#SdmsBab 31 Sikap Bulik Erni"Buruan!" desakku. Melihat Mas Hilam tak kunjung membuka suara. "Jadi ... Yang harus Mbak lakukan sekarang adalah .... "Mas Hilman dengan sengaja memperlambat ucapannya. Sehingga membuatku semakin penasaran dengan hal yang ia maksudkan. Hal yang katanya lebih penting dari Sarah dan harus dilakukan saat ini juga.Hmmm ? "Bisa cepet gak, sih?!" tegurku. Bisa-bisanya dalam keadaan sakit begitu masih bercanda. Haduh! Suami siapa, sih, ini?"Makanya jangan dipotong," sanggah Mas Hilman."Astagaaaah! Kenapa jadi aku yang salah?" kesalku. Bukannya meminta maaf, Mas Hilman malah memasang wajah tanpa dosa. Ia tetap santai meski rasa jengkelku sudah di ubun-ubun. "Jadi, yang lebih penting dari Sarah sekarang ya ngurusin aku, Mbak. Aku, kan, lagi sakit." Melas Mas Hilman yang membuatku semakin dongkol. "Aduh!" Reflek Mas Hilman menyetuh keningnya setelah aku menoyornya. Lalu dengan langkah kesal aku berjalan menuju sofa di pojokan ruangan. Betul-betul dibuang
#SdmsBab 32 Tentang SarahSebenarnya agak heran dan sedikit membuatku bertanya-tanya dengan Bulik Erni yang terkesan terburu-buru mengajak kami pulang. Seakan ada sesuatu yang mengharuskan kami untuk cepat-cepat meninggalkan rumah sakit. Namun, aku sendiri tak mau berburuk sangka pada ibu mertuaku itu. Barang kali memang sudah waktunya Mas Hilman pulang. Tapi ... Sekuat apapun aku untuk tidak berburuk sangka, melihat sikap yang ditunjukan ibu mertuaku itu malah membuatku semakin penasaran. Mmm, semoga saja semuanya akan tetap dalam keadaan yang baik. ***"Mbak?" "Apa?" tanpa menoleh aku menjawab panggilan Mas Hilman. "Sarah itu .... " Terdengar agak ragu dari Kas Himman untuk melanjutkan ucapannya. "Kenapa?" tanyaku yang masih sibuk dengan hp ku. "Aku bingung mau jelasinnya dari mana.""Ya udah, gak usah dijelasin," balasku. Lalu menaruh hp di atas nakas lanjut menarik selimut untuk tidur. Dengan posisi membelakangi Mas Hilman yang masih menyandarkan tubuhnya pada sandaran tem
#SdmsBab 33 Tentang Sarah 2Ditambah aku melihat langsung kedua mata Mas Hilman yang berkaca-kaca seakan menahan tangisnya ketika menjelaskan tentang perjalanan cintanya dengan Sarah yang harus batal demi baktinya pada wanita yang telah melahirkannya. Sepertinya ia sangat menyesali keputusannya untuk membatalkan lamaran itu dan memilih menikahi wanita yang tak sebanding dengan Sarah. Gadis ayu yang membuat jatuh hatinya pada pandangan pertama. Tak lagi sanggup menatap wajah Mas Hilman membuatku mengubah posisi tidurku menjadi terbaring dengan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhku. Malu. Tentu saja aku malu dengan diriku sendiri. Ah, pantas saja sebelum menjelaskan ini semua, tadi Mas Hilman menasihatiku dengan penuh amat serius. Tak hanya itu, aku juga merasa sangat bersalah dengan Mas Hilman. Karenaku, ia harus melepas gadis idamannya. Gadis pilihan hatinya. Wanita yang memang lebih dari segalanya dari diriku. "Maafkan aku, Mas," ucapku dalam hati. "Jangan merasa bersalah
#SdmsBab 34 Sikap Mas HilmanAh, ternyata masalah suami mudaku dengan Saran sangatlah besar. Apalagi jika Mas Hilman masih menyimpan perasaan dengan Sarah. Lantas, bagaimana dengan diriku? Akankah selamanya aku bakal menjadi istri di atas kertas? "Hatimu ... Sekarang pasti masih sakit, ya?" tanyaku tanpa menoleh ke arah Mas Hilman. Air mata tak lagi bisa ku bendung. Setetes demi setetes mulai membasahi kedua pipiku. Entahlah, perih sekali hati ini melihat kenyataan Mas Hilman yang begitu besar pengorbanannya untuk bisa berbakti pada ibunya. Beberapa detik berlalu, suara Mas Hilman malah menghilang. Aku pun lantas mendongak ke arahnya. "Astagaaah!" sedikit kesal mengetahui suami mudaku itu sudah tertidur dengan posisi yang masih menyandarkan tubuhnya. Pantas saja pertanyaan yang ku ajukan tadi tak kunjung ada jawaban. "Astaghfirullah hal'adzim .... " Aku menggeleng kesal melihat Mas Hilman yang tiba-tiba mengorok. Untung saja dalam kondisi seperti itu ia masih terlihat tampan dan
#SdmsBab 35 Sopir Taksi OnlineDengan ragu aku berkata, "Telepon?" Ah, mana mungkin meminta bantuan Mas Hilman sedangkan hubungan kami dingin begini. Astagfirullah ... Aku harus bagaimana ini? Meneleponnya atau tidak? "Iya!" jawab Sari. Lalu diiyakan oleh teman-temanku yang lainnya."Iya, nanti aku telepon. Makasih udah bantuin." Setelah diam beberapa saat dengan terpaksa aku berkata demikian. Karena jika tidak pasti mereka akan mempertanyakan alasannya.Teman-temanku pun lantas pergi dan kembali bersiap untuk pulang. Hingga akhirnya tinggal aku yang ditemani Sari tengah menunggu seseorang di depan warung makan. Bukan Mas Hilman yang kami tunggu. Melainkan taksi online yang sedang ku pesan untuk mengantarku pulang. Karena aku sendiri ragu jika Mas Hilman akan menjemputku walaupun ia tahu kondisiku sekarang. Batinku merasa tersiksa berada dalam kondisi seperti ini. Namun pada akhirnya aku terpaksa menceritakannya masalahku pada Sari. Meskipun tak semuanya namun setidaknya Sahabatk
#SdmsBab 36 Romantis Bukan? Aku tersenyum miring ke arah mantan suamiku itu. Mas Hilman mungkin tidak akan marah, namun bukan berarti lantas aku percaya dengan ucapannya begitu saja.Bu Watik, Mbak Susi bahkan Mas Aryo sendiri lah yang selama ini membuatku dibenci banyak orang. Membuat hidupku tak tenang bahkan disaat aku sudah menikah. Cukup bukan jika ucapannya tak pantas di percaya? "Jangan mendekat!" sergahku ketika Mas Aryo akan berjalan mendekatiku. "Aku gak akan ngapa-ngapain kamu. Tenang!" balas Mas Aryo. Mas Aryo tak melanjutkan langkahnya. Ia mengeluarkan hp dari saku celananya. Lalu menelepon entah siapa. Setelah menutup sambungan teleponnya Mas Aryo lantas mengambil sebuah payung dari bagasi mobilnya dan memberikannya padaku. "Bawa ini. Hilman akan segera datang," katanya lalu berlalu masuk ke dalam mobil. Mas Aryo pergi. Memang benar yang dikatakan Mas Aryo. Beberapa saat kemudian, Mas Hilman memang datang menjemputku. Antara percaya tak percaya. Apalagi situasi s
#Sdms Bab 37 Yang akan dilakukan Mas HilmanKu tatap wajah tampan di depanku itu. Seorang laki-laki muda yang sering ku samakan dengan Kookie itu mungkin lebih pantas menjadi adikku. Bukan suamiku. Astagfirullah .... Aku kembali ke kamar guna mengambilkan selimut untuk Mas Hilman. Beberapa detik kemudian setelah aku kembali di hadapan Mas Hilman yang masih tetidur, dengan pelan dan berhati-hati ku selimuti ia sampai hampir menutupi seluruh tubuhnya. Sengaja aku tak membangunkannya. Aku takut jika akan menganggu waktu tidurnya. Apalagi kalau pada dasarnya ia sengaja tidur di sofa untuk menghindariku. Rasanya batinku akan semakin perih jika hal itu benar adanya. Walaupun seharian ini ia bersikap dingin, namun ia tetap menunjukkan rasa pedulinya terhadapku. Bahkan ia rela menggendongku dan menjadi pusat tontonan banyak orang. Sudah tampan, shalih, dan penuh tanggung jawab. Pantas saja jika Sarah masih sulit melepaskan dirinya. Ketika hendak meninggalkan Mas Hilman tanpa sengaja aku
#SdmsBab 38 Masalah? "Gak akan sakit, kok, Mbak," kata Mas Hilman pelan. Kembali kedua mataku dibuat terbelalak mendengar perkataan Mas Hilman barusan. Astagaaah, jangan-jangan ia akan melakukan hal itu pagi ini? Sungguh, aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa sekarang? Membayangkannya saja takut, apalagi .... Haduh! Astaghfirullah .... Ku pejamkan mataku. Tak ingin melihat apa yang akan dilakukan Mas Hilman. Beberapa detik kemudian aku merasa kaki ku seperti di olesi sesuatu. Sontak hal itu membuat kedua mataku terbuka. Mas Hilman tertawa kecil. Memamerkan dua gigi kelincinya itu. "Kenapa, Mbak?" tanya Mas Hilman dengan wajah tak berdosa. "Kenapa kenapa! Kamu tuh bikin otak traveling!" Mendadak Mas Hilman tertawa kembali. Tapi kali ini tertawanya lebih keras. Bahkan saking kerasnya ia sampai menutupi wajahnya dengan telapak tangan kirinya. "Mbak ... Mbak .... " Mas Hilman menggeleng sambil menahan tawanya. "Aku tuh cuma mau ngolesin salep di kakimu." Mas Hilman kembali