Share

Bab 4. Tinggal Bersama

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2024-09-05 17:58:38

Citra tertegun. Pria itu adalah Raka. Bukan Raka yang dilihatnya di foto beberapa hari yang lalu—kusut, tidak terurus, dan kasar. Ini adalah Raka yang sangat berbeda, Raka yang tampan, matang dan gagah, dengan aura yang membuat setiap orang di ruangan itu terpana. 

Nadya dan Anita tidak bisa berkata-kata. Mereka hanya saling pandang, bingung dan terkejut, sementara Raka berjalan mendekati Nadya dengan langkah mantap. “Apa yang kalian katakan tadi?” tanya Raka lagi, kali ini dengan nada yang lebih tenang, tetapi masih dipenuhi dengan otoritas. 

Anita berusaha mencari kata-kata, tetapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Nadya pun hanya bisa menggeleng, tidak mampu menghadapi tatapan tajam Raka. Kemudian keduanya pergi meninggalkan ruangan. 

Raka kemudian memalingkan wajahnya ke arah Citra dan tersenyum tipis. “Maaf, Citra. Aku sedikit terlambat,” bisiknya dengan lembut, berbeda sekali dari kesan keras yang terpancar dari penampilannya. 

“Terima kasih telah menolongku,” ucap Citra dengan suara pelan.

Raka masih menatap Citra dengan mata yang dalam dan penuh arti, “Tidak masalah, sudah kewajibanku untuk menjaga calon istriku, kan?”

Citra tidak tahu harus mengatakan apa.

“Aku tahu bahwa pernikahan ini berawal dari perjodohan yang tidak terduga. Tapi, aku akan memastikan bahwa pernikahan ini berjalan lancar dan tidak mengecewakanmu,” lanjut Raka dengan penuh ketegasan.  

Perasaan gugup dan cemas yang tadi menghantuinya mulai menghilang, digantikan oleh perasaan kagum yang aneh. Dia tidak pernah membayangkan Raka akan seperti ini. Semua anggapan buruk yang dia punya tentang Raka perlahan mulai menguap.

***

Pernikahan Citra dan Raka akhirnya resmi digelar di sebuah aula yang dihiasi dengan bunga-bunga indah. Citra dan Raka berdiri di altar, dan mengucapkan janji suci mereka.

Setelah dinyatakan ‘Sah’, suara tepuk tangan terdengar memenuhi ruangan.

Namun, suasana bahagia itu tak sepenuhnya dirasakan oleh Arga. Dari sudut ruangan, Arga mengamati setiap detail acara, mulai dari senyuman penuh kebanggaan kakeknya hingga pujian yang mengalir untuk pasangan pengantin. Di dalam hatinya, Arga merasa perasaannya semakin terancam.

Terlebih karena sebelumnya Arga sempat mencuri dengar percakapan antara kakeknya dan salah satu tamu VIP.

“Tuan Bramantyo, selamat atas pernikahan cucu Anda. Saya tidak menyangka bahwa Anda ternyata memiliki cucu lain, selain Tuan Muda Arga,” ujar pria itu sambil menjabat tangan Bramantyo.

“Ya, tidak lama lagi saya akan mengenalkannya ke publik dan memintanya untuk bekerja di perusahaan,” Bramantyo tampak tersenyum puas.

Mendengar hal itu, hati Arga kian menjadi panas. Hanya dialah yang boleh menjadi satu-satunya pewaris di perusahaan kakeknya. Kakak sepupunya, Raka seharusnya tetap hanya menjadi cucu yang selamanya terbuang.

Setelah acara selesai, Citra dan Raka menghampiri Bramantyo untuk pamit. Mereka telah memutuskan untuk tidak mengadakan bulan madu dan Citra mulai malam ini akan ikut tinggal di rumah Raka yang ada di Namba.

"Citra, Kakek tahu bahwa pernikahanmu dan Raka begitu mendadak. Kalian juga belum sempat saling mengenal, tetapi kakek yakin kamu dan Raka bisa melalui semuanya dengan baik," ujar Kakek Bramantyo dengan suara lembut dan penuh kehangatan.

Citra mengangguk, sambil memberikan senyum sopan, meskipun hatinya sedikit berat, "Baik, Kek. Citra akan berusaha sebaik mungkin."

Kakek Bramantyo kemudian meminta Raka untuk berbicara dengannya berdua.

Citra memutuskan untuk menghampiri keluarganya. Meskipun dirinya tahu bahwa ayahnya mungkin juga tak peduli jika dirinya kini tidak akan tinggal bersama lagi, namun Citra setidaknya masih ingin berpamitan dengan Ayahnya.

Melihat Citra yang menghampiri, Nadya dari jauh sudah tersenyum sinis sambil membisikan sesuatu kepada ibunya, Anita.

“Ayah, aku pamit dulu. Mulai malam ini aku akan ikut tinggal bersama Mas Raka di Namba.”

Tawa meremehkan keluar dari mulut Nadya dan Anita, “Namba? Sudah jelas sekali kamu hanya akan tinggal di rumah lapuk yang ada di perkampungan.”

Nadya kemudian melanjutkan ucapan Anita, “Tinggal di daerah seperti itu memang cocok untuk orang-orang terbuang seperti kalian. Jangan harap hidupmu akan senyaman sebelumnya."

Citra merasa geram dengan ucapan mereka, namun juga tak dapat menampik bahwa ucapan itu tak sepenuhnya salah. Ketika memutuskan untuk menerima pernikahan ini dengan Raka, Citra sudah menguatkan hatinya bahwa hidupnya akan menjadi lebih sederhana dan harus lebih berhemat, mengingat Raka yang hanya bekerja serabutan.

Citra bahkan tak berharap bahwa Raka dapat memberikannya nafkah.

Ayahnya,  Ahmad, yang mendengar percakapan itu hanya menghela napas. "Citra, karena sekarang kamu sudah menikah. Semua tanggung jawabmu sudah berpindah ke suamimu. Jadi, Ayah tidak akan membiayai kuliahmu lagi," kata Ahmad tegas.

Citra tahu bahwa keputusan ini pasti bukan ide ayahnya sendiri, melainkan hasil hasutan ibu tirinya. Namun, dia menolak untuk memohon atau menunjukkan kelemahan. "Tak masalah, Aku bisa mengurus hal itu," jawab Citra singkat.

Dirinya tak ingin berlama-lama lagi di sana, sehingga ia kemudian berbalik dan melangkah meninggalkan keluarganya. 

Namun, baru beberapa langkah, suara Nadya masih terdengar di telinganya, “Paling-paling dia tidak bisa melanjutkan kuliah dan akan ikut bekerja serabutan atau justru kembali untuk memohon pada kita.”

Citra mengepalkan tangannya merasa geram, namun tetap melanjutkan langkahnya untuk pergi dari sana.

Hingga seseorang menarik pergelangan tangannya secara tiba-tiba dan menariknya ke pojok ruangan dekat tangga darurat.

Begitu menyadari siapa yang menarik dirinya, mata Citra membulat, “Arga! Apa yang kamu lakukan?”

“Jadi bagaimana Citra, sekarang pasti kamu mulai merasa menyesal karena telah sok jual mahal denganku, kan? Apa kamu kira, Bang Raka bisa menafkahimu? Dia saja bahkan sulit untuk menghidupi dirinya sendiri. Coba jika sejak awal, kamu tetap memilihku, kamu pasti tidak akan kesulitan.”

Citra menghela nafas, baru saja dirinya pusing menghadapi Ibu dan Kakak tirinya, sekarang ia kembali harus berhadapan dengan Arga, “Kami kini sudah resmi menikah, jadi tidak ada lagi yang perlu dibahas. Lagi pula, setidaknya aku menikah bukan dengan pria yang suka berselingkuh.”

Arga mendengus mengejek, “Ya, bagaimana dia bisa berselingkuh, dia saja tidak memiliki ketertarikan seksual. Dia itu tidak normal! Bukan hanya tidak bisa menafkahimu, dia juga bahkan tidak akan bisa memuaskanmu di ranjang.”

Rasa amarah mulai membara dalam hati Citra, terlebih karena Arga kini berani menyentuh wajahnya.

Citra berniat menghempaskan tangan Arga dengan kasar, namun suara deheman berat membuatnya menoleh ke asal suara.

Mata tajam Raka bertatapan dengan mata Citra, membuatnya seakan kelihatan seperti baru saja tertangkap sedang berselingkuh.

Raka menghampiri mereka, dan menarik tangan Arga dari wajah Citra, “Aku tidak suka orang lain menyentuh istriku sembarangan,” suara Raka terdengar tegas dan berat.  

Citra dapat merasakan aura intimidasi dari Raka. Bahkan Arga saja yang tadi masih menjelek-jelekan pria itu, kini tak dapat berkata sepatah kata pun.

“Citra, ayo pulang,” Citra mengangguk dan kemudian mengikuti Raka dari belakang.

Arga mengepalkan kedua tangannya sambil mendengus kesal dan menghentakan kedua kakinya melihat kepergian mereka.

***

Di sepanjang perjalanan, Citra memilih untuk tidur. Dia perlu menenangkan dirinya setelah menghadapi orang-orang menyebalkan, selain itu dia juga masih merasa canggung berduaan saja dengan Raka.

“Citra, kita sudah sampai,” suara lembut Raka membuat Citra akhirnya tersadar. Ia mulai membuka matanya dan melihat sekeliling.

Citra tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya begitu melihat penampakan rumah di depannya ini. Rumah yang cukup besar dengan bangunan modern. Taman di depannya juga terlihat terawat dengan baik, bahkan ada garasi untuk memarkirkan mobil yang sedang mereka kendarai ini.

Citra merasa bingung, bagaimana mungkin Raka memiliki rumah seperti ini, belum lagi juga mobil yang mereka kendarai?

"Apakah Raka mendapatkan semua ini dari kakek karena pernikahan ini?" pikirnya. Namun, dia memilih untuk tidak mengungkapkan kecurigaannya.

Ketika masuk ke dalam rumah, Citra semakin terkejut. Interior rumah itu dihiasi dengan furniture mewah dan dekorasi elegan. Semua barang-barang di sana tampak baru dan mahal, jauh dari bayangan hidup sederhana dan rumah lapuk yang ada di pikiran Citra.

Raka memimpin Citra ke kamar mereka di lantai atas, "Ini kamar kita," katanya sambil membuka pintu. Kamar itu luas, dengan tempat tidur besar di tengahnya dan jendela yang menghadap ke taman belakang.

Citra masuk ke dalam kamar dengan langkah ragu-ragu. Dia duduk di tepi tempat tidur, merasa canggung dan gugup.

Raka bisa merasakan kegelisahan Citra, tetapi dia memilih untuk tidak banyak bicara. Dia tahu bahwa mereka berdua butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru ini.

“Beristirahatlah dulu, aku akan turun untuk menurunkan koper.”

Citra mengangguk dan seakan baru bisa bernafas lebih lega, begitu Raka meninggalkannya di kamar sendirian. Hari ini terasa begitu panjang dan melelahkan bagi Citra.

Dirinya tahu bahwa Raka memiliki penyakit aseksual, dan dirinya tak perlu khawatir tinggal berdua saja dengan Raka. Namun, entah mengapa dirinya tak bisa menampik bahwa ia masih merasa gugup jika berduaan dengan pria itu. Sepertinya ini karena pertama kalinya, ia tinggal berdua saja dengan seorang pria.

Citra kemudian memutuskan untuk mandi, berharap dapat menyegarkan pikiran dan tubuhnya. 

Malam itu, sesudah membersihkan diri. Citra mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan mendekati Raka yang sedang duduk di ruang tengah, "Mas, aku punya sesuatu untukmu," katanya dengan suara bergetar.

Raka menoleh, menatap Citra dengan penuh perhatian. "Apa itu?"

Citra mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya dan memberikannya kepada Raka. "Ini … perjanjian pernikahan. Aku pikir, mungkin ini bisa membantu kita memahami batasan masing-masing," ujarnya sambil menunduk, tidak berani menatap Raka.

Anggrek Bulan

Namba adalah daerah pinggiran yang dikenal karena perkampungan dan sawahnya, terletak dua jam dari Ibu kota.

| 20
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Farida Royani
ceritanya asyik menynangkan
goodnovel comment avatar
Atik Prasmono
sangat bagus critax
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 5. Perjanjian

    Raka menerima amplop dari tangan Citra dengan alis terangkat. Dia membuka amplop dan membaca isinya. Citra mencoba memperhatikan raut wajah Raka ketika membaca surat kontrak tersebut. “Kalau Mas mau menambahkan poin lainnya atau ada keberatan, kita bisa diskusikan kembali,” suara Citra terdengar lemah. Dalam benaknya, ia merasa khawatir apabila Raka menolak perjanjian itu. “Apa ada alasan kenapa kamu mengajukan ini?” Citra ragu untuk mengatakan alasan sebenarnya. Setelah menimbang beberapa saat, Citra akhirnya berkata, “Uhmm, aku hanya merasa ini akan menguntungkan kita berdua. Kita sama-sama terpaksa menerima pernikahan ini. Dan, aku juga tahu bahwa Mas Raka memiliki aseksual, jadi…” Ucapan Citra terhenti begitu melihat wajah Raka yang kelihatan tidak senang setelah mendengar aib-nya dibuka begitu saja. Citra menggigit bibirnya, merasa telah salah berbicara dan takut menyinggung Raka. “Aseksual?” Raka mendengus geli. Ia kemudian kembali menatap Citra, “Baiklah kal

    Last Updated : 2024-09-06
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 6. Kecurigaan

    Citra terbangun begitu sinar matahari masuk melalui celah jendela seakan mengingatkannya bahwa sudah saatnya memulai hari. Citra melihat jam dinding dan melangkah ke dapur untuk mulai menyiapkan sarapan. Raka ikut terbangun begitu mendengar suara dari arah dapur. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya tersadar bahwa kini dia tidak lagi tinggal sendirian di rumahnya. Raka kemudian keluar masih mengenakan piyama, dan berjalan menuju dapur. Ketika melihat Citra yang sibuk di dapur, entah mengapa hatinya menjadi hangat. Seakan mengingatkannya pada sosok almarhum ibunya yang selalu menyiapkan sarapan. Citra yang menyadari kehadiran Raka menoleh dan tersenyum, “Selamat pagi, Mas. Tunggu sebentar ya, aku sedang menyiapkan sarapan.” Raka mengangguk dan berjalan menuju meja makan dan duduk di kursi yang sudah ditata dengan rapi. Raka mengangkat alis sedikit begitu melihat piring yang dibawa oleh Citra kehadapannya, "Nasi goreng?" Citra mengangguk sambil tersenyu

    Last Updated : 2024-09-06
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 7. Raka Yang Misterius

    Citra baru saja memasuki rumah larut malam, mendapati suasana yang sunyi dan lampu ruang tamu yang redup. Hari ini terasa cukup panjang baginya, selain karena suasana kafe yang sibuk, dia juga masih harus meladeni Nadya yang menyebalkan. Untungnya tak lama setelah itu, Nadya kembali ke perusahaan karena jam makan siang hampir berakhir. Membuat Citra akhirnya bisa kembali fokus bekerja. Merasa haus karena cukup lama di perjalanan, Citra melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, baru saja ia masuk ke dapur. Matanya langsung bertatapan dengan mata Raka. “Loh, Mas belum tidur?” Citra mencoba memecah kecanggungan yang ada di antara mereka. Bukannya menjawab pertanyaan Citra, Raka justru balik bertanya dengan nada tegas, “Kenapa pulang larut malam dan tidak ada kabar sama sekali?” Citra menelan ludahnya gugup, mengakui bahwa dirinya memang salah karena lupa memberi kabar. Mungkin karena dirinya juga lupa jika sekarang telah memiliki seorang suami. Karena du

    Last Updated : 2024-09-10
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 8. Pertemuan Keluarga

    Jam sudah menunjukan pukul dua siang lewat lima belas menit. Citra berjalan dengan cepat menyusuri lorong kampusnya dan menuju ke arah parkiran mobil. Dia tidak enak karena telah membuat Raka menunggu cukup lama. Seharusnya jadwal kuliahnya sudah selesai satu jam yang lalu, namun tiba-tiba ia dipanggil oleh dosen pembimbing skripsi untuk membahas sejauh mana proses skripsinya telah berlangsung. Dan karena itu pula, Citra juga tidak bisa mengabari Raka karena tidak bisa membuka ponselnya di depan dosen. Pikirannya jadi kembali teringat betapa Raka semalam terlihat tidak suka, saat tidak diberi kabar. Mata Citra langsung melihat pada sedan hitam yang terparkir dan segera menghampirinya. Citra mengintip sedikit melalui kaca dan mendapati Raka berada di dalam mobil. Tangannya mengetuk pelan, membuat Raka akhirnya menoleh kepadanya dan membuka kunci mobil. “Maaf, aku terlambat, Mas, tadi ada bimbingan skripsi mendadak,” Citra mengucapkannya sesaat ketika membuka pintu mobil dan

    Last Updated : 2024-09-10
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 9. Melakukan Apa?

    Citra merasa bosan menunggu Raka yang masih berbincang di ruang kerja bersama Kakek Bramantyo. Selain itu, dia juga tidak ingin berdekatan dengan Arga dan Nadya, sehingga ia langsung memisahkan diri dan lebih memilih untuk duduk di pinggir kolam renang yang ada di taman belakang. Saat sedang menikmati menonton film di layar ponselnya. Citra terkejut karena ponselnya ditarik dengan kasar dan dilempar begitu saja ke dalam kolam renang. Citra menoleh dan mendapati Nadya, pelakunya. “Apa yang kamu lakukan?” seru Citra merasa tak senang. Baginya Nadya semakin keterlaluan. Padahal bukankah Nadya sudah mendapatkan apa yang dia inginkan? Yaitu menikah dengan Arga. Lalu, apa lagi yang membuatnya bersikap seenaknya pada dirinya seperti ini? Nadya teringat pernikahan Citra dengan Raka, yang diselenggarakan dengan begitu mewah. Bahkan Kakek mengundang para teman pengusaha yang lain hingga cukup mendapatkan perhatian. Sehingga mendengar keputusan Kakek, Nadya merasa kesal, namun tak

    Last Updated : 2024-09-11
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 10. Perasaan Pada Arga

    “Tanyakan pada istrimu sendiri. Dia hampir saja mencelakai Nadya dan bayi di dalam kandungan Nadya,” nada tak senang begitu kentara dari suara Ibu Arga. Raka semakin menggenggam tangan Citra.Ada perasaan hangat yang tiba-tiba mengalir di hati Citra. Ia merasa seakan sedang dilindungi. Sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan, semenjak ibunya meninggal dunia dan ayahnya menikah lagi. Raka menatap dengan dingin. "Aku tahu Citra tidak mungkin melakukan hal itu."Arga tertawa mengejek, “Tahu dari mana? Kalian saja baru saling mengenal. Citra melakukan itu karena dia masih mencintaiku, dan menyesal telah menikah denganmu.”Dalam sedetik tawa mengejek itu langsung terhenti begitu Arga menyadari Raka kini menatapnya tajam. Arga enggan mengakuinya, namun ia memang masih merasa takut dan terintimidasi oleh kakak sepupunya itu. Padahal Arga tahu, bahwa Raka kini bukanlah siapa-siapa, hanya saja dirinya tetap tak mau memancing amarah pria itu. Raka menghembuskan nafas kasar, “Minta pela

    Last Updated : 2024-09-11
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 11. Fitnah Nadya

    Pagi - pagi, Citra sudah sibuk menyiapkan sarapan seadanya sambil memikirkan jadwal kuliahnya yang padat. Saat dia memindahkan piring ke meja makan, tiba-tiba sebuah tangan diulurkan ke hadapannya. Tangan itu memegang sebuah dus berukuran sedang. Citra mendongak dan melihat ke arah Raka dengan raut wajah bingung. Sedangkan yang ditatap, masih saja menampakan wajah datar. Merasa Citra tak juga mengambil dus itu dari tangannya, Raka akhirnya berkata dengan singkat, “Ambil, ini untukmu.”Citra membulatkan mulutnya, membentuk kata ‘Ohh’ dan mengambil dus itu dari tangan Raka. Namun, ketika akhirnya tersadar, Citra membulatkan matanya, “I-ini kan handphone keluaran terbaru? Kenapa Mas memberikannya padaku?” “Bukankah ponselmu rusak?”Sejujurnya Citra tak menyangka bahwa Raka akan membelikannya ponsel baru, karena mengingat sikap pria itu semalam yang terlihat cuek begitu saja. Siapa sangka, Raka masih menaruh perhatian padanya. Namun, rasa khawatir kembali terbesit di pikirannya. Baga

    Last Updated : 2024-09-12
  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 12. Karena Rasa Iri

    Sesampainya di rumah, Citra hanya bisa terduduk lesu di ruang tengah. Tak lama kemudian, pintu depan terbuka, dan Raka masuk. Ia sempat terkejut begitu melihat Citra, "Citra? Kukira kamu akan pulang larut malam?" tanyanya dengan nada heran.Citra hanya menunduk, tidak mampu menjawab.Raka mendekat, merasakan ada sesuatu yang salah, "Kamu baik-baik saja?"Citra masih enggan berbicara. Dari sudut matanya, Raka dapat melihat bekas air mata di wajah Citra. Tapi, ia juga tak dapat memaksa gadis itu untuk bercerita padanya. Sehingga dengan nada lembut, Raka kembali berkata, “Malam ini tidak perlu memasak, aku akan membeli makanan dari luar.” Citra hanya merespon ucapan Raka dengan mengangguk kecil. Kemudian membiarkan Raka pergi meninggalkannya. Di kamar, Raka segera mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. “Bantu cari tahu apa yang terjadi di Kafe Scarlett siang tadi,” Raka segera memerintah setelah panggilan tersambung dan mematikan sambungan itu. Malam itu, Citra bahkan tak

    Last Updated : 2024-09-12

Latest chapter

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 107: Instruksi Licik Anita

    "Kamu harus kembali ke sana, Nadya. Buat hidup Citra sengsara!" suara Anita bergema tajam di ruang tamu. Ia duduk dengan tegak di kursi rotan, menatap putrinya dengan penuh tekad.Nadya menghela napas panjang, kepalanya tertunduk. "Tapi bagaimana, Bu? Aku tidak punya alasan lagi untuk kembali ke keluarga itu. Mereka sudah mengusirku."Anita menggerakkan tangannya ke udara, menunjukkan ketidaksabarannya. "Itu karena kamu membiarkan mereka menang, Nadya! Citra pikir dia bisa mengambil semua yang menjadi milikmu. Kamu mau menyerah begitu saja? Kalau kamu tidak bertindak sekarang, hidupmu akan hancur selamanya!"Nadya terdiam, mencoba memproses kata-kata ibunya. "Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana. Mereka semua membenciku.""Itu hanya karena kamu belum menunjukkan kekuatanmu," Anita menekankan dengan nada penuh amarah. "Kamu harus memanfaatkan situasi. Gunakan kelemahan mereka untuk melawan mereka. Kita akan cari cara."Nadya memandang ibunya, ragu-ragu. "Apa maksud Ibu? Aku tidak

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 106: Konfrontasi dengan Orang Tua

    “Aku ini anakmu juga, Ayah! Tapi kenapa Citra selalu dianggap benar?” Nadya hampir berteriak, suaranya dipenuhi emosi.Ahmad menatap Nadya tajam, wajahnya memerah. “Apa maksudmu bicara seperti itu, Nadya? Ayah tidak pernah membeda-bedakan kalian berdua.”“Tidak pernah membeda-bedakan?” Nadya mendengus sinis. “Lalu kenapa setiap kali ada masalah, aku yang selalu disalahkan? Citra selalu jadi anak kesayangan Ayah, ‘kan?”“Nadya, sudah cukup!” Ahmad menggebrak meja dengan keras, membuat suasana ruang tamu itu tegang. “Ayah sudah muak mendengar keluhanmu tentang Citra!”Anita, yang duduk di samping Nadya, segera menyela. “Mas, jangan seperti itu! Nadya hanya ingin menyampaikan perasaannya. Kamu itu memang terlalu keras pada dia, sementara Citra selalu dibiarkan begitu saja.”Ahmad menatap istrinya dengan mata yang membara. “Jadi menurutmu aku harus diam saja ketika dia terus-terusan mencari masalah? Citra tidak pernah mengadu seperti ini, meskipun dia punya banyak alasan untuk melakukanny

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 105: Harapan untuk Masa Depan

    “Mas, tadi Kakek sempat bilang sesuatu yang membuatku berpikir,” ujar Citra sambil duduk di sofa, menarik selimut ke tubuhnya. Malam itu udara terasa dingin, tetapi hangatnya percakapan mereka mencairkan suasana.“Apa yang Kakek bilang?” Raka bertanya, mendekat sambil membawa dua cangkir teh hangat. Ia menyerahkan satu kepada Citra sebelum duduk di sampingnya.Citra memegang cangkir itu dengan kedua tangan, meniup uap yang mengepul. “Dia bilang menjadi orang tua itu tidak mudah. Kita harus saling mendukung, dan aku setuju dengan itu. Aku tahu kita masih belajar, tapi aku berharap kita bisa menjadi tim yang baik.”Raka tersenyum, menatap istrinya penuh kasih. “Aku setuju, Cit. Aku tahu aku belum sempurna, tapi aku berjanji akan belajar. Aku akan menjadi suami dan ayah yang lebih baik. Aku tidak akan membiarkan apa pun mengganggu keluarga kecil kita.”Citra menatap Raka dengan mata lembut. “Aku percaya padamu, Mas. Tapi aku juga berharap kita selalu saling mendukung, apa pun yang terjad

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 104: Acara Syukuran

    “Citra, mana aku taruh kue lapis legit tadi? Rasanya tadi aku letakkan di meja dapur!” Suara Raka terdengar sedikit panik dari arah dapur.Citra yang sedang mengatur hiasan bunga di ruang tamu, menoleh sambil tersenyum. “Itu sudah aku pindahkan ke meja buffet, Mas. Nanti kalau taruh di dapur, lupa dihidangkan.”Raka mengangguk cepat, keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi minuman. “Wah, bagus sekali susunan bunganya. Kamu memang selalu bisa membuat semuanya terlihat lebih indah.”“Memuji terus dari tadi. Apa kamu takut aku stress menghadapi acara ini?” goda Citra sambil tertawa kecil.Raka meletakkan nampan di meja, kemudian mendekat dan meraih tangan Citra. “Aku memujimu karena kamu pantas dipuji, Cit. Lagi pula, acara ini kan untuk kebahagiaan kita.”Citra tersenyum, sedikit terharu dengan ucapan suaminya. “Terima kasih, Mas. Aku tahu kamu sudah berusaha keras untuk membantu.”Belum sempat Raka menjawab, bel pintu berbunyi. “Itu pasti tamu pertama kita,” kata Raka bersemanga

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 103: Malam Romantis di Taman

    “Kamu memang tidak pandai menyimpan rahasia, ya,” ujar Citra dengan nada menggoda, sambil menatap Raka yang sedang sibuk menata lilin di atas meja taman kecil itu.Angin malam yang lembut meniup rambutnya, sementara wangi bunga lavender di sekeliling taman membuat suasana semakin hangat.Raka, yang sedang menyalakan lilin terakhir, menoleh sambil tersenyum. “Mungkin aku memang tidak pandai menyimpan rahasia,” balasnya santai, “tapi aku pandai membuatmu tersenyum, ‘kan?”Citra tertawa kecil, melipat tangannya di dada. “Yah, setidaknya itu benar. Tapi serius, Mas. Apa ini semua untukku?”Raka berjalan mendekat, menarik kursi untuk Citra agar duduk. “Menurutmu?” tanyanya balik sambil memasang senyum jahil.“Hmm, kalau bukan untukku, untuk siapa lagi?” jawab Citra sambil duduk. Ia memandangi meja kecil itu, dihiasi taplak sederhana berwarna putih dengan beberapa tangkai bunga mawar merah. Di tengah meja, lilin-lilin kecil menyala, memberikan cahaya hangat yang memantul di matanya.Raka du

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 102: Persiapan Acara Syukuran Kehamilan

    “Mas, aku ingin mengadakan syukuran kecil,” ujar Citra tiba-tiba di ruang makan saat mereka sedang sarapan. Ia menatap suaminya yang tengah sibuk dengan layar ponselnya. “Kita bisa undang keluarga dan teman-teman dekat. Hanya acara sederhana untuk merayakan kehamilan ini.”Raka mendongak, alisnya terangkat. “Syukuran? Apa tidak terlalu merepotkan? Bukankah kita bisa merayakannya berdua saja?”Citra tertawa kecil. “Mas, ini bukan soal merepotkan atau tidak. Aku hanya ingin berbagi kebahagiaan ini. Lagipula, sudah lama kita tidak berkumpul dengan orang-orang terdekat sejak kejadian itu.”“Tapi, Cit…” Raka mencoba membantah, namun pandangan penuh harap dari istrinya membuatnya menahan diri. “Apa tidak lebih baik kalau kita fokus saja pada persiapan nanti setelah bayi lahir?”Citra menggeleng. “Bayi ini belum lahir, tapi aku ingin semua orang tahu betapa bersyukurnya kita. Acara ini tidak harus besar, hanya sekadar makan bersama dan doa sederhana.”Raka menghela napas, mencoba mencari ala

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 101: Rasa Terima Kasih Raka

    “Citra, aku tidak tahu bagaimana jadinya hidupku tanpa kamu,” suara Raka terdengar pelan, namun ada kejujuran mendalam di dalamnya. Ia menatap Citra yang sedang duduk di sofa ruang tamu, memandanginya dengan penuh perhatian. “Kamu begitu sabar menghadapi semua kekacauan ini.”Citra menghentikan tangannya yang sedang memegang cangkir teh, lalu mengalihkan pandangannya ke arah suaminya. Ada sedikit keheranan di wajahnya. “Kenapa tiba-tiba bicara begitu, Mas? Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang istri.”“Tidak, ini lebih dari itu,” jawab Raka, menghela napas panjang sebelum melanjutkan. “Aku sadar selama ini aku terlalu sibuk dengan masalahku sendiri. Aku seringkali lupa bahwa kamu juga ikut menanggung semua beban ini, bahkan ketika itu bukan kesalahanmu.”Citra tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. “Kamu membuatku terdengar seperti pahlawan, padahal aku cuma ingin kita melewati semuanya bersama. Bagaimanapun juga, keluarga ini adalah bagian dari hidupku.”Rak

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 100. Kebohongan yang Terbongkar

    “Baik, semua sudah berkumpul?” Raka membuka suara dengan tenang tetapi tegas, berdiri di tengah ruang keluarga besar Bramantyo.Anggota keluarga yang hadir saling pandang, bertanya-tanya apa yang akan dibahas. Kakek Bramantyo duduk di samping Arga, terlihat waspada. Nadya duduk di sudut ruangan dengan ekspresi datar, meskipun jari-jarinya saling menggenggam erat.“Ada sesuatu yang perlu saya sampaikan kepada keluarga ini,” lanjut Raka. “Ini menyangkut kejujuran, kehormatan, dan kepercayaan dalam keluarga besar kita.”Citra yang duduk di dekatnya menatap Raka dengan dukungan penuh. Ia tahu betapa pentingnya momen ini untuk membongkar semua kebohongan yang telah merusak kedamaian keluarga mereka.“Raka, langsung saja ke intinya,” suara dingin Kakek Bramantyo terdengar. “Apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan?”Raka menarik napas panjang. “Saya memiliki bukti bahwa Nadya selama ini telah membohongi kita semua.”“Raka!” Nadya langsung berdiri, suaranya meninggi. “Apa maksudmu? Jangan bi

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 99: Menghadapi Kenyataan

    “Arga, aku perlu bicara sekarang. Ini penting,” kata Raka dengan nada serius saat memasuki ruang kerja Arga.Arga yang sedang membaca dokumen mendongak, memasang ekspresi sedikit terganggu. “Apa lagi kali ini, Bang? Aku lelah dengan masalah keluarga yang sepertinya terus dibesar-besarkan.”Raka mendekat, meletakkan amplop cokelat di meja. “Bukan aku yang membesar-besarkan. Ini soal Nadya. Aku rasa kamu perlu melihat ini.”Arga mengernyit, tetapi tetap membuka amplop itu. Di dalamnya ada laporan DNA, beberapa foto, dan transkrip percakapan yang telah disusun oleh Budi.“Apa ini?” tanya Arga dengan suara rendah, tetapi jelas menunjukkan ketegangan.“Laporan DNA,” jawab Raka singkat. “Lengkapnya kamu bisa membaca dokumen itu.” Raka memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya.Arga menatap laporan itu dengan ekspresi tidak percaya. “Kamu pasti bercanda. Untuk apa sampai test DNA segala?"“Arga,” Raka menahan nada suaranya agar tetap tenang. “Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi semua bu

DMCA.com Protection Status