Share

Bab 2. Keputusan Kakek

Ucapan Nadya membuat seisi ruangan menegang. 

Bukan hanya Bramantyo yang tampak terkejut dengan pernyataan Nadya, tapi ayah Citra sendiri juga. Karena satu pernyataan putri tirinya itu, terbukti bahwa pernyataannya mengenai Arga tidak akan berselingkuh lagi setelah menikah dengan Citra sama saja dengan omong kosong belaka! Buktinya, mereka sudah melakukannya berulang kali!

Bramantyo menatap cucunya dengan tatapan dingin, penuh kekecewaan. “Memalukan! Kamu telah mempermalukan keluarga kita dan mengkhianati Citra yang tulus!”

“Ini salah kalian karena terlalu memanjakannya,” seru Bramantyo yang kini menatap kedua orang tua Arga yang juga hanya dapat menundukan kepala mereka.

“Kamu benar-benar adalah aib bagi keluarga Bramantyo!” Bramantyo menunjuk-nunjuk wajah Arga dengan penuh emosi, sehingga membuat nafasnya menjadi tersengal-sengal.

“Kakek,” Citra kemudian memegang lengan Bramantyo dan menopang tubuhnya agar tidak terjatuh.

Bramantyo memejamkan matanya berusaha menahan rasa amarah di dalam hatinya. Ia kemudian meminta pelayan untuk mengantarkannya ke kamarnya untuk menenangkan diri sesaat.

Raut wajah semua orang di ruangan masih tegang dan begitu hening.

Tak hanya Kakek Bramantyo yang perlu menenangkan diri, Citra juga merasa demikian. Ia kemudian meninggalkan ruang tengah sejenak dan menuju dapur untuk mengambil segelas air.

Baru saja dirinya ingin minum, tangan Nadya menarik kasar gelas di tangan Citra.

“Dasar wanita menyedihkan. Asal tahu saja, Arga tidak pernah tertarik padamu, buktinya Arga langsung tergoda padaku dan kami sudah sering melakukannya sejak kalian dijodohkan pertama kali. Jadi seharusnya kamu sadar diri! Cepat beritahu Kakek, bahwa kamu tidak akan menikah dengan Arga,”

Nadya berharap Citra akan menangis begitu mendengar perkataannya, namun dirinya terkejut ketika mendapati Citra justru tersenyum sinis.

“Ya, kalian memang pasangan serasi.”

Nadya mengernyitkan keningnya merasa heran.

Citra kemudian melanjutkan ucapannya, “Kalian sama-sama murahan. Jadi, tidak perlu cemas, aku dengan senang hati akan membuang Arga untukmu. Silahkan menikmati barang bekas yang telah kubuang itu.”

Hati Nadya menjadi panas begitu mendengarnya, “Kamu–”

Sayangnya, belum sempat membalas ucapan Citra, mereka mendengar suara pelayan Bramantyo yang kembali meminta semua orang untuk berkumpul di ruang tengah kembali. 

Di ruang tengah, Kakek Bramantyo sudah duduk, begitu melihat semua orang telah berkumpul, ia berkata dengan tegas, “Pernikahan akan tetap berjalan, namun Citra tidak akan menikah denganmu, Arga.”

Citra yang berdiri di sudut ruangan menahan napas, merasa ada sesuatu yang besar sedang diputuskan.

“Hanya ada satu solusi. Citra akan menikah dengan orang lain yang lebih layak, seseorang yang masih memiliki darah keluarga kita, seseorang yang bisa menjaga nama baik kita.”

Semua orang di ruangan itu terdiam. Bramantyo menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya melanjutkan, “Citra akan menikah dengan Raka.”

Suara Bramantyo yang tegas membuat semua orang di ruangan itu tersentak.

Citra menoleh dengan mata terbelalak, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Raka? Cucu yang nyaris tak pernah disebut-sebut dalam pertemuan keluarga.

Meskipun Citra tak pernah bertemu dengannya, namun pria itu dikenal sebagai pria kasar dan tak terurus, yang bekerja serabutan. Belum lagi setahu Citra, Raka berbeda 10 tahun lebih tua darinya.

Citra dapat melihat raut wajah Nadya dan ibu tirinya yang tersenyum penuh kemenangan.

“Raka? Dia hanya cucu terbuang, untuk apa Papa memanggilnya lagi ke sini?” ada rasa tidak senang dalam suara Andi. Ia mencoba melayangkan protes pada Bramantyo.

“Aku sudah membuat keputusan,” kata Bramantyo dengan nada yang tidak bisa dibantah. Dia kemudian memperlihatkan foto dari ponselnya dan memberikannya kepada Citra. “Ini Raka, kamu akan menikah dengannya beberapa hari ke depan.”

Saat melihat wajah Raka di foto itu, hati Citra seakan tenggelam dalam ketakutan. Wajah Raka terlihat keras, dengan janggut yang tidak rapi, rambut panjang yang diikat asal-asalan, dan mata yang tajam seperti elang.

Penampilan pria itu lebih mirip preman jalanan daripada seorang pria yang akan menjadi suaminya.

“Hmmph..” Nadya berusaha menahan tawa melihat foto itu. Tentu saja Raka tidak bisa dibandingkan dengan Arga.

“Citra,” kata Bramantyo dengan nada yang lebih lembut. “Ini demi menjaga kehormatan dan perjanjian antar keluarga kita. Raka pasti bisa menjadi suami yang baik untukmu.”

Citra merasa terjebak, dia tahu bahwa situasinya sudah terlalu rumit, dan menolak perintah Bramantyo hanya akan memperburuk keadaan. Dengan terpaksa Citra mengangguk lemah menyetujui keputusan Kakek Bramantyo. 

Melihat Citra sudah setuju, Bramantyo menepuk lembut punggung Citra.

“Kalau begitu, pernikahan akan tetap berlangsung. Mengenai Arga dan Nadya, akan kita bahas lagi nanti setelah pernikahan Raka dan Citra,” Bramantyo kemudian pergi meninggalkan ruang keluarga dengan dibantu oleh pelayannya.

Sepeninggalan Bramantyo, Nadya kembali tersenyum sinis sambil berbisik di telinga Citra. “Jadi, akhirnya kamu hanya bisa menikahi Raka, cucu terbuang yang bahkan tidak dianggap oleh keluarganya sendiri.”

Citra merasakan darahnya mendidih mendengar ejekan Nadya, tetapi dia tidak bisa membalasnya.

Sedangkan, Arga yang sejak tadi hanya diam, kini mulai merasa terancam. Orangtuanya memberitahunya bahwa jika Raka kembali ke sini dan menikahi Citra, maka kakak sepupunya itu bisa memiliki potensi besar untuk merebut hati sang kakek dan posisi Arga akan semakin tersisih. 

Saat keluarga mulai bubar, Arga melihat kesempatan untuk berbicara dengan Citra secara pribadi. Dia menunggu sampai Citra keluar dari ruang tamu, berjalan menuju taman belakang rumah. Di sana, Arga menarik tangan Citra.

Citra terkejut dan menoleh ke arah Arga, tatapan mata dingin. “Aku rasa kita sudah tidak memiliki urusan satu sama lain lagi,” Citra menghempaskan tangan Arga. 

“Tidak, belum. Citra, aku tahu aku salah, aku tahu aku sudah mengkhianatimu. Tapi tolong, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku tidak bisa kehilanganmu,” Arga berbicara dengan nada penuh penyesalan, mencoba menunjukkan ketulusan yang entah benar atau tidak.

Citra memandang Arga dengan penuh skeptis. “Setelah semua yang terjadi, Arga? Kamu ingin aku tetap menikah denganmu setelah apa yang kamu lakukan dengan Nadya? Kamu pikir itu mungkin?” 

Arga mendekatkan diri, berusaha meraih tangan Citra kembali. “Citra, aku tahu aku sudah menghancurkan kepercayaanmu, tapi aku akan melakukan apa saja untuk menebusnya. Tolong, bicara dengan Kakek lagi. Katakan padanya bahwa kamu ingin tetap menikah denganku. Kita bisa memulai lagi dari awal.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status