Share

Suami Penggantiku Ternyata Pewaris
Suami Penggantiku Ternyata Pewaris
Penulis: Anggrek Bulan

Bab 1 . Pengkhianatan

“Oh, Arga … kamu hebat sekali.”

Citra tercengang manakala ia mendengar suara seorang wanita mendesahkan nama tunangannya dari dalam kamar hotel. 

“Ya, Sayang! Seperti itu … ah!”

Suara pergumulan itu semakin keras begitu pintu hotel Citra buka tanpa dua orang di dalam sadari.

Selagi memberanikan diri, Citra mengintip dari celah pintu untuk memastikan apa yang terjadi di dalam sana. 

Dan seketika, dia pun membeku dengan tangan menutup mulut.

Di dalam ruangan, Citra mendapati Arga, tunangannya, tengah bergumul dengan seorang wanita yang tidak lain adalah kakak tiri Citra sendiri, Nadya!

Oh, Tuhan!’ batin Citra dengan tubuh bergetar dan mata berkaca-kaca.

Hari itu, Citra diminta Wedding Organizer untuk memeriksa sejumlah hal, termasuk kamar hotel yang akan menjadi tempat dirinya dan sang calon suami menghabiskan malam pertama mereka beberapa hari lagi. 

Akan tetapi, siapa yang menyangka dirinya malah berakhir menangkap perselingkuhan pria itu dengan kakak tirinya sendiri?!

Dengan tangan terkepal menahan rasa kecewa dan sedih, Citra meraih ponselnya dari dalam saku dan mulai mengambil beberapa bukti foto dan video kedua pengkhianat bejat di dalam sana. 

Selesai melakukan semuanya, tanpa pikir panjang Citra bergegas meninggalkan hotel itu. 

Langkahnya tergesa-gesa, namun hatinya terasa berat. 

Tangannya gemetar ketika dia mencoba menelepon sopir keluarga Arga, yang dengan cepat menjemputnya di lobi.

“Ke rumah Kakek sekarang,” perintah Citra kepada sang sopir. 

Tanpa bertanya lebih lanjut, sopir memacu mobil ke arah kediaman kakek Arga, sosok yang selama ini sangat disegani dalam keluarga mereka.

“Teganya kalian melakukan ini …” ucap Citra dengan suara bergetar. Matanya yang berkaca-kaca masih terus menatap layar ponselnya dengan penuh kekecewaan.

Walau pernikahannya dengan Arga terjadi hanya karena perjanjian antara dua keluarga, tapi perlakuan Arga yang hangat dan lembut padanya selama ini membuat Citra juga membalasnya dengan tulus.

Demikian, menyaksikan pengkhianatan pria tersebut secara langsung seperti ini tentu membuat Citra merasa kecewa!

Dan lagi, dari semua wanita yang bisa Arga pilih di dunia ini, kenapa harus kakak tirinya!?

Tak peduli alasannya, Citra bersyukur bisa mengetahui kejadian ini sebelum keduanya menikah. Karena dengan begitu, Citra masih punya kesempatan untuk membatalkan pernikahannya! 

Dengan penuh tekad, Citra bersumpah dalam hati, “Berakhir … pernikahan ini harus berakhir …!”

Sesampainya di kediaman kakek Arga, Citra langsung disambut oleh pelayan rumah yang mengenalinya dan diantar ke ruang tamu tempat kakek Arga biasanya duduk dengan tenang. 

“Kakek ...” panggil Citra pelan saat memasuki ruangan. Wajahnya pucat, namun matanya menyiratkan tekad yang kuat.

Bramantyo Wiratama, Kakek Arga, seorang pria tua yang berwibawa dengan rambut putih yang disisir rapi, menatap Citra dengan sorot mata penuh perhatian. 

“Ada apa, Citra? Kenapa kamu terlihat begitu tegang?” tanyanya dengan nada yang tenang, namun penuh kewaspadaan.

Citra menelan ludah sebelum menjawab. “Aku harus memberitahumu sesuatu, Kek. Ini soal pernikahanku dan Arga ...”

Bramantyo mengerutkan keningnya, “Apa yang terjadi?”

Tanpa berkata apa-apa lagi, Citra mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto serta video yang diambilnya di hotel tadi. 

Bramantyo melihat layar ponsel, wajahnya berubah muram, lalu merah padam menahan amarah.

“Panggil semua orang kemari!” perintahnya pada pelayan yang setia berdiri di dekat pintu. “Sekarang juga!”

Tak butuh waktu lama bagi seluruh keluarga untuk berkumpul di ruang tamu, termasuk Arga dan Nadya yang datang dengan wajah bingung, tidak tahu apa yang terjadi. 

Orang tua Arga dan Citra, yang ikut datang setelah mendengar panggilan mendesak, juga tampak cemas.

“Apa yang terjadi, Pa?” tanya, Andi Bramantyo, Ayah Arga dengan hati-hati.

Bramantyo tak menghiraukan pertanyaan putranya, tapi saat melihat sosok sang cucu yang tiba dengan Nadya, dia langsung berdiri, berjalan menghampiri, dan–

PLAK!

“Dasar cucu kurang ajar!” bentak Bramantyo penuh amarah, membuat semua orang terkejut.

“Kek! Aku salah apa!? Kenapa Kakek memukulku?!” seru Arga dengan kaget, tak menyangka sang kakek akan melayangkan tamparan keras kepada dirinya di depan semua orang.

Di sisi lain, Andi juga tampak sedikit tidak terima, tapi dia tahu sifat sang ayah. Demikian, dia berucap dengan waspada, “Pa, pun Arga punya salah, bukankah bisa dibicarakan dengan baik-baik?”

“Baik-baik?” ulang Bramantyo, terdengar mencemooh kalimat putranya. Dia pun menyodorkan video di layar ponsel. “Lihat sendiri kelakuan anak kebanggaanmu itu dan katakan padaku apakah bisa kamu bicara baik-baik padanya setelah itu!?”

Andi menerima ponsel tersebut, lalu membeku. “I-ini ….”

Arga yang sempat ingin membela diri seketika memucat saat melihat rekaman video itu.

Tak hanya Arga, Nadya juga begitu terkejut dan wajahnya menjadi merah karena merasa malu kegiatan intimnya ditonton oleh keluarganya dan keluarga Arga. 

“Ka-Kakek, A-ayah, aku bisa jelaskan ….” Nada suara Arga terdengar cemas. 

“Jelaskan apa!? Kamu berselingkuh dengan kakak tiri Citra sendiri, di hotel yang sama di mana kamu seharusnya mempersiapkan pernikahanmu dengan Citra!?” Suara Bramantyo meninggi, membuat semua orang di ruangan itu terdiam.

“Pa, tenang dulu. Mungkin Arga hanya khilaf.” Andi mencoba membela Arga, namun kembali terdiam begitu melihat raut wajah Bramantyo yang kian menggelap. 

Usai seisi ruangan terdiam, Bramantyo kini kembali menatap Citra dengan sorot mata teduh, “Citra, Kakek mengerti perasaanmu saat ini. Dan atas nama keluarga Bramantyo, Kakek minta maaf sama Citra.” 

Citra yang sebelumnya hanya bisa menunduk, kini mendongak dan mengangguk lemah. Menurutnya, tidak seharusnya Kakek yang meminta maaf padanya, melainkan Arga dan Nadya. 

Namun, dari yang Citra lihat, keduanya hanya merasa malu dan kesal kepada Citra yang mengadukan kebejatan mereka, bukan bersalah. 

Menghela napas berat, Citra pun akhirnya berkata, “Oleh karena itu Kek, Citra harap pernikahan kami dapat dibatalkan.”

Mendengar hal tersebut, semua orang terkejut, terutama Bramantyo. 

Citra tahu, pernikahan ini adalah harapan pria tua itu dengan tetua keluarganya. Akan tetapi, dirinya tidak sudi melanjutkan pernikahan dengan laki-laki yang mudah tidur dengan sembarang wanita tanpa ikatan yang sah. 

Bagi Citra itu sungguh menjijikan, terlebih karena hal tersebut mengingatkan dirinya akan perselingkuhan sang ayah yang mengakibatkan perceraian orang tuanya.

“Maaf Citra, tapi untuk permintaan itu, Kakek tidak bisa mengabulkannya.”

Mata Citra membesar. “Apa?”

“Undangan telah tersebar, bagaimana dengan pandangan orang lain nanti jika mengetahui hal ini?” ujar Bramantyo lemah.

Citra terkejut, tidak menyangka bahwa Kakek Bramantyo akan tetap bersikeras melanjutkan pernikahan ini. Padahal tadi dirinya mengatakan mengerti perasaan Citra. 

Apakah pandangan orang lain jauh lebih penting dibandingkan perasaan Citra sendiri? 

Mata Citra kini menatap pada sang Ayah yang sejak tadi hanya terdiam. Berharap bisa mendapatkan pembelaan dari ayahnya.

Namun, Citra kembali merasa kecewa begitu mendengar ucapan ayahnya, “Betul, Citra jangan gegabah. Semua orang pernah berbuat salah, anggap saja Arga bersalah kali ini, namun nanti setelah kalian menikah Arga pasti tak akan melakukannya lagi.” 

Citra melihat Arga menyeringai penuh kemenangan karena merasa dibela. Di sampingnya, orang tua Arga juga ikut memasang wajah berharap.

Remasan tangan Citra semakin mengencang, dirinya bisa merasakan air mata telah menggenang di pelupuk matanya. Meski demikian, ia berusaha agar tidak menjatuhkan air mata itu.

Citra lupa bahwa perusahaan ayahnya membutuhkan bantuan dana dari perusahaan keluarga Arga. Hanya saja Citra tak menyangka ayahnya akan lebih mengutamakan hal itu dibandingkan anaknya sendiri yang jelas-jelas telah dikhianati. 

Bagaimana ini?

Apa yang harus Citra lakukan untuk mengakhiri pernikahan ini?

Di saat Citra terpojok, seseorang mendadak angkat bicara. “Lalu, bagaimana denganku?” 

Semua orang kini menoleh kepada Nadya yang menampakan raut wajah bersedih.

“Apa maksudmu?” Bramantyo berkata dengan tegas sambil menatap wajah Nadya dengan raut tak suka. 

Baginya bukan hanya Arga yang bersalah, namun Nadya juga. Karena perselingkuhan tak mungkin terjadi hanya dari satu pihak saja. 

Tiba-tiba Nadya menangis dan duduk bersimpuh di bawah kaki Bramantyo. Sontak kembali membuat semua orang menatap bingung dengan sikapnya itu. 

“Huhuhu.. Kakek maafkan aku karena telah bodoh dan berselingkuh dengan Arga. Tapi, ini semua karena kami saling mencintai,” Nadya kini menatap Citra sebelum lanjut berkata, “Citra juga mengatakan ingin membatalkan pernikahannya, jadi bagaimana jika aku saja yang menggantikan Citra?”

Bagi Citra ide itu tidak buruk juga, dirinya bahkan tidak perduli lagi jika Arga dan Nadya yang akan berakhir menikah.

Namun, Bramantyo justru merasa geram mendengar perkataan Nadya dan memukul keras meja di sampingnya.

Brak!

“Beraninya! Kamu bukan keturunan sah dari ibu almarhum Citra, hanya seorang anak tiri yang berselingkuh dengan calon suami adik tirimu sendiri. Kamu tidak berhak menggantikan posisinya.” 

“Akan tetapi, aku sedang hamil anak Arga. Kalau Arga menikah dengan Citra, apa itu berarti anakku harus hadir di dunia ini tanpa seorang ayah?”

Seisi ruangan pun menjadi hening.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status