#SdmsBab 33 Tentang Sarah 2Ditambah aku melihat langsung kedua mata Mas Hilman yang berkaca-kaca seakan menahan tangisnya ketika menjelaskan tentang perjalanan cintanya dengan Sarah yang harus batal demi baktinya pada wanita yang telah melahirkannya. Sepertinya ia sangat menyesali keputusannya untuk membatalkan lamaran itu dan memilih menikahi wanita yang tak sebanding dengan Sarah. Gadis ayu yang membuat jatuh hatinya pada pandangan pertama. Tak lagi sanggup menatap wajah Mas Hilman membuatku mengubah posisi tidurku menjadi terbaring dengan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhku. Malu. Tentu saja aku malu dengan diriku sendiri. Ah, pantas saja sebelum menjelaskan ini semua, tadi Mas Hilman menasihatiku dengan penuh amat serius. Tak hanya itu, aku juga merasa sangat bersalah dengan Mas Hilman. Karenaku, ia harus melepas gadis idamannya. Gadis pilihan hatinya. Wanita yang memang lebih dari segalanya dari diriku. "Maafkan aku, Mas," ucapku dalam hati. "Jangan merasa bersalah
#SdmsBab 34 Sikap Mas HilmanAh, ternyata masalah suami mudaku dengan Saran sangatlah besar. Apalagi jika Mas Hilman masih menyimpan perasaan dengan Sarah. Lantas, bagaimana dengan diriku? Akankah selamanya aku bakal menjadi istri di atas kertas? "Hatimu ... Sekarang pasti masih sakit, ya?" tanyaku tanpa menoleh ke arah Mas Hilman. Air mata tak lagi bisa ku bendung. Setetes demi setetes mulai membasahi kedua pipiku. Entahlah, perih sekali hati ini melihat kenyataan Mas Hilman yang begitu besar pengorbanannya untuk bisa berbakti pada ibunya. Beberapa detik berlalu, suara Mas Hilman malah menghilang. Aku pun lantas mendongak ke arahnya. "Astagaaah!" sedikit kesal mengetahui suami mudaku itu sudah tertidur dengan posisi yang masih menyandarkan tubuhnya. Pantas saja pertanyaan yang ku ajukan tadi tak kunjung ada jawaban. "Astaghfirullah hal'adzim .... " Aku menggeleng kesal melihat Mas Hilman yang tiba-tiba mengorok. Untung saja dalam kondisi seperti itu ia masih terlihat tampan dan
#SdmsBab 35 Sopir Taksi OnlineDengan ragu aku berkata, "Telepon?" Ah, mana mungkin meminta bantuan Mas Hilman sedangkan hubungan kami dingin begini. Astagfirullah ... Aku harus bagaimana ini? Meneleponnya atau tidak? "Iya!" jawab Sari. Lalu diiyakan oleh teman-temanku yang lainnya."Iya, nanti aku telepon. Makasih udah bantuin." Setelah diam beberapa saat dengan terpaksa aku berkata demikian. Karena jika tidak pasti mereka akan mempertanyakan alasannya.Teman-temanku pun lantas pergi dan kembali bersiap untuk pulang. Hingga akhirnya tinggal aku yang ditemani Sari tengah menunggu seseorang di depan warung makan. Bukan Mas Hilman yang kami tunggu. Melainkan taksi online yang sedang ku pesan untuk mengantarku pulang. Karena aku sendiri ragu jika Mas Hilman akan menjemputku walaupun ia tahu kondisiku sekarang. Batinku merasa tersiksa berada dalam kondisi seperti ini. Namun pada akhirnya aku terpaksa menceritakannya masalahku pada Sari. Meskipun tak semuanya namun setidaknya Sahabatk
#SdmsBab 36 Romantis Bukan? Aku tersenyum miring ke arah mantan suamiku itu. Mas Hilman mungkin tidak akan marah, namun bukan berarti lantas aku percaya dengan ucapannya begitu saja.Bu Watik, Mbak Susi bahkan Mas Aryo sendiri lah yang selama ini membuatku dibenci banyak orang. Membuat hidupku tak tenang bahkan disaat aku sudah menikah. Cukup bukan jika ucapannya tak pantas di percaya? "Jangan mendekat!" sergahku ketika Mas Aryo akan berjalan mendekatiku. "Aku gak akan ngapa-ngapain kamu. Tenang!" balas Mas Aryo. Mas Aryo tak melanjutkan langkahnya. Ia mengeluarkan hp dari saku celananya. Lalu menelepon entah siapa. Setelah menutup sambungan teleponnya Mas Aryo lantas mengambil sebuah payung dari bagasi mobilnya dan memberikannya padaku. "Bawa ini. Hilman akan segera datang," katanya lalu berlalu masuk ke dalam mobil. Mas Aryo pergi. Memang benar yang dikatakan Mas Aryo. Beberapa saat kemudian, Mas Hilman memang datang menjemputku. Antara percaya tak percaya. Apalagi situasi s
#Sdms Bab 37 Yang akan dilakukan Mas HilmanKu tatap wajah tampan di depanku itu. Seorang laki-laki muda yang sering ku samakan dengan Kookie itu mungkin lebih pantas menjadi adikku. Bukan suamiku. Astagfirullah .... Aku kembali ke kamar guna mengambilkan selimut untuk Mas Hilman. Beberapa detik kemudian setelah aku kembali di hadapan Mas Hilman yang masih tetidur, dengan pelan dan berhati-hati ku selimuti ia sampai hampir menutupi seluruh tubuhnya. Sengaja aku tak membangunkannya. Aku takut jika akan menganggu waktu tidurnya. Apalagi kalau pada dasarnya ia sengaja tidur di sofa untuk menghindariku. Rasanya batinku akan semakin perih jika hal itu benar adanya. Walaupun seharian ini ia bersikap dingin, namun ia tetap menunjukkan rasa pedulinya terhadapku. Bahkan ia rela menggendongku dan menjadi pusat tontonan banyak orang. Sudah tampan, shalih, dan penuh tanggung jawab. Pantas saja jika Sarah masih sulit melepaskan dirinya. Ketika hendak meninggalkan Mas Hilman tanpa sengaja aku
#SdmsBab 38 Masalah? "Gak akan sakit, kok, Mbak," kata Mas Hilman pelan. Kembali kedua mataku dibuat terbelalak mendengar perkataan Mas Hilman barusan. Astagaaah, jangan-jangan ia akan melakukan hal itu pagi ini? Sungguh, aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa sekarang? Membayangkannya saja takut, apalagi .... Haduh! Astaghfirullah .... Ku pejamkan mataku. Tak ingin melihat apa yang akan dilakukan Mas Hilman. Beberapa detik kemudian aku merasa kaki ku seperti di olesi sesuatu. Sontak hal itu membuat kedua mataku terbuka. Mas Hilman tertawa kecil. Memamerkan dua gigi kelincinya itu. "Kenapa, Mbak?" tanya Mas Hilman dengan wajah tak berdosa. "Kenapa kenapa! Kamu tuh bikin otak traveling!" Mendadak Mas Hilman tertawa kembali. Tapi kali ini tertawanya lebih keras. Bahkan saking kerasnya ia sampai menutupi wajahnya dengan telapak tangan kirinya. "Mbak ... Mbak .... " Mas Hilman menggeleng sambil menahan tawanya. "Aku tuh cuma mau ngolesin salep di kakimu." Mas Hilman kembali
#SdmsBab 39 Menolong SarahDi suatu malam ketika aku hendak tidur, tiba-tiba aku dibuat terheran-heran dengan sikap Mas Hilman. Ia menyingkirkan satu guling yang biasanya menjadi pembatas kami. "Kenapa?" Mas Hilman memposisikan dirinya untuk tidur. Aku yang masih tercengang pun hanya bisa menggeleng. Tak bisa berkata apapun. "Tidur." Mas Hilman bersiap untuk memejamkan matanya. Dengan senyum tak karuan, serta pandangan yang tak lepas dari wajah Kookie kw ku itu aku menempatkan kepalaku di atas bantal. Mas Hilman terpejam dengan kedua tangan meliat di dada. Dalam posisi tidur saja ia masih terlihat tampan dan stay cool. Astagaaaaah! Meski sudah menguap berulang kali, namun nyatanya aku malah tak bisa memejamkan mataku. Pandanganku belum bisa lepas dari Mas Hilman yang sudah terlelap. Apalagi malam ini pertama kalinya kami tidur dengan hanya satu guling yang menjadi pembatas. "Kayaknya aku beneran jatuh cinta, deh, sama kamu, Mas." Dengan senyum yang terus merekah aku menatap wa
#SdmsBab 40 Penawaran dari Bu WatikTiba-tiba ada pesan wa masuk. Aku yang awalnya agak malas membukanya dibuat terkejut setelah mengetahui siapa pengirimnya. Tambah tercengang lagi saat aku membuka isi pesannya. Astagaaaah. [Tidur]Pesan yang sangat singkat itu ku terima dari Mas Hilman. Darimana dia tahu kalau aku belum tidur? [Iya] Ku kirimkan balasan untuk Mas Hilman. Sayangnya malah centang satu. Dasar aneh! Bisa-bisanya mematikan hp tanpa menunggu balasan pesan dariku. ***[Antar seragamku sekarang]Seketika kedua alisku mengernyit melihat pesan dari Mas Hilman sepagi ini. Apa ia tak ingin pulang walaupun hanya sekedar berganti pakaian? [Iya] Balas ku yang lagi-lagi hanya centang satu. Benar-benar dibuat heran dengan suami mudaku itu. "Mau kemana, Mbak?" Langkahku terhenti melihat Sarah yang sudah sibuk di dapur. Rajin juga gadis itu. Aku tersenyum. "Nganterin seragam buat Mas Hilman," jawabku sambil menujukkan seragam yang di tanganku. "Oh, iya," balas Sarah setengah
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman