Bab 25 Kekecewaan Mas Hilman"Soal itu ... Maafkan Ibu Imah, maafkan Ibu Hilman. Maafkan Ibu." Wajah bulik Erni memelas. Lalu kembali memelukku dari samping. Membuatku dan mas Hilman keheranan. "Ibu ngomong yang jelas dulu. Kenapa?" tanya mas Hilman.Bulik Erni melepaskan pelukannya. Lantas menjelaskan jika sebenarnya beliau berbohong perihal rahasia ini. Dimana beliau memang sudah mengetahuinya sejak lama. Sejak aku dan mas Aryo belum menikah. "Astaghfirullah ... Kenapa Ibu berbohong?" mas Hilman menatap kecewa kearah ibunya. "Kenapa, Bu?" tanya mas Hilman lagi. "Ibu tau gak akibat kebohongan Ibu itu?" mas Hilman terus mencerca ibu kandungnya itu yang malah membuatku kasihan pada bulik Erni. "Sabar Mas ...," kataku pada mas Hilman.Baru kali ini aku melihat mas Hilman begitu marah dengan ibunya. Sampai-sampai wajah imut bak Jungkook itu pun seketika berubah. Suami mudaku terlihat sangat kecewa dengan wanita yang telah melahirkannya itu.Aku tahu jika sebuah kebohongan itu tidak
#SdmsBab 26 TamuDan akhirnya kedua mata Mas Hilman tertuju kearahku yang berada tak jauh darinya. Dengan tatapan beringas suamiku itu pun berjalan mendekatiku. Sontak hal itu membuatku takut. Wajah tampan menggemaskan itu pun terlihat tegas namun juga bengis. Entah setan apa yang sedang merasuki suami mudaku itu? Astagfirullah ... Apa yang akan diperbuat mas Hilman terhadapku? "Astaghfirullah! Mau ngapain kamu, Mas?!" bentakku pada Mas Hilman yang dengan paksa ingin membuka kancing bajuku. "Jangan, Mas! Jangan!" tampikku.Sayangnya Mas Hilman tak menggubris ucapanku meskipun aku sudah memohon kepadanya. Mas Hilman tetap melanjutkan aksinya. Bahkan dengan tenaganya yang cukup kuat, Mas Hilman berhasil membuatku berada di bawah kungkungannya. Mas Hilman terus memaksaku sampai aku terjatuh di atas kasur. Dan untuk kali pertamanya aku begitu marah dengan sikap suami mudaku itu. Aku seperti istri yang tak dihargai. Aku seperti wanita bayaran yang ia perlakukan sesuka hatinya. Mas Hi
#SdmsBab 27 Kehadiran Bu WatikAgak merasa aneh dengan sikap ibu mertuaku itu. Sebab tak biasanya beliau bersikap kurang ramah terhadap tamu seperti ini. Apa jangan-jangan sebelumnya antara Bulik Erni dan Sarah pernah ada masalah? Lantas, siapa Sarah sebenarnya? "Maafkan ibu saya, ya," kataku pada Sarah. Sarah tersenyum. "Gak pa-pa," balasnya. Lalu mengeluarkan hp dari tas kecil yang melingkar di pundaknya. Suasana yang canggung membuat aku dan Sarah tak banyak berbicara. Bahkan Sarah sendiri lebih sering sibuk bermain dengan hp nya. Sebenarnya aku ingin menyusul ibu mertuaku ke dalam rumah, karena aku sendiri juga tak suka kalau lawan bicara lebih sibuk dengan dunianya. Tetapi aku merasa tak enak jika kedatangan tamu tapi dibiarkan sendiri begitu. Walaupun sebenarnya tamunya agak ngeselin. Beberapa saat kemudian akhirnya Mas Hilman pulang. Setelah turun dari sepeda motor ekspresi pertama kali ketika melihat Sarah tak jauh berbeda dengan ibunya. Tentu hal itu membuatku semakin pe
#SdmsBab 28 Sarah"Sekarang bilang ada perlu apa kamu ke sini?" tanya Mas Hilman yang tampak tak ingin berbasa-basi dengan Sarah. "Sebenarnya mereka ada masalah apa, sih?" batinku. Begitu besar rasa penasaranku dengan tujuan Sarah ke rumah ini. Sehingga ia seakan tak diterima kehadirannya oleh Mas Hilman maupun Bulik Erni sendiri. Hmm, mencurigakan.Meski begitu aku berharap tak ada masalah apapun diantara kedua orang itu. Mengingat bagaimana latar belakang Mas Hilman yang rasanya tak mungkin ada masalah dengan orang lain. Begitu juga dengan Sarah yang terlihat seperti gadis baik-baik. "Aku perlu ngomong sesuatu, Mas. Tapi sebelum itu .... " Sarah menoleh ragu kearahku. Seakan ia merasa tak nyaman jika ada aku di sini. "Eee, yaudah, aku masuk dulu, Mas." Aku pun bergegas masuk ke dalam.Membiarkan mas Hilman berbicara empat mata dengan Sarah. Walaupun agak berat meninggalkan mereka berdua saja. Tetapi aku yakin mereka tidak akan berbuat yang aneh-aneh. Selain Mas Hilman sosok yang
#SdmsBab 29 Sebuah PerubahanBeberapa hari berlalu. Mas Hilman maupun ibu mertuaku sendiri sama sekali tak menyinggung tentang Sarah. Sedangkan aku, meskipun begitu penasaran dengan sosok gadis cantik itu, namun aku tak memiliki keberanian untuk menanyakannya kembali ke Mas Hilman. Takutnya akan membuatnya marah atau malah mengganggu pekerjaannya nanti. "Halimah?" sapa Bu Ratna yang baru saja datang. Beliau tampak terpana denganku. Aku tersenyum. "Pagi, Bu." Ku balas sapaan atasanku itu seperti biasanya. "Kamu terlihat berbeda," ujar Bu Ratna. Aku menunduk malu. "Maaf, Bu kalau pakaian saya—""Enggak. Pakaian kamu gak salah. Saya malah lebih suka kamu seperti ini. Lebih cantik." Dengan wajah berseri Bu Ratna memberikanku pujian. Tentu hal itu membuat senyumku merekah. Bersyukur sekaligus berterima kasih karena beliau menerima cara berpakaianku yang bisa dibilang sangat berbeda dari biasanya. Ya, hari ini kali pertamanya aku bekerja mengenakan rok dengan jilbab segiempat pemberi
#SdmsBab 30 Rumah SakitKu perhatian dengan seksama wajah Mas Hilman. Wajah yang tampan, imut dan menggemaskan. Wajar bukan jika ada perempuan lain yang tertarik padanya? Benar, melihat Sarah ada di sini aku merasa jika Mas Hilman dan Sarah pasti ada hubungan. Hubungan lebih dari sekedar teman. Tapi ... Mungkinkah laki-laki yang sudah tahu betul bagaimana aturan agama lantas ia melakukan perselingkuhan? Atau jangan-jangan ... Sarah adalah istri kedua Mas Hilman? "Aduh!" tiba-tiba satu buah pukulan kecil dari Mas Hilman berhasil mendarat di lengan kananku. Menyadarkan pikiranku tentang suami mudaku itu dengan wanita lain. "Kenapa, sih, Mbak?" tanya Mas Hilman yang rupanya sudah memanggilku berulang kali. Namun, karena melamun aku tak merespon panggilannya itu. Padahal aku berdiri di samping ranjangnya. Ku hela napas kasarku. "Kamu kenapa sakit?" "Sudah takdirnya," balas Mas Hilman singkat. "Bukan itu maksudku!" kesalku. "Kayaknya aku kenal, deh, sama jilbab yang Mbak pakai." B
#SdmsBab 31 Sikap Bulik Erni"Buruan!" desakku. Melihat Mas Hilam tak kunjung membuka suara. "Jadi ... Yang harus Mbak lakukan sekarang adalah .... "Mas Hilman dengan sengaja memperlambat ucapannya. Sehingga membuatku semakin penasaran dengan hal yang ia maksudkan. Hal yang katanya lebih penting dari Sarah dan harus dilakukan saat ini juga.Hmmm ? "Bisa cepet gak, sih?!" tegurku. Bisa-bisanya dalam keadaan sakit begitu masih bercanda. Haduh! Suami siapa, sih, ini?"Makanya jangan dipotong," sanggah Mas Hilman."Astagaaaah! Kenapa jadi aku yang salah?" kesalku. Bukannya meminta maaf, Mas Hilman malah memasang wajah tanpa dosa. Ia tetap santai meski rasa jengkelku sudah di ubun-ubun. "Jadi, yang lebih penting dari Sarah sekarang ya ngurusin aku, Mbak. Aku, kan, lagi sakit." Melas Mas Hilman yang membuatku semakin dongkol. "Aduh!" Reflek Mas Hilman menyetuh keningnya setelah aku menoyornya. Lalu dengan langkah kesal aku berjalan menuju sofa di pojokan ruangan. Betul-betul dibuang
#SdmsBab 32 Tentang SarahSebenarnya agak heran dan sedikit membuatku bertanya-tanya dengan Bulik Erni yang terkesan terburu-buru mengajak kami pulang. Seakan ada sesuatu yang mengharuskan kami untuk cepat-cepat meninggalkan rumah sakit. Namun, aku sendiri tak mau berburuk sangka pada ibu mertuaku itu. Barang kali memang sudah waktunya Mas Hilman pulang. Tapi ... Sekuat apapun aku untuk tidak berburuk sangka, melihat sikap yang ditunjukan ibu mertuaku itu malah membuatku semakin penasaran. Mmm, semoga saja semuanya akan tetap dalam keadaan yang baik. ***"Mbak?" "Apa?" tanpa menoleh aku menjawab panggilan Mas Hilman. "Sarah itu .... " Terdengar agak ragu dari Kas Himman untuk melanjutkan ucapannya. "Kenapa?" tanyaku yang masih sibuk dengan hp ku. "Aku bingung mau jelasinnya dari mana.""Ya udah, gak usah dijelasin," balasku. Lalu menaruh hp di atas nakas lanjut menarik selimut untuk tidur. Dengan posisi membelakangi Mas Hilman yang masih menyandarkan tubuhnya pada sandaran tem
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman