Home / Rumah Tangga / Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta / Sesuatu yang Terselubung Amarah

Share

Sesuatu yang Terselubung Amarah

Author: rainy
last update Last Updated: 2025-01-29 12:13:42

Di ruangan itu, udara tebal dengan aroma alkohol yang samar bercampur dengan wewangian parfum mahal, menciptakan atmosfer yang memancarkan kemewahan. Lampu kristal yang redup memantulkan bayang-bayang tipis di dinding, menambah kesan misterius pada malam yang semakin larut.

Di tengah kerumunan, Damian duduk di pojok ruangan, wajahnya yang dingin seolah tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, menjadikannya sosok yang tak terjangkau, bahkan bagi mereka yang ingin mendekat.

Namun, malam itu ada yang berbeda. Dua wanita yang tampaknya malah terlibat dalam adu mulut yang semakin memanas. Alice, dengan wajah merah karena amarah, melangkah maju, suaranya nyaring dan penuh emosi.

“Aku yang lebih dulu di sini! Jangan datang tiba-tiba dan merusak semuanya!” teriak Alice, dengan tangan terkepal, seolah tak bisa menahan amarahnya.

Amora tertawa kecil, menyerupai ejekan. “Jangan sok merasa lebih baik! Damian mengenalku jauh lebih baik daripada kamu, Alice. Kamu cuma pelac*r yang mencoba mendekatinya dengan cara-cara kotor!” balasnya.

“Apa?! Kamu bilang aku pelac*r?!” Dengan gerakan cepat, dia melangkah maju dan hampir menyerbu tubuh Amora. “Jauh-jauh! Dia milikku, kau dengar? Milikku!”

"Terlalu banyak bicara!" balas Amora dengan sengit, tatapannya tajam penuh tantangan. "Pergi dan goda pria lain, sial*n! Kalau perlu, cari saja pria tua bangka, jangan ganggu aku dan Damian!"

Di meja yang tak jauh dari mereka, tiga pria saling melirik satu sama lain, tampak malas dengan pertengkaran yang biasa terjadi.

“Hey, hey, ini nggak apa-apa, kan?” ujar Jean, pria berambut gondrong, dengan nada cemas, matanya melirik Damian yang duduk tenang, tak menunjukkan tanda-tanda ingin campur tangan.

Owen, pria yang lebih santai, meneguk wine-nya dan tersenyum sinis. “Lihat saja wajah masamnya itu,” ejeknya, menunjuk Damian yang tampaknya menahan diri untuk tidak melemparkan gelasnya. “Sudah ku bilang, pria beristri lebih baik pulang saja."

Damian hanya menatap tajam ke arah Owen, matanya dingin tanpa ekspresi. Ia tidak memberikan reaksi apapun. Owen mendengus pelan, merasa risih dengan ketidakpedulian Damian.

“Dasar manusia batu,” gumamnya, namun tidak ada jawaban dari Damian.

Kedua wanita tersebut semakin tidak terkendali. Saling memaki, saling mencaci, dan kadang-kadang menarik rambut satu sama lain. Alice hampir menyerbu tubuh Amora, namun Amora dengan cekatan menepisnya.

"Sialan! Kamu berani menyentuh rambutku?!" serunya, suaranya penuh kebencian, "oleh jal*ng jelek sepertimu?!"

Wanita yang ditujunya hanya bisa tersenyum sinis, namun matanya penuh amarah. "Kau pikir kau lebih baik, hah?!" balasnya dengan nada mencemooh. "Lihat penampilanmu! Badan rata seperti itu tidak akan bisa menarik perhatian Tuan Damian! Jadi berhenti bermimpi!"

Jean berusaha menengahi dengan suara setenang mungkin, "Nona-nona, tenanglah," ujarnya, berusaha mengalihkan perhatian mereka, "Jangan bikin keributan di sini, oke?"

Namun, mereka malah menoleh ke arah Jean dengan ekspresi yang penuh ejekan. “Kau siapa, Gondrong Urban!” seru mereka serentak.

Jean terdiam, terkejut dengan respons yang begitu kasar. “Bangs*t,” gumamnya pelan, wajahnya merah karena malu. Owen tertawa puas, sementara Galliard hanya mendengus geli.

Sementara itu, Alice yang masih terbakar amarah, mengalihkan pandangannya pada Damian. Ia melangkah lebih dekat, menatap Damian dengan penuh rasa ingin tahu.

“Damian, kamu pasti tahu siapa aku, kan? Aku Alice, aku bisa membuatmu merasa lebih baik, jauh lebih baik daripada yang lain. Kalau kamu mau, aku di sini untukmu."

Namun, Owen dengan cepat merangkul pinggang Alice, senyumnya nakal menggoda. “Kalau kamu cari sensasi, kenapa nggak coba denganku saja?” ujarnya dengan suara penuh godaan. “Aku juga bisa beri yang lebih, kamu tahu.”

Alice membentak, geram dengan gangguan itu. “Jangan sentuh aku, Owen! Jangan coba-coba!” kata Alice, wajahnya kini semakin memerah karena marah. Namun Owen, yang tak ingin kalah, mendekat dan tanpa peringatan langsung mengecup bibir Alice.

Galliard, pria tampan yang sejak tadi hanya mengamati, meringis jijik melihat pemandangan ini. “Kalian ini, nggak bisa berhenti bikin malu,” gumamnya, meski ia tahu bahwa ini sudah menjadi pemandangan biasa di tempat seperti ini.

Damian, tetap duduk dengan tenang, menyandarkan tubuhnya pada sofa. Jelas terlihat bahwa ia sudah terlalu banyak meminum wine malam itu. Kepalanya terasa pusing, tubuhnya lelah, namun ia tidak peduli. Gelas wine yang ada di tangannya digoyangkan perlahan, matanya kosong menatap ke depan, namun pikirannya terasa jauh.

Sorak senang tertahan dari Amora karena berhasil memeluk tubuh Damian yang tampak sudah hampir kehilangan kesadaran, meskipun masih bisa terkendali. Ia tetap berusaha mendekatkan diri pada pria itu. Namun, Damian tetap diam, tidak membalas sentuhan itu.

"Jangan sentuh aku," perintah Damian dengan nada dingin, tanpa ada sedikitpun kelembutan.

Tidak menjawab namun ia berdeham, wanita itu mencoba untuk tidak terlalu peduli dengan kata-kata pria yang tengah ia peluk.

Damian, yang mulai merasa sesak, menggenggam gelasnya semakin erat. Matanya terfokus pada gelas yang ia pegang, seolah itu satu-satunya objek yang bisa membantunya tetap bertahan.

Namun, pikirannya melayang jauh. Bayangan aroma mawar itu muncul begitu jelas, seolah tercium di indranya meskipun tidak ada wangi serupa yang bisa ia cium di sekitar.

"Camila Amorette," suaranya terdengar serak, matanya hampir terpejam. "Aku nggak akan pulang ke rumah," tambahnya dengan suara yang semakin pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri.

Owen menoleh, sedikit terkejut, dan tertawa kaku. “K-Kenapa tiba-tiba? Berhenti minum, kau makin melantur saja."

“Kau sebaiknya pulang, Damian. Bukankah menyenangkan jika kita kembali ke rumah, disambut oleh istri kita yang menunggu?” ujar Jean dengan nada ringan, berusaha mengalihkan perhatian.

Namun, Damian menanggapi dengan keras, menghentakkan gelasnya ke meja hingga membuat semua orang terkejut. Amora langsung mundur sedikit, takut reaksinya bisa lebih buruk lagi, namun ia tetap memeluk tubuh Damian.

“Jangan pura-pura bodoh,” ujar Damian dengan nada dingin, suaranya datar namun jelas. Ia meraih rokoknya, menyalakan api, dan menghisap asapnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

Semua orang tahu bagaimana Damian 'terpaksa' menikahi Camila. Camila, yang dianggap egois, ambisius, kasar, dan terlalu obsesif, selalu dipandang buruk oleh banyak orang. Mereka melihatnya sebagai wanita yang tak pantas, yang tak hanya mencemari citra Damian.

"Sial*n, benar-benar malang nasibmu," ujar Galliard dengan nada menyindir, menatap Damian penuh sinis.

Amora mencoba mengalihkan perhatian, “Damian, jangan dengarkan mereka,” bisiknya lembut.

Damian menatap wanita itu dengan dingin, matanya terlihat penuh ketidaksenangan. Netra kelamnya kembali menatap Galliard, namun mulutnya tetap bungkam.

Owen, yang sejak tadi hanya mengamati, akhirnya berbicara juga. “Cukup, jangan diperkeruh lagi. Tidak ada gunanya terus-terusan begini,” ujarnya dengan cengir kaku.

Galliard tampaknya tidak terlalu peduli dengan peringatan itu. “Lihat saja, dia tetap sama. Tidak ada perubahan,” gumamnya dengan geram.

Rasa kasihan terbersit di matanya saat memikirkan Camila, yang harus jatuh hati pada pria di depannya yang tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.

'Wanita buruk', begitu mereka berkata. Namun, kenyataannya, Galliard begitu mudah jatuh hati pada Camila. Mereka semua hanya tak tahu apa-apa, terjebak dalam penilaian sempit.

Damian kembali menatapnya, tersenyum sinis, meskipun senyumnya lebih terdengar seperti ejekan. Ia mengapit rokoknya dengan tangan, kemudian menghisap dalam-dalam, menyemburkan asapnya ke udara sambil memandangi Galliard dengan tatapan tajam.

“Aku tahu, perasaanmu padanya,” ujarnya sambil menghisap rokoknya, lalu perlahan menghembuskan asap. “Ambil saja, aku tidak masalah,” tambahnya, meskipun rahangnya mulai mengeras.

Kepalan tangan Galliard mengerat. Menahan emosinya untuk tidak melayangkan tinju pada wajah pria itu.

“Damian.” Owen tampak khawatir. “Apa tidak bisa kita hentikan ini?”

Damian tak mengindahkannya, ia menyandarkan tubuhnya ke belakang sofa, matanya menatap langit-langit yang samar. Ia terkekeh pelan. "Aku membencinya," ujarnya dengan suara rendah namun penuh penekanan. "Jangan kira aku akan bertahan lebih lama dalam keadaan seperti ini."

Galliard, yang tak mampu menahan amarahnya lebih lama, menarik kerah baju Damian dengan kasar. “Dasar tol*l!" ucapnya dengan kasar. “Pulang, tempatmu tidak ada di sini.”

Amora, yang melihat ketegangan semakin memuncak, berteriak panik, “Berhenti! Jangan lakukan ini!”

Galliard berbalik dengan cepat, menatap Amora dengan tatapan tajam yang penuh peringatan.

“Kau,” katanya, suara berat dan penuh penekanan, “jangan coba-coba memanfaatkan keadaan.” Ia mendekat sedikit, “Damian sedang tidak stabil, jadi jangan tambah masalah yang sudah cukup rumit.”

Amora menggeram pelan, merasa kesal, namun ia tahu betul ia tidak dalam posisi untuk melawan. Dengan enggan, ia hanya menurut.

Galliard menatap wanita itu dengan tatapan tajam dan marah. “Kalau kamu merasa lebih baik dari Camila, konyol sekali.”

Mata Amora berkilat marah, tangannya terkepal erat. "Tahu apa kau?"

Jean berusaha mengalihkan perhatian. “C’mon, jangan seperti ini. Bukankah lebih baik kalau kita semua berhenti bertengkar?” sayangnya keduanya tidak nampak perduli.

Kali ini Damian tersenyum sinis, matanya tetap tajam menatap Galliard. “Kupikir, tak ada yang tertarik padanya,” katanya, dengan nada yang jelas penuh ejekan. “Kalau begitu, kenapa tidak dari dulu kau dekati dia?”

Galliard terdiam sejenak, menahan amarah yang semakin membara di dalam dadanya. Namun, sebuah senyum kecil penuh arti muncul di sudut bibirnya.

“Aku tidak berniat merebutnya, untuk sekarang,” jawabnya dengan suara yang lebih dalam, hampir seperti bisikan. “Tapi aku peringatkan, jangan sampai Camila yang aku kenal berubah hanya karena ulahmu.” Suaranya tegas, penuh peringatan yang tak terucap.

"Lucky bastard."

Setelah umpatan itu keluar. Tiba-tiba, Galliard melayangkan pukulan keras ke rahang Damian. Pukulan itu membuat suasana semakin tegang, dan kedua wanita yang ada di dekat mereka berteriak ketakutan.

Meskipun Damian merasakan sakit di wajahnya, ia tetap berdiri tegak, tidak jatuh. Kepalanya terasa pusing, namun ia tetap mempertahankan keseimbangan.

“Damian!”

Damian memejamkan mata, mencoba menulikan pendengarannya. Ia sempat melihat bagaimana seringai puas Galliard membuatnya ingin membalas pukulan itu, tapi tubuhnya terasa kaku ketika matanya terbuka lagi, pandangannya tertuju pada sepasang kaki yang terbalut sepatu berbulu, berdiri tepat di depannya.

Dengan perlahan, ia mendongak, dan wajah Camila yang kabur perlahan-lahan jelas terlihat. Wanita itu menggenggam ujung baju tidurnya, napasnya tersenggal, seperti baru saja berlari. Damian terdiam, matanya semakin berat, rasanya ia tak mampu lagi menahan semuanya, dan ia hanya membiarkan diri terbawa.

Aroma mawar yang sempat mengusik pikirannya kini semakin nyata, menyelinap halus ke dalam indra penciumannya. Wangi lembut itu begitu khas, tak ada yang mampu meniru sensasi yang sama.

Namun, dalam sekejap, kegelapan merayap perlahan, merenggut kesadarannya sedikit demi sedikit, menghisap sisa-sisa cahaya yang masih bertahan. Tubuhnya jatuh, terjerembap ke dalam pelukan hangat yang mungil— dan lembut menahan tubuh besarnya.

Related chapters

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Saat Cinta Menjadi Alasan

    "Terima kasih, Galliard." Galliard, pria itu, melirik ke arah Damian yang terbaring di kursi mobil, lalu menatap Camila yang tersenyum tipis. Meskipun senyum itu tampak sedikit dipaksakan. "Tidak apa-apa. Suamimu saja yang selalu merepotkan," ujarnya sambil tertawa kecil, seolah ingin mencairkan ketegangan yang membungkus mereka berdua. Pria itu menatap Camila dengan mata yang sulit dibaca, "Aku bisa membantumu lagi. Biar aku yang mengemudi," tawarnya dengan nada penuh perhatian. Camila menggeleng pelan, sambil melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak, tidak! Kamu sudah sangat membantu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ucapnya dengan tulus. "Hm." Galliard hanya berdeham pelan, tidak memutuskan pandangannya pada Camila. "Terima kasih, nanti aku traktir. Oke?" Camila berkata dengan ceria, Galliard mengangguk dengan senyuman yang tersembunyi. Tentu, perasaan itu membuncah dalam dada Galliard. Camila... selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dan seperti bi

    Last Updated : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Keinginan dan Pengendalian

    Netra kelam itu mengerjap perlahan, matanya masih terasa berat. Bayangan samar mulai terbentuk saat kelopak matanya terangkat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah leher putih jenjang seorang wanita. Kalung berbandul mawar merah yang berkilau tampak menggantung di sana. Ia mendongak, mendapati wajah Camila. Wajah itu tampak tenang dalam tidur, Damian menghela napas lega. Beberapa saat ia terdiam, merasakan ketenangan yang datang setelah menjalani rutinitas yang melelahkan. Ia mendengar hembusan napas yang teratur dari wanita itu, Camila. Sesekali, pria itu mengerang kecil, karena rasa pusing yang menyerangnya. "Jam berapa sekarang?" gumam Damian dengan suara serak, hampir tak terdengar. Ia menggeliat, menarik selimut ke atas tubuh kekarnya yang merasakan dingin. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Itu artinya, ia baru tidur beberapa jam yang lalu. Meski biasanya ia bukan tipe yang tidur lama. Entah kenapa kali ini tubuhnya terasa begitu b

    Last Updated : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Wanita Pengganggu

    'Aku sudah meminta seseorang untuk mengirimkan gaun untukmu. Segera persiapkan dirimu, aku akan menjemput tepat pukul tujuh. Jangan membuatku menunggu.' Senyum tipis terbit di wajah manis perempuan itu. Pesan dari Damian membuat Camila, yang semula terbaring lesu di tempat tidur, segera bangun dan merapikan dirinya. Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pintu yang cukup pelan. Camila segera bangkit dari kasurnya, berjalan dan meraih knop pintu dengan cepat, kepalanya menyembul, dan di depannya berdiri Aaron, pria berjas yang wajahnya selalu tampak kaku. "Nyonya, saya ingin menyerahkan ini dari Tuan," katanya dengan suara yang sopan. Menyerahkan bungkusan berisi gaun pada wanita itu. Camila tersenyum lebar, senang menerima perhatian dari Damian, meski dari perantara Aaron. "Terima kasih!" ujar Camila, penuh semangat. Aaron hanya mengangguk, tampak tetap tenang seperti biasanya. "Tuan menitipkan pesan, untuk selesai bersiap sebelum beliau datang menjemput." "Baiklah, baiklah! j

    Last Updated : 2025-01-30
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   PROLOG

    "Mari bercerai." Dua kata itu seperti petir yang menyambar di tengah malam, mengiris kesunyian yang sudah lama mengisi ruang di antara mereka. Suaranya terdengar datar, penuh ketegasan yang mengindikasikan keputusan itu sudah matang, telah lama ia pikirkan tanpa sedikit pun keraguan. Damian Ravensdale, hanya bisa terdiam sejenak, dia ingat, kalimat yang sama pernah terdengar di antara mereka. Bedanya, waktu itu Damian yang melayangkan perkataan itu. Kini, keadaannya berbeda. Orang yang melontarkan kata-kata itu adalah Camila. Dan ia merasakannya— tekanan tak kasat mata yang menekan dadanya hingga sulit bernapas. Tatapannya terpaku pada punggung Camila yang membelakanginya. Wanita itu duduk di pinggir ranjang, rambut panjangnya tergerai liar, menutupi sebagian punggungnya yang ramping. Damian mengangkat alis, meletakkan cerutunya yang hampir habis ke asbak. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Kamu serius?" suaranya terdengar serak ketika akhirnya i

    Last Updated : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Antara Harapan dan Kecewa

    Dua tahun pernikahan yang mereka jalani, dan terhitung lima tahun sudah perjuangan Camila Amorette untuk memenangkan cinta suaminya, Damian Ravensdale. Selama itu, Damian tetap teguh dalam dunia sepinya, seolah terperangkap dalam rutinitas tanpa pernah peduli dengan perubahan sekitar. Keberadaannya yang penuh kendali, jauh dari ekspresi emosional, berlawanan dengan Camila yang selalu terbawa perasaan, seorang wanita yang penuh harapan dan hasrat untuk meraih cinta sang suami. "Sayanggg..." Panggilan lembut itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, namun meskipun kata-kata itu penuh dengan harapan, Damian tetap terfokus pada berkas yang memenuhi mejanya. Tangannya bergerak cepat, pena di tangan bergerak tanpa henti, seolah menepis keberadaan Camila yang kini berdiri di sampingnya. Gaun satin gading yang membalut tubuh Camila memancarkan aura anggun, seperti lukisan klasik yang hidup. Wajahnya tampak sempurna dengan riasan lembut, rambutnya yang terurai rapi menambah kecantikann

    Last Updated : 2025-01-29

Latest chapter

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Wanita Pengganggu

    'Aku sudah meminta seseorang untuk mengirimkan gaun untukmu. Segera persiapkan dirimu, aku akan menjemput tepat pukul tujuh. Jangan membuatku menunggu.' Senyum tipis terbit di wajah manis perempuan itu. Pesan dari Damian membuat Camila, yang semula terbaring lesu di tempat tidur, segera bangun dan merapikan dirinya. Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pintu yang cukup pelan. Camila segera bangkit dari kasurnya, berjalan dan meraih knop pintu dengan cepat, kepalanya menyembul, dan di depannya berdiri Aaron, pria berjas yang wajahnya selalu tampak kaku. "Nyonya, saya ingin menyerahkan ini dari Tuan," katanya dengan suara yang sopan. Menyerahkan bungkusan berisi gaun pada wanita itu. Camila tersenyum lebar, senang menerima perhatian dari Damian, meski dari perantara Aaron. "Terima kasih!" ujar Camila, penuh semangat. Aaron hanya mengangguk, tampak tetap tenang seperti biasanya. "Tuan menitipkan pesan, untuk selesai bersiap sebelum beliau datang menjemput." "Baiklah, baiklah! j

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Keinginan dan Pengendalian

    Netra kelam itu mengerjap perlahan, matanya masih terasa berat. Bayangan samar mulai terbentuk saat kelopak matanya terangkat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah leher putih jenjang seorang wanita. Kalung berbandul mawar merah yang berkilau tampak menggantung di sana. Ia mendongak, mendapati wajah Camila. Wajah itu tampak tenang dalam tidur, Damian menghela napas lega. Beberapa saat ia terdiam, merasakan ketenangan yang datang setelah menjalani rutinitas yang melelahkan. Ia mendengar hembusan napas yang teratur dari wanita itu, Camila. Sesekali, pria itu mengerang kecil, karena rasa pusing yang menyerangnya. "Jam berapa sekarang?" gumam Damian dengan suara serak, hampir tak terdengar. Ia menggeliat, menarik selimut ke atas tubuh kekarnya yang merasakan dingin. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Itu artinya, ia baru tidur beberapa jam yang lalu. Meski biasanya ia bukan tipe yang tidur lama. Entah kenapa kali ini tubuhnya terasa begitu b

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Saat Cinta Menjadi Alasan

    "Terima kasih, Galliard." Galliard, pria itu, melirik ke arah Damian yang terbaring di kursi mobil, lalu menatap Camila yang tersenyum tipis. Meskipun senyum itu tampak sedikit dipaksakan. "Tidak apa-apa. Suamimu saja yang selalu merepotkan," ujarnya sambil tertawa kecil, seolah ingin mencairkan ketegangan yang membungkus mereka berdua. Pria itu menatap Camila dengan mata yang sulit dibaca, "Aku bisa membantumu lagi. Biar aku yang mengemudi," tawarnya dengan nada penuh perhatian. Camila menggeleng pelan, sambil melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak, tidak! Kamu sudah sangat membantu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ucapnya dengan tulus. "Hm." Galliard hanya berdeham pelan, tidak memutuskan pandangannya pada Camila. "Terima kasih, nanti aku traktir. Oke?" Camila berkata dengan ceria, Galliard mengangguk dengan senyuman yang tersembunyi. Tentu, perasaan itu membuncah dalam dada Galliard. Camila... selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dan seperti bi

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Sesuatu yang Terselubung Amarah

    Di ruangan itu, udara tebal dengan aroma alkohol yang samar bercampur dengan wewangian parfum mahal, menciptakan atmosfer yang memancarkan kemewahan. Lampu kristal yang redup memantulkan bayang-bayang tipis di dinding, menambah kesan misterius pada malam yang semakin larut. Di tengah kerumunan, Damian duduk di pojok ruangan, wajahnya yang dingin seolah tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, menjadikannya sosok yang tak terjangkau, bahkan bagi mereka yang ingin mendekat. Namun, malam itu ada yang berbeda. Dua wanita yang tampaknya malah terlibat dalam adu mulut yang semakin memanas. Alice, dengan wajah merah karena amarah, melangkah maju, suaranya nyaring dan penuh emosi. “Aku yang lebih dulu di sini! Jangan datang tiba-tiba dan merusak semuanya!” teriak Alice, dengan tangan terkepal, seolah tak bisa menahan amarahnya. Amora tertawa kecil, menyerupai ejekan. “Jangan sok merasa lebih baik! Damian mengenalku jauh lebih baik daripada kamu, Alice. Kamu cuma pelac*r yang

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Antara Harapan dan Kecewa

    Dua tahun pernikahan yang mereka jalani, dan terhitung lima tahun sudah perjuangan Camila Amorette untuk memenangkan cinta suaminya, Damian Ravensdale. Selama itu, Damian tetap teguh dalam dunia sepinya, seolah terperangkap dalam rutinitas tanpa pernah peduli dengan perubahan sekitar. Keberadaannya yang penuh kendali, jauh dari ekspresi emosional, berlawanan dengan Camila yang selalu terbawa perasaan, seorang wanita yang penuh harapan dan hasrat untuk meraih cinta sang suami. "Sayanggg..." Panggilan lembut itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, namun meskipun kata-kata itu penuh dengan harapan, Damian tetap terfokus pada berkas yang memenuhi mejanya. Tangannya bergerak cepat, pena di tangan bergerak tanpa henti, seolah menepis keberadaan Camila yang kini berdiri di sampingnya. Gaun satin gading yang membalut tubuh Camila memancarkan aura anggun, seperti lukisan klasik yang hidup. Wajahnya tampak sempurna dengan riasan lembut, rambutnya yang terurai rapi menambah kecantikann

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   PROLOG

    "Mari bercerai." Dua kata itu seperti petir yang menyambar di tengah malam, mengiris kesunyian yang sudah lama mengisi ruang di antara mereka. Suaranya terdengar datar, penuh ketegasan yang mengindikasikan keputusan itu sudah matang, telah lama ia pikirkan tanpa sedikit pun keraguan. Damian Ravensdale, hanya bisa terdiam sejenak, dia ingat, kalimat yang sama pernah terdengar di antara mereka. Bedanya, waktu itu Damian yang melayangkan perkataan itu. Kini, keadaannya berbeda. Orang yang melontarkan kata-kata itu adalah Camila. Dan ia merasakannya— tekanan tak kasat mata yang menekan dadanya hingga sulit bernapas. Tatapannya terpaku pada punggung Camila yang membelakanginya. Wanita itu duduk di pinggir ranjang, rambut panjangnya tergerai liar, menutupi sebagian punggungnya yang ramping. Damian mengangkat alis, meletakkan cerutunya yang hampir habis ke asbak. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Kamu serius?" suaranya terdengar serak ketika akhirnya i

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status