#SdmsBab 41 Dipecat Beberapa hari berlalu. Dan hari ini adalah hari pertamaku masuk kerja setelah sekian lama aku libur. Aku pun berangkat dengan penuh semangat, pasalnya aku sudah begitu rindu dengan aktivitasku yang bisa bertemu banyak orang. Termasuk teman-teman kerjaku atau para pelanggan yang sudah akrab denganku. "Ikut saya, ya," kata Bu Ratna setelah beberapa saat aku sampai di rumah makan. Aku mengikuti langkah Bu Ratna yang menuju ruangannya. Sedikit merasa curiga lantaran terakhir kali aku dipanggil ke ruangannya disuruhnya aku mengantar makanan ke kantor keponakannya, Siska. "Maaf Halimah, saya terpaksa melakukan ini," kata Bu Ratna. Wajahnya tampak sedih. Aku tertegun mendengar ucapan Bu Ratna barusan. "Ma-maksud Bu Ratna apa?" dengan terbata-bata aku bertanya. Bu Ratna berjalan mendekatiku hingga jarak kami kurang dari kurang dari sepuluh langkah. Bu Ratna terlihat seperti berat untuk berbicara. "Saya harus memberhentikan kamu." Sontak aku tercengang setelah Bu
#SdmsBab 42 Sebuah Permintaan MaafAku melihat jam tangan di lenganku. "Oke! Lima menit dari sekarang!"Terpaksa aku memberi kesempatan untuk Mas Aryo. Selain agar aku tak lagi banyak membuang waktu untuknya, aku juga dibuat penasaran dengan hal apa yang akan ia katakan itu.Mas Aryo menarik napasnya. Lalu mulai menjelaskan maksud dari kemunculannya di hadapanku ini yang ternyata memang ia sengaja. Dimana ia ingin meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan istrinya terhadapku. Benar, Mas Aryo tahu rencana Siska untuk meminta tantenya alias Bu Ratna supaya memecatku. Mas Aryo sendiri sudah berusaha mencegahnya, sayangnya karena Siska begitu keras kepala tak mau mendengarkannya, alhasil pemecatan untukku pun terjadi. Dan Siska melakukan hal itu adalah sebagai peringatan awal jika dirinya tak bisa dikalahkan. Awalnya memang berat aku menerima keputusan sepihak itu dari Bu Ratna. Pasalnya selama aku bekerja di warung makan itu aku tak pernah berbuat kesalahan apapun. Semua yang menjad
#SdmsBab 43 Kabar Mbak SusiKetika hendak kembali ke tempatku, secara tiba-tiba lenganku ditahan oleh Mas Hilman. Membuatku terdiam dan pelan-pelan menatap ke arahnya yang ternyata masih terpejam. Dalam hati aku bertanya-tanya jika Mas Hilman tadi sudah betul-betul tertidur atau belum? Jika belum, kenapa bisa ia mendengkur? Jika tidak ... Kenapa ini? Kenapa ia menahan tanganku dan tak kunjung melepaskannya? Astaghfirullah ... Cobaan apa lagi ini? Dengan hati-hati aku mencoba melepaskan genggaman tangan Mas Hilman. Sayangnya bukan terbebas malah yang terjadi adalah sebaliknya. Secara tiba-tiba Mas Hilman menarikku dan membuatku terjatuh di pelukannya. Wajah tampan Mas Hilman terlihat sangat jelas di mataku. Aku membisu saking terpesona oleh suami mudaku itu. Astagaaah. Tak ada obat lagi untuk ketampanannya itu. "Mungkinkah Mas Hilman akan melakukan ...," batinku. Kedua mataku dan mata Mas Hilman masih saling memandang. Mas Hilman tersenyum manis lalu mulai memejamkan matanya. Beg
#SdmsBab 44 Hari Pernikahan Lagian mau diajak kemana aku sepagi ini? Yang bahkan mandi saja belum. Penasaran? Tentu saja. Barang kali Mas Hilman akan mengajakku berbelanja mengingat baru kemarin hari dimana seharusnya ia menerima gaji pertamanya sebagai seorang guru. ***Dan akhirnya benar tebakanku. Mas Hilman mengajakku ke sebuah toko perlengkapan muslim dan muslimah. Namun, yang membuatku bingung kenapa ada tulisan "laki-laki dilarang masuk" di depan pintu kaca berwarna hitam tersebut. Lalu, bagaimana jika seseorang akan berbelanja jika seperti itu konsepnya? "Kamu masuk, aku tunggu di sini. Nanti kalau mau bayar bilang aja," kata Mas Hilman. Lalu duduk di kursi kayu yang sudah disediakan di depan toko. "Hp mu aku bawa, ya, Mbak," cetus Mas Hilman yang membuatku terheran-heran. Tumben. "Buat apa?" dahiku mengkerut sambil menatap curiga ke suami mudaku itu. "Aku gak bawa hp. Buat temen nunggu," balasnya. Memamg sih tadi aku sempat melihat hp Mas Hilman masih terpasang di kab
#SdmsBab 45 Kaburnya calon pengantin Setelah beberapa saat menunggu, sang calon pengantin perempuan alias Mbak Susi tak kunjung muncul. Padahal sudah dipanggil beberapa kali. Alhasil membuat suasana menjadi agak riuh. Tak sedikit dari para tamu yang saling bertanya-tanya. Serta ada juga terdengar dari gosipan para ibu-ibu di sekitarku yang mengatakan jika Mbak Watik mungkin saja sudah melarikan diri karena tak ingin dinikahi laki-laki tua itu. Duh, jangan-jangan ... Benar juga yang dikatakan ibu-ibu itu. Astagfirullah .... "Pengantin wanitanya gak ada!" Serempak semua orang mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang baru saja keluar dari rumah Bu Watik dengan wajah yang panik. Wanita itu mendekati Bu Watik yang terlihat gelisah. "Kok, bisa gak ada gimana ceritanya?" bentak Siska ke wanita di depannya itu. Wanita yang ternyata adalah perias untuk Mbak Susi hari ini. "Tolong gak usah bentak saya," balas wanita perias itu. "Kaburnya pengantin bukan kuasa saya. Lagian tugas saya
#SdmsBab 46 Pesan di group RT"Aku bisa bantu. Asal kamu juga bantu aku," kata Mbak Susi penuh percaya diri. Mencoba membuat penawaran. Aku terdiam sejenak. Menelaah penawaran dari Mbak Susi barusan. Haruskan aku percaya dan menerima tawarannya? Sedangkan selama ini ia selalu berucap hal-hal yang buruk tentangku. "Gimana?" desak Mbak Susi. Dengan tegas aku menjawab, "enggak!"Mbak Susi menggoyang-goyangkan lenganku. "Haduh kamu itu .. Ayolah. Bantu aku. Aku janji setelah ini aku tobat berbuat jahat ke kamu."Aku terheran-heran melihat tingkah Mbak Susi yang terus membujukku. Seperti anak kecil yang padahal usianya di atasku lima tahun. Ah, pantas saja tak ada yang mau menikahinya. Sekalinya ada malah bapak-bapak. "Enggak, ya, enggak, Mbak," tolakku. Berusaha melepaskan tangan Mbak Susi. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar. "Mbak? Buka pintunya!" suara Mas Hilman setengah berteriak. "Bentaaar!" balasku seraya bangkit dari tempat dudukku. "Ngomong sama siapa, sih?" tan
#SdmsBab 47 Kemarahan Bu WatikKu serahkan kembali hp milik ibu mertuaku itu. Masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Mbak Susi. Walaupun hanya sekedar pesan, tapi bagiku itu adalah satu langkah untuk membersihkan namaku. Tapi ... Mengapa tiba-tiba Mbak Susi melakukan hal itu? Padahal sebelumnya aku tak ingin membantunya dalam persembunyiannya ini. ***"Halimaaaaahhh!!!!!"Benar-benar membuatku terkejut mendengar teriakan Bu Watik dari luar. Wanita tua itu bahkan terus mengetuk pintu dengan sangat kasar. Sepertinya amarahnya sedang bergejolak setelah mengetahui pesan yang dikirim anaknya di group Rt beberapa jam yang lalu. "Biar Ibu yang buka." Bulik Erni berjalan ke arah pintu depan.Sedangkan aku mengikutinya dari belakang. Hanya saja aku tak ikut menemui Bu Watik. Aku mengintip dari balik horden yang menjadi pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah. Bulik Erni membuka pintu. "Salam dulu kenapa, sih, Mbak?" "Haduh! Mana menantumu!" Bu Watik tampak emosi. Kedua matanya
#SdmsBab 48 Pergi Meski batin terasa sesak dan tubuh tak sanggup lagi menopang diri, aku berusaha keras menjernihkan pikiranku. Berdiam diri sejenak untuk memantapkan keputusan yang akan aku ambil saat ini. Ya, keputusanku pasti akan menjadi yang terbaik untuk semuanya. ***Malam ini sengaja aku tak tidur duluan. Aku menunggu waktu tengah malam supaya bisa meninggalkan rumah Bulik Erni tanpa sepengetahuan orang-orang rumah. Ini adalah keputusan yang sangat berat. Namun, dari sekian banyak hal yang terjadi, pada akhirnya aku lah penyebabnya. Dan aku merasa kepergianku ini nantinya akan menjadi jalan terbaik untuk semuanya. Hidup Bu Watik akan tenang. Siska yang tak akan lagi mengusik dan mengancamku. Serta Mas Hilman sendiri yang bisa jadi akan menikahi Sarah. Gadis idamannya. Dan aku? Aku akan menjalani hidupku dengan kebahagiaan yang ku ciptakan sendiri tanpa ada gangguan dari orang-orang yang julid terhadapku. "Maafkan aku, Mas. Maafkan aku." Ku tatap wajah Mas Hilman dengan