Share

Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta
Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta
Penulis: rainy

Malam yang Dingin

Penulis: rainy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-29 12:13:04

Cincin di jari manisnya berkilauan di bawah cahaya keemasan yang berpendar lembut dari lampu kristal di langit-langit. Berkilat seolah mengingatkan Camila akan perjalanan panjang yang telah ia jalani— penantian yang penuh harap, impian yang penuh kesungguhan, dan perjuangan yang akhirnya membawanya pada momen ini.

Pria yang selama ini ia kagumi, kini berdiri disampingnya, sebagai suaminya.

"Selamat atas pernikahanmu, Camila!"

Suara ceria Maddy membawa senyum lebar ke wajah Camila. Sahabat yang selalu menemaninya, kini berdiri dengan senyum jahil yang begitu dikenalnya.

"Aku masih nggak percaya kamu akhirnya menikah. Rasanya baru kemarin kamu cerita dengan mata berbinar tentang betapa sempurnanya dia di matamu," kata Maddy, dengan tatapan menggodanya. Seakan memutar kembali setiap kisah yang Camila ceritakan tentang pria yang kini resmi menjadi suaminya.

"Maddy, kamu benar-benar nggak pernah berubah," ujar Camila, setengah berbisik, malu namun juga tak bisa menahan tawa kecil. "Jangan membuatku makin malu." Rona merah tipis menjalar di pipinya.

Aura kebahagiaan memancar dari dalam diri Camila, dan senyum lembut yang menghiasi wajahnya hanya memperkuat kesan itu. Gaun pengantin putih yang membalut tubuhnya jatuh anggun, memberikan kesan elegan dan sempurna.

Maddy terkekeh pelan, kemudian mendekat, suaranya berubah menjadi lebih lembut, namun tetap mengandung nada usil.

"Jujur saja, kamu pasti nggak sabar menanti malam pertama yang penuh cinta, bukan?" Suaranya kini hanya berupa bisikan yang penuh arti.

"Maddy... cukup, berhenti menggodaku seperti itu," Camila mendesis, meski senyum malu-malu masih tidak bisa ia sembunyikan.

Maddy hanya tersenyum kecil, namun kali ini tanpa nada usil. Ada ketulusan yang terpancar dalam sorot matanya. Kehangatan itu merayap perlahan di pipinya, membuatnya menahan senyum yang hampir saja merekah.

"Camila," panggilnya dengan lembut, "Aku ikut bahagia melihat kamu. Aku tahu ini adalah cinta yang selalu kamu impikan."

Sejenak, Camila terdiam. Hatinya terasa hangat, dan ia menatap sahabatnya dengan penuh rasa tulus. Kemudian, pandangannya perlahan beralih, mencari sosok yang berdiri di sampingnya— Damian Ravensdale, suaminya.

Dalam balutan tuxedo hitam yang sempurna, Damian tampak begitu memikat. Meski sorot matanya tetap tajam dan dingin, tak bisa dipungkiri, ia memiliki daya tarik yang tak bisa disangkal. Ada jarak yang tak tampak di sana, namun Camila yakin, di balik tatapan beku itu, suatu hari nanti akan ada kehangatan yang merasuk.

Tatapan mereka akhirnya bertemu. Mata Camila yang lembut dan penuh kehangatan bersua dengan sorot mata Damian yang tenang dan sukar terbaca.

Camila menarik napas perlahan, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba terasa lebih cepat.

"Terima kasih... "

****

Lilin-lilin aromaterapi yang ditempatkan di sudut kamar berpendar temaram, memancarkan cahaya lembut yang menari di permukaan gaun tidur putih yang membalut tubuh Camila dengan anggun. Keharumannya melayang di udara, berusaha menghangatkan suasana.

Kamar utama yang indah ini, yang seharusnya menjadi saksi malam pertama mereka, terasa hening. Damian belum juga datang, dan perasaan cemas semakin menguasai dirinya.

Akhirnya ia memilih keluar, menelusuri rumah megah yang kini terasa asing. Berjalan tanpa tujuan, namun nalurinya membawanya ke taman belakang yang sunyi.

Melangkah perlahan di taman yang diterangi cahaya lampu, namun langkahnya terhenti saat melihat Damian dan Caspian, ayah mertuanya berdiri di bawah cahaya bulan yang redup. Mereka terlibat percakapan serius, dan Camila, tanpa sengaja, semakin mendekat, terhanyut rasa penasaran yang menggelayuti hatinya.

"Aku butuh waktu sendiri, Ayah."

Suara Damian terdengar datar, namun ketegasan di dalamnya tak bisa dibantah. Ia berdiri dengan bahu tegak, menatap ayahnya dengan tatapan tanpa emosi.

Caspian, dengan tatapan tajamnya, membalas, "Damian, kamu sudah menikah sekarang. Camila adalah istrimu, bukan seseorang yang bisa kamu abaikan begitu saja."

Rahang Damian mengeras, matanya menatap kosong ke arah lain, seolah menahan sesuatu yang bergejolak dalam dadanya. Hening menyelimuti mereka, menciptakan ruang yang semakin sulit dijembatani.

"Aku sudah melakukan apa yang kalian inginkan," Damian berkata pelan. "Tapi jangan pernah berharap lebih dari ini."

Camila tampak membeku, perasaannya semakin berkecamuk.

Caspian menyipitkan matanya, suaranya lebih dalam, lebih mendesak. "Keluarga kita butuh penerus, dan kamu tahu itu."

Tawa pendek meluncur dari bibir Damian, menyirat kepahitan. Bahunya menegang, dan tatapannya menusuk tajam.

"Penerus? Jadi aku harus menyentuh wanita lain hanya untuk memenuhi ambisi kalian, begitu?" Suaranya turun satu oktaf, dingin dan menusuk. "Demi memuaskan egomu?"

Dari tempatnya bersembunyi, Camila merasa napasnya tercekat. Setiap kata yang keluar dari mulut Damian terasa seperti jarum yang menusuk hatinya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, menahan rasa sakit yang jauh lebih dalam dari yang ia kira.

Caspian tetap tegak, tak bergeming. "Wanita lain? dia istrimu sekarang, Damian."

Dentuman keras menggema. Damian menghantamkan tinjunya ke dinding, rahangnya mengatup rapat, napasnya terengah.

"Si*l!" Raungannya pelan, namun sarat dengan amarah yang membakar. Matanya penuh kebencian, dan setiap jengkal tubuhnya dipenuhi kemarahan yang tak tertahankan.

Damian tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Baginya, ikatan ini bukanlah sesuatu yang diimpikan, melainkan sebuah beban yang menghimpit.

Tanpa kata, ia berbalik meninggalkan Caspian begitu saja. Namun, sorot matanya yang dingin segera menangkap sosok Camila, tubuhnya tersembul dalam cahaya lampu. Dengan langkah yang mantap kakinya berjalan mendekat.

"Sedang apa kamu?"

Di depannya, Damian berdiri, jantung Camila berdegup cepat. Ia terdiam sejenak, hatinya masih merasa perasaan sakit di hatinya.

"Aku mencarimu. Kamu ke mana saja, Damian?" Camila bersuara tenang, meskipun rasa sakit merayap ke dalam dirinya.

"Menungguku? Memangnya apa yang kamu harapkan?" Suaranya dingin, mengalun seperti racun. "Malam pertama yang indah? Cinta yang hangat?" ujarnya pedas.

Dada Camila terasa sesak, seakan setiap helaan napas menjadi lebih berat, lebih sulit. Air matanya mengenang.

"Jangan pernah berharap, aku bukan pria yang akan memberimu kebahagiaan atau kehangatan. Kamu salah jika mengira pernikahan ini akan mengubah siapa aku," katanya dengan suara tegas. Tak merubah sorot matanya, tetap dingin.

Sakit. Camila tak mampu untuk bersuara. Dari dulu, ia selalu menghadapi Damian yang dingin, pria itu tak pernah berubah, sama dengan Camila yang terjebak di perasaannya yang sepihak.

Camila menatapnya, matanya berkaca-kaca. "Damian, setelah semua yang aku lakukan… nggak bisakah kamu sedikit saja menerima aku?"

Damian menyipitkan matanya, ada kilatan emosi di sana— lalu, ia tertawa kecil. Namun tawanya tak mengubah apa-apa. Sorot matanya tetap dingin.

"Kamu pikir usahamu bisa mengubah segalanya?" Nada suaranya lebih tajam, penuh penghinaan. "Aku nggak pernah memintanya."

Camila menahan napas, menggigit bibirnya lebih keras, berusaha menahan air matanya.

“Aku tahu, kamu nggak ingin mendengarnya,” katanya, suaranya bergetar. "Tapi aku akan berjuang untuk pernikahan ini. Walau kamu menolak aku nggak akan menyerah begitu saja."

Binar air mata terlihat. “Jika itu yang harus aku lakukan, aku akan terus berjuang sebagai istrimu, meski harus berdiri sendiri," lirihnya.

Damian mendekat dengan langkah penuh ketegasan, dan dalam sekejap tangannya yang besar menggenggam pergelangan Camila dengan kasar.

"Jadi kamu ingin jadi istri sempurna ya, sekarang?" suaranya mengerikan, "Baik, akan ku tunjukkan bagaimana rasanya."

Camila tersentak, namun ia tak melawan. Perasaannya hancur. Damian menariknya dengan kasar, langkahnya membawa mereka jauh dari kamar utama, menuju kamar tamu yang jauh lebih sepi, tanpa kehangatan.

Pintu tertutup dengan keras, dalam keheningan yang menyesakkan, suara Damian terdengar jelas, tajam, dan kejam.

"Jangan pernah berharap ada cinta dariku, Camila," katanya dengan suara yang menembus hati, sambil membuka kemejanya, dan dengan paksa membuka pakaian Camila, tatapannya tak pernah beralih, tetap tajam dan dingin.

"Kamu tahu, Camila... aku tidak pernah menginginkanmu. Pernikahan ini hanya untuk memenuhi tuntutan." Hatinya bagaikan kaca yang retak, setiap kata yang keluar dari bibir Damian seakan memecahnya lebih dalam lagi.

Di antara isakan lirih yang tertahan, Camila merasakan hatinya tersayat perlahan. Setiap tetes air mata yang jatuh, seperti potongan kecil dari impian yang telah ia rajut begitu lama.

Namun ia ragu, sudah sejauh ini, akankah kehangatan yang ia bawa mampu terus bertahan melawan dingin suaminya yang membekukan?

Bab terkait

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Antara Harapan dan Kecewa

    Dua tahun pernikahan yang mereka jalani, dan terhitung lima tahun sudah perjuangan Camila Amorette untuk memenangkan cinta suaminya, Damian Ravensdale. Selama itu, Damian tetap teguh dalam dunia sepinya, seolah terperangkap dalam rutinitas tanpa pernah peduli dengan perubahan sekitar. Keberadaannya yang penuh kendali, jauh dari ekspresi emosional, berlawanan dengan Camila yang selalu terbawa perasaan, seorang wanita yang penuh harapan dan hasrat untuk meraih cinta sang suami. "Sayang..." Panggilan lembut itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, namun meskipun kata-kata itu penuh dengan harapan, Damian tetap terfokus pada berkas yang memenuhi mejanya. Tangannya bergerak cepat, pena di tangan bergerak tanpa henti, seolah menepis keberadaan Camila yang kini berdiri di sampingnya. Gaun satin gading yang membalut tubuh Camila memancarkan aura anggun, seperti lukisan klasik yang hidup. Wajahnya tampak sempurna dengan riasan lembut, rambutnya yang terurai rapi menambah kecantikanny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Sesuatu yang Terselubung Amarah

    Hujan yang baru saja reda masih menyisakan butiran air di sepanjang kaca depan mobil. Udara malam terasa dingin menusuk, bercampur dengan aroma tanah basah yang khas setelah hujan. Namun, bagi Camila, semua itu tak berarti apa-apa. Tangannya mencengkeram setir dengan erat, buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang ia berikan. Nafasnya memburu, dadanya naik turun seiring dengan gelombang emosi yang terus menghantamnya tanpa ampun. Matanya yang penuh amarah menatap tajam ke depan, namun pikirannya berkecamuk, tenggelam dalam pusaran perasaan yang semakin tak terkendali. "Damian di bar. Dengan dua wanita." Kata-kata itu berputar di kepalanya seperti jarum-jarum kecil yang terus menusuk hatinya, membuatnya semakin sulit bernapas. Ada kemarahan yang membara di dadanya, tetapi ada juga rasa sakit yang lebih dalam dari yang bisa ia bayangkan. Kenapa? Tanpa sadar, kakinya semakin dalam menekan pedal gas. Mobil yang dikemudikannya melesat di atas aspal yang masih sedikit licin aki

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Saat Cinta Menjadi Alasan

    "Terima kasih, Galliard." Galliard, pria itu, melirik ke arah Damian yang terbaring di kursi mobil, lalu menatap Camila yang tersenyum tipis. Meskipun senyum itu tampak sedikit dipaksakan. "Tidak apa-apa. Suamimu saja yang selalu merepotkan," ujarnya sambil tertawa kecil, seolah ingin mencairkan ketegangan yang membungkus mereka berdua. Pria itu menatap Camila dengan mata yang sulit dibaca, "Aku bisa membantumu lagi. Biar aku yang mengemudi," tawarnya dengan nada penuh perhatian. Camila menggeleng pelan, sambil melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak, tidak! Kamu sudah sangat membantu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ucapnya dengan tulus. "Hm." Galliard hanya berdeham pelan, tidak memutuskan pandangannya pada Camila. "Terima kasih, nanti aku traktir. Oke?" Camila berkata dengan ceria, Galliard mengangguk dengan senyuman yang tersembunyi. Tentu, perasaan itu membuncah dalam dada Galliard. Camila... selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dan seperti bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Keinginan dan Pengendalian

    Netra kelam itu mengerjap perlahan, matanya masih terasa berat. Bayangan samar mulai terbentuk saat kelopak matanya terangkat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah leher putih jenjang seorang wanita. Kalung berbandul mawar merah yang berkilau tampak menggantung di sana. Ia mendongak, mendapati wajah Camila. Wajah itu tampak tenang dalam tidur, Damian menghela napas lega. Beberapa saat ia terdiam, merasakan ketenangan yang datang setelah menjalani rutinitas yang melelahkan. Ia mendengar hembusan napas yang teratur dari wanita itu, Camila. Sesekali, pria itu mengerang kecil, karena rasa pusing yang menyerangnya. "Jam berapa sekarang?" gumam Damian dengan suara serak, hampir tak terdengar. Ia menggeliat, menarik selimut ke atas tubuh kekarnya yang merasakan dingin. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Itu artinya, ia baru tidur beberapa jam yang lalu. Meski biasanya ia bukan tipe yang tidur lama. Entah kenapa kali ini tubuhnya terasa begitu b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Wanita Pengganggu

    'Aku sudah meminta seseorang untuk mengirimkan gaun untukmu. Segera persiapkan dirimu, aku akan menjemput tepat pukul tujuh. Jangan membuatku menunggu.' Senyum tipis terbit di wajah manis perempuan itu. Pesan dari Damian membuat Camila, yang semula terbaring lesu di tempat tidur, segera bangun dan merapikan dirinya. Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pintu yang cukup pelan. Camila segera bangkit dari kasurnya, berjalan dan meraih knop pintu dengan cepat, kepalanya menyembul, dan di depannya berdiri Aaron, pria berjas yang wajahnya selalu tampak kaku. "Nyonya, saya ingin menyerahkan ini dari Tuan," katanya dengan suara yang sopan. Menyerahkan bungkusan berisi gaun pada wanita itu. Camila tersenyum lebar, senang menerima perhatian dari Damian, meski dari perantara Aaron. "Terima kasih!" ujar Camila, penuh semangat. Aaron hanya mengangguk, tampak tetap tenang seperti biasanya. "Tuan menitipkan pesan, untuk selesai bersiap sebelum beliau datang menjemput." "Baiklah, baiklah! j

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Cinta Pertama

    Mata gelap itu menatap istrinya. Raut wajahnya begitu berbeda dari biasanya. Camila, wanita yang selalu tampak tersenyum, kini menunjukkan ekspresi sama dinginnya yang ia sendiri tak kenal. "Kenapa kamu kesini? Apa Aaron tidak menyampaikan pesan dariku?" ujar Damian dengan suara. Camila hanya berdecak kecil. Senyum tipis meluncur di bibirnya, melurutkan ekspresi dingin tadi. "Dia melaksanakan tugasnya dengan baik," jawabnya pelan. Dengan gerakan cepat, ia menarik dasi Damian, memaksanya menunduk mendekat. "Hanya saja, aku tak bisa menahan diri untuk menemuimu." Bisikan halus itu merasuk di telinga Damian, membuatnya menghela napas berat. Camila—selalu agresif, selalu menantangnya. Namun dia? Hanya bisa diam, bersikap pasif. Damian berusaha mengalihkan pandangannya, namun Camila tidak memberi kesempatan. Dalam sekejap, ia berjinjit dan mengecup ujung bibir tebal Damian. Tanggapan tubuh pria itu kaku. Reaksi yang membuat Camila tersenyum tipis. Senyum Camila merekah. "Na

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Cinta Pertama

    Mata gelap itu menatap istrinya. Raut wajahnya begitu berbeda dari biasanya. Camila, wanita yang selalu tampak tersenyum, kini menunjukkan ekspresi sama dinginnya yang ia sendiri tak kenal. "Kenapa kamu kesini? Apa Aaron tidak menyampaikan pesan dariku?" ujar Damian dengan suara. Camila hanya berdecak kecil. Senyum tipis meluncur di bibirnya, melurutkan ekspresi dingin tadi. "Dia melaksanakan tugasnya dengan baik," jawabnya pelan. Dengan gerakan cepat, ia menarik dasi Damian, memaksanya menunduk mendekat. "Hanya saja, aku tak bisa menahan diri untuk menemuimu." Bisikan halus itu merasuk di telinga Damian, membuatnya menghela napas berat. Camila—selalu agresif, selalu menantangnya. Namun dia? Hanya bisa diam, bersikap pasif. Damian berusaha mengalihkan pandangannya, namun Camila tidak memberi kesempatan. Dalam sekejap, ia berjinjit dan mengecup ujung bibir tebal Damian. Tanggapan tubuh pria itu kaku. Reaksi yang membuat Camila tersenyum tipis. Senyum Camila merekah. "Na

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Wanita Pengganggu

    'Aku sudah meminta seseorang untuk mengirimkan gaun untukmu. Segera persiapkan dirimu, aku akan menjemput tepat pukul tujuh. Jangan membuatku menunggu.' Senyum tipis terbit di wajah manis perempuan itu. Pesan dari Damian membuat Camila, yang semula terbaring lesu di tempat tidur, segera bangun dan merapikan dirinya. Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pintu yang cukup pelan. Camila segera bangkit dari kasurnya, berjalan dan meraih knop pintu dengan cepat, kepalanya menyembul, dan di depannya berdiri Aaron, pria berjas yang wajahnya selalu tampak kaku. "Nyonya, saya ingin menyerahkan ini dari Tuan," katanya dengan suara yang sopan. Menyerahkan bungkusan berisi gaun pada wanita itu. Camila tersenyum lebar, senang menerima perhatian dari Damian, meski dari perantara Aaron. "Terima kasih!" ujar Camila, penuh semangat. Aaron hanya mengangguk, tampak tetap tenang seperti biasanya. "Tuan menitipkan pesan, untuk selesai bersiap sebelum beliau datang menjemput." "Baiklah, baiklah! j

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Keinginan dan Pengendalian

    Netra kelam itu mengerjap perlahan, matanya masih terasa berat. Bayangan samar mulai terbentuk saat kelopak matanya terangkat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah leher putih jenjang seorang wanita. Kalung berbandul mawar merah yang berkilau tampak menggantung di sana. Ia mendongak, mendapati wajah Camila. Wajah itu tampak tenang dalam tidur, Damian menghela napas lega. Beberapa saat ia terdiam, merasakan ketenangan yang datang setelah menjalani rutinitas yang melelahkan. Ia mendengar hembusan napas yang teratur dari wanita itu, Camila. Sesekali, pria itu mengerang kecil, karena rasa pusing yang menyerangnya. "Jam berapa sekarang?" gumam Damian dengan suara serak, hampir tak terdengar. Ia menggeliat, menarik selimut ke atas tubuh kekarnya yang merasakan dingin. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Itu artinya, ia baru tidur beberapa jam yang lalu. Meski biasanya ia bukan tipe yang tidur lama. Entah kenapa kali ini tubuhnya terasa begitu b

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Saat Cinta Menjadi Alasan

    "Terima kasih, Galliard." Galliard, pria itu, melirik ke arah Damian yang terbaring di kursi mobil, lalu menatap Camila yang tersenyum tipis. Meskipun senyum itu tampak sedikit dipaksakan. "Tidak apa-apa. Suamimu saja yang selalu merepotkan," ujarnya sambil tertawa kecil, seolah ingin mencairkan ketegangan yang membungkus mereka berdua. Pria itu menatap Camila dengan mata yang sulit dibaca, "Aku bisa membantumu lagi. Biar aku yang mengemudi," tawarnya dengan nada penuh perhatian. Camila menggeleng pelan, sambil melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak, tidak! Kamu sudah sangat membantu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ucapnya dengan tulus. "Hm." Galliard hanya berdeham pelan, tidak memutuskan pandangannya pada Camila. "Terima kasih, nanti aku traktir. Oke?" Camila berkata dengan ceria, Galliard mengangguk dengan senyuman yang tersembunyi. Tentu, perasaan itu membuncah dalam dada Galliard. Camila... selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dan seperti bi

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Sesuatu yang Terselubung Amarah

    Hujan yang baru saja reda masih menyisakan butiran air di sepanjang kaca depan mobil. Udara malam terasa dingin menusuk, bercampur dengan aroma tanah basah yang khas setelah hujan. Namun, bagi Camila, semua itu tak berarti apa-apa. Tangannya mencengkeram setir dengan erat, buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang ia berikan. Nafasnya memburu, dadanya naik turun seiring dengan gelombang emosi yang terus menghantamnya tanpa ampun. Matanya yang penuh amarah menatap tajam ke depan, namun pikirannya berkecamuk, tenggelam dalam pusaran perasaan yang semakin tak terkendali. "Damian di bar. Dengan dua wanita." Kata-kata itu berputar di kepalanya seperti jarum-jarum kecil yang terus menusuk hatinya, membuatnya semakin sulit bernapas. Ada kemarahan yang membara di dadanya, tetapi ada juga rasa sakit yang lebih dalam dari yang bisa ia bayangkan. Kenapa? Tanpa sadar, kakinya semakin dalam menekan pedal gas. Mobil yang dikemudikannya melesat di atas aspal yang masih sedikit licin aki

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Antara Harapan dan Kecewa

    Dua tahun pernikahan yang mereka jalani, dan terhitung lima tahun sudah perjuangan Camila Amorette untuk memenangkan cinta suaminya, Damian Ravensdale. Selama itu, Damian tetap teguh dalam dunia sepinya, seolah terperangkap dalam rutinitas tanpa pernah peduli dengan perubahan sekitar. Keberadaannya yang penuh kendali, jauh dari ekspresi emosional, berlawanan dengan Camila yang selalu terbawa perasaan, seorang wanita yang penuh harapan dan hasrat untuk meraih cinta sang suami. "Sayang..." Panggilan lembut itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, namun meskipun kata-kata itu penuh dengan harapan, Damian tetap terfokus pada berkas yang memenuhi mejanya. Tangannya bergerak cepat, pena di tangan bergerak tanpa henti, seolah menepis keberadaan Camila yang kini berdiri di sampingnya. Gaun satin gading yang membalut tubuh Camila memancarkan aura anggun, seperti lukisan klasik yang hidup. Wajahnya tampak sempurna dengan riasan lembut, rambutnya yang terurai rapi menambah kecantikanny

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Malam yang Dingin

    Cincin di jari manisnya berkilauan di bawah cahaya keemasan yang berpendar lembut dari lampu kristal di langit-langit. Berkilat seolah mengingatkan Camila akan perjalanan panjang yang telah ia jalani— penantian yang penuh harap, impian yang penuh kesungguhan, dan perjuangan yang akhirnya membawanya pada momen ini. Pria yang selama ini ia kagumi, kini berdiri disampingnya, sebagai suaminya. "Selamat atas pernikahanmu, Camila!" Suara ceria Maddy membawa senyum lebar ke wajah Camila. Sahabat yang selalu menemaninya, kini berdiri dengan senyum jahil yang begitu dikenalnya. "Aku masih nggak percaya kamu akhirnya menikah. Rasanya baru kemarin kamu cerita dengan mata berbinar tentang betapa sempurnanya dia di matamu," kata Maddy, dengan tatapan menggodanya. Seakan memutar kembali setiap kisah yang Camila ceritakan tentang pria yang kini resmi menjadi suaminya. "Maddy, kamu benar-benar nggak pernah berubah," ujar Camila, setengah berbisik, malu namun juga tak bisa menahan tawa kecil

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status