Share

Bab 5. Perjanjian

Raka menerima amplop dari tangan Citra dengan alis terangkat. Dia membuka amplop dan membaca isinya.

Citra mencoba memperhatikan raut wajah Raka ketika membaca surat kontrak tersebut.

“Kalau Mas mau menambahkan poin lainnya atau ada keberatan, kita bisa diskusikan kembali,” suara Citra terdengar lemah. Dalam benaknya, ia merasa khawatir apabila Raka menolak perjanjian itu.

“Apa ada alasan kenapa kamu mengajukan ini?”

Citra ragu untuk mengatakan alasan sebenarnya. Setelah menimbang beberapa saat, Citra akhirnya berkata, “Uhmm, aku hanya merasa ini akan menguntungkan kita berdua. Kita sama-sama terpaksa menerima pernikahan ini. Dan, aku juga tahu bahwa Mas Raka memiliki aseksual, jadi…”

Ucapan Citra terhenti begitu melihat wajah Raka yang kelihatan tidak senang setelah mendengar aib-nya dibuka begitu saja.

Citra menggigit bibirnya, merasa telah salah berbicara dan takut menyinggung Raka.

“Aseksual?” Raka mendengus geli. Ia kemudian kembali menatap Citra, “Baiklah kalau begitu, aku setuju dengan perjanjian ini.”

Mata Citra menjadi berbinar, ia kemudian tersenyum senang dan menyerahkan pulpen pada Raka agar pria itu dapat menandatangani surat kontrak dan menyerahkan surat kembali kepada Citra.

Raka kemudian menyerahkan sebuah kartu ATM pada Citra, “Mengenai uang kuliah dan uang bulanan, kamu bisa mengambilnya di sini.”

"Apa? Tidak perlu!" Citra langsung menolak dengan panik. "Lagi pula dari mana Mas akan mendapatkan uang sebanyak itu?"

Raka menatapnya tajam, lalu dengan nada sarkastik dia berkata, "Kamu menolak karena masih berharap untuk kembali pada Arga, dan lebih suka dibiayai olehnya?"

Citra mendesah, merasa frustasi dengan tuduhan Raka yang tak berdasar. "Aku tidak pernah berpikir seperti itu," ujarnya tegas, tetapi dia tidak ingin memperpanjang perdebatan ini. "Kalau itu keinginan Mas, aku akan menerimanya, tapi aku tidak akan bergantung sepenuhnya pada, Mas. Aku akan bekerja paruh waktu untuk membantu."

Citra kemudian menambahkan, "Aku juga akan membantu dalam pekerjaan rumah sebagai gantinya."

Raka tersenyum tipis mendengar tawaran Citra. "Kamu tidak perlu melakukan itu. Aku tidak menikahimu untuk menjadikanmu pembantu. Tapi, jika itu membuatmu merasa lebih baik, silakan saja."

Citra mengangguk lagi, merasa sedikit lega bahwa setidaknya mereka berdua bisa berbicara dengan baik-baik meski pernikahan ini dimulai dengan aneh.

“Lalu, karena sekarang kamu harus pergi kuliah lebih jauh karena ikut pindah ke Namba. Kalau kamu mau, aku bisa membelikan kendaraan lain untukmu."

Citra menggeleng cepat. "Tidak perlu, Mas. Aku bisa naik kereta saja."

Raka menatap Citra beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalau itu yang kamu mau."

Citra menduga bahwa semua ini adalah pasti dari pemberian Kakek Bramantyo.

Pasti sebelumnya Raka diminta berbicara berdua saja dengan Kakek, karena mau memberikan kartu ATM dan kendaraan sebagai hadiah pernikahan. Namun, juga dengan tujuan agar dirinya tidak memandang rendah Raka yang tidak memiliki apa pun.

Meski demikian, Citra tidak mau memanfaatkan kebaikan Kakek, dan akan tetap berusaha mengandalkan dirinya sendiri.

“Oh ya, Mas. Kita tidak mungkin tidur bersama, kan? Jadi kamar mana yang bisa aku pakai?” Citra menunjuk antara dua kamar yang bersebelahan.

Raka tampak menimbang beberapa saat. Sebetulnya, ia tidak mengira bahwa mereka akan tidur terpisah. Namun, mengingat dirinya juga sudah menandatangani surat perjanjian, maka ia akan menepatinya.

“Kamu bisa pakai kamar di sebelah kanan. Aku akan memindahkan barangmu ke sana dan mengambil barangku untuk pindah ke kamar sebelah.”

Mengetahui akan menempati kamar di sebelah kanan, Citra merasa bersyukur. Karena kamar itu memiliki kamar mandi dalam dan pemandangan dari jendelanya menghadap taman.

Suara nada dering di ponsel Citra, memecah keheningan. Citra menatap layar ponselnya di meja dan melihat nama ‘Arga’ disertai emoticon hati disampingnya. Dia baru tersadar bahwa belum sempat mengganti nama kontak Arga, dan akan segera menggantinya malam ini sekaligus memblokir nomor pria itu.

Melihat Citra yang terus menatap layar ponselnya. Apa lagi karena melihat nama kontak Arga yang masih disimpan di ponsel Citra, membuat Raka makin yakin bahwa Citra sebenarnya masih menyimpan perasaan pada adik sepupunya itu. Itu juga sebabnya, Citra mengajukan kontrak pernikahan padanya.

“Tidurlah, ini sudah malam.” Raka kemudian meninggalkan Citra yang masih terduduk di sofa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status