yuk, sekalian kakak juga mau cari-cari sesuatu di mall," ucap Tasya dan langsung mendapat anggukan dari Azalea.Kedua kakak beradik itu pun segera keluar dari salonnya dan menuju mobilnya.Tak lama, mobil pun mulai melaju menuju salah satu mall di Kota Depok."Ah iya, Le, yang bikin video itu kapan lagi? Sisa yang pake gaun doang kan?" tanya Tasya penasaran seraya memecah keheningan di dalam mobil itu."Nanti sore, Kak. Aku janjian di butik jam 5an," ucap Azalea dan mendapat anggukan dari Tasya.Selang, 30 menit kemudian, mobil pun sudah tiba di mall tersebut. Tujuan pertama mereka adalah foodcourt untuk makan siang sebentar. Setelah makan siang, barulah mer
Tasya terperanjat kaget dengan apa yang terlihat di hadapannya itu.Sebuah dekorasi mewah dan juga megah bak negri fantasi dengan perpaduan warna biru dan putih yang menghiasi pinggir - pinggirnya.Pak Ega yang berada tak jauh dari Tasya segera menghampirinya dan membelai lembut tangannya."Masya Allah, kamu cantik banget, Neng. Persis seperti ibumu. Ayo, temui suamimu disana," ucap Pak Ega seraya menunjuk ke arah pelaminan.Tasya pun segera mengalihkan pandangannya ke sana. Disana, nampak Varo tengah tersenyum kepadanya. Membuat degup jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Tak hanya Pak Ega, Key juga ikut mendekat lalu menyerahkan sebuah buket bunga kepada sang adik."Temuin dan minta maaf sama suamimu, Neng,"ucap Key lembut dan mendapat anggukan dari Tasya."Eh iya, Om Ega boleh gandeng Kakak sampai pinggir bunga itu, ya. Nanti, dari sana biar Kakak yang jalan sendiri nemuin Abang ke tengah," ucap Azalea memberi arahan kepada mereka berdua Pak Ega pun mengangguk paham dan s
Varo tersenyum lalu membelai lembut wajah sang istri dan menggeleng pelan. "Te -- terus?" tanya Tasya sedikit tergagap. "Ara, panggil Mami suru kesini gitu ya. Suru Papa," ucap Varo lembut kepada sang anak. Ara pun mengangguk lalu segera turun dari kursi pelaminan dan berjalan menuju sang mami disana. "Namanya Ara, lengkapnya Dinara Putri Afriansyah, umurnya baru 3 tahun sekarang," jelas Varo kemudian. "Namanya cantik, kek anaknya, Mas," ucap Tasya memuji. Tak lama, Ara kembali ke atas pelaminan bersama seorang perempuan yang memakai kebaya berwarna lilac, persis seperti yang dipakai Azalea dan juga Key. Ara kembali duduk dipangkuan Varo, sementara wanita itu tersenyum lembut dan langsung memeluk tubuh Tasya begitu saja, seolah mereka sudah lama tak bertemu. Setelah beberapa saat, perempuan itu pun melepaskan pelukannya dengan posisi masih dengan senyuman manisnya. Tasya merasa tak asing dengan senyuman itu, dan mencoba mengingatnya. Namun, ia benar-benar lupa. "Mbak
Tasya hanya tersenyum lalu mengangguk."Beneran, Dek?" tanya Varo kembali seolah tak percaya.Tasya hanya terkekeh geli melihat ekspresi sang suami. Sungguh ekspresi Varo saat itu sangat menggemaskan, antara kaget, senang dan bahagia benar-benar menjadi satu.Varo pun nampak mengusap wajahnya kasar lalu tersenyum dan tertawa."Ini beneran?" tanya Varo kembali.Tasya hanya mengangguk dan tersenyum saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Varo pun segera bangkit dari duduknya dan langsung meninjau udara. Setelah itu ia pun nampak beberapa kali menepuk pipinya seolah mencoba membangunkannya dari mimpi."Gu -- gua mau jadi Papa? Seriusan?" tanya Varo kepada dirinya sendiri."Gua jadi Papa. Weyy gua jadi papa haha," ucap Varo sambil tersenyum.Ia pun lalu memeluk tubuh Tasya dan menciumi wajahnya berkali-kali."Aku mau jadi Papa, Dek, mau jadi Papa," ucap Varo dengan bangga."Iya, Mas, selamat yah, akhirnya kita beneran bisa jadi orang tua," ucap Tasya sambil tersenyum.Keduanya pun kembali
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak