Share

Wanita Pengganggu

Penulis: rainy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 14:53:08

'Aku sudah meminta seseorang untuk mengirimkan gaun untukmu. Segera persiapkan dirimu, aku akan menjemput tepat pukul tujuh. Jangan membuatku menunggu.'

Senyum tipis terbit di wajah manis perempuan itu. Pesan dari Damian membuat Camila, yang semula terbaring lesu di tempat tidur, segera bangun dan merapikan dirinya.

Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pintu yang cukup pelan. Camila segera bangkit dari kasurnya, berjalan dan meraih knop pintu dengan cepat, kepalanya menyembul, dan di depannya berdiri Aaron, pria berjas yang wajahnya selalu tampak kaku.

"Nyonya, saya ingin menyerahkan ini dari Tuan," katanya dengan suara yang sopan. Menyerahkan bungkusan berisi gaun pada wanita itu.

Camila tersenyum lebar, senang menerima perhatian dari Damian, meski dari perantara Aaron. "Terima kasih!" ujar Camila, penuh semangat.

Aaron hanya mengangguk, tampak tetap tenang seperti biasanya. "Tuan menitipkan pesan, untuk selesai bersiap sebelum beliau datang menjemput."

"Baiklah, baiklah! jangan khawatir itu!" jawab Camila dengan ceria.

Namun, seolah urusan mereka belum selesai. Pria yang sudah lama bekerja di sisi Damian itu hanya terdiam. Camila merasa ada sesuatu yang ingin disampaikan lagi.

"Ada apa? Kamu ingin menyampaikan sesuatu dari Damian?" tanya Camila dengan nada penasaran, mengetahui bahwa Aaron tampak ragu-ragu.

Aaron terlihat ragu menyampaikan, namun akhirnya ia menghela napas pelan dan berbicara dengan hati-hati, "Maaf, Nona. Beliau berkata, Nyonya Camila tidak perlu menyusul ke kantornya dulu siang ini."

Camila terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Aaron. Dalam benaknya, ia merasa ada sesuatu yang aneh.

Harapan Aaron sederhana— Camila cukup mengiyakan dan menerima perintah yang disampaikan, seperti biasanya. Sebab selama ini, wanita itu selalu menuruti setiap kata yang diucapkan oleh Damian tanpa banyak pertanyaan.

Sayangnya, berbeda kali ini.

"Kenapa?" tanya Camila, suaranya lebih tegas daripada yang ia duga.

Aaron kembali terdiam, seolah tak tahu apa yang harus ia katakan. Camila bisa merasakan ketegangan itu, dan ia pun tidak bisa menahan perasaan jengkel yang mulai tumbuh.

Dengan cepat ia berkata, "Maaf Nyonya, Tuan sedang ada keperluan yang membuatnya tidak dapat diganggu."

"Yasudah, terimakasih, Aaron," katanya, suara pelan namun penuh penekanan. Tanpa menunggu balasan apapun, ia langsung menutup pintu dengan cepat, tak dapat menyembunyikan wajah kesalnya yang semakin jelas.

Matanya melirik sesuatu digenggamannya sekarang, tangannya menyentuh bungkusan berlogo desainer terkenal, terasa halus dengan emboss elegan. Ia menaruhnya di meja, loncat menuju kasur dan menerjang bantalnya.

Tiba-tiba, Camila meninju bantal yang ada di atas tempat tidur, melepaskan amarahnya yang tak terungkapkan. Tangan kanannya menggenggam erat bantal, memukulnya dengan brutal.

"Memangnya kenapa, sih? Aku mengganggu? Apa karena aku yang menyindir pegawai kurang ajar itu?!" Camila merutuki wanita bernama Amora itu tanpa henti.

Ia membayangkan bagaimana ia akan mencengkram wajahnya, seperti yang ia lakukan pada bantal ini, kesal pada Amora yang selama ini tampaknya selalu mengincar Damian.

Tidak habis pikir baginya, bagaimana Damian bisa menerima Amora sebagai karyawan di perusahaannya. Apa tidak ada orang lain yang lebih pantas sebagai karyawan?

"Si*alan! Harusnya aku menjanggut rambutnya sampai lepas!" Camila menggertakkan giginya. Kenangan malam itu kembali muncul, di mana Amora dengan genitnya memeluk Damian di saat mereka berada di klub malam, dan Camila menyaksikan pemandangan itu dengan rasa marah.

Senyuman licik muncul di bibir Camila. Ia tahu, Damian bisa mengendalikan dirinya, tetapi tidak berarti dia akan selalu menurut. Ada batasan dalam kesabarannya.

***

"Rasanya, aku memerlukan liburan, kenapa tugasku banyak sekali sampai membuat sulit bernapas?" keluh seorang pria, memeluk setumpuk dokumen dengan suara pelan.

Aaron tertawa pelan, "Nikmati saja, toh, gaji disini besar. Jangan banyak mengeluh."

Keduanya bertemu tak sengaja di lorong. Bukan niat untuk mengobrol lama dan menunda pekerjaan, hanya perbincangan sepintas. Ia melihat bagaimana pria didepannya ini, Neo, temannya tampak lunglai seraya memeluk setumpuk dokumen.

"Ah, sudahlah! Bagaimana dengan tugasmu? kau terlihat santai."

"Ya, tidak serumit tugas yang kau kerjakan."

"Sialan!"

Lelaki itu tertawa melihat temannya yang tampak iri dengki. Namun, suara hentakkan heals terdengar membuat keduanya reflek menoleh.

"N-nyonya?!"

Disana, perempuan dengan penampilan bersinar memenuhi pandangan mereka. Bagaimana baju yang tampak elegan dan mencolok membungkus tubuh ideal wanita itu.

Suara Aaron yang terdengar bagaikan pekikan mengejutkan bagi Camila, membuatnya reflek menutup kedua telinganya. Ia menurunkan kacamata hitamnya, menatap pria itu dengan senyum miring yang sengaja ia tunjukkan.

"Aduh, aku sangat bosan di rumah. Rasanya pun aku merindukan Damian, tidak salahnya aku bertemu dengan suamiku sendiri," ucap Camila. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar melankolis.

Dengan langkah anggun, ia melangkah maju, melewati Aaron dan Neo yang ikut berdiri kaku di lorong. Camila segera mengibas rambut panjangnya, hingga wajah tampan Aaron terkena kibasan rambutnya.

Melihat bawahan suaminya itu hendak berucap, Camila segera memotongnya, "Apa? Mau melarang istri yang sedang merindukan suaminya?"

"Tapi Nona, Tuan sedang— tidak bisa diganggu," kata Aaron dengan nada hati-hati.

Camila memutar tubuhnya seketika, mendekati Aaron dengan tatapan galak. "Hah?!" ucapnya dengan suara tinggi, menunjukkan kekesalan yang tidak bisa ia sembunyikan.

"Memang aku mau mengganggunya?!" ujar Camila lagi. Aaron dibuat mati kutu.

Neo pun dibuat meringis.

Aaron mengerjapkan matanya, merasa cemas. "Tidak! Maksud saya—"

"Sudahlah! Biarkan aku ke ruangannya, dah!" kata Camila tanpa memberi kesempatan Aaron untuk menjelaskan lebih lanjut. Tanpa kata lagi, ia berjalan dengan langkah cepat dan penuh keyakinan, meninggalkan pria itu yang hanya bisa terdiam di tempat.

Neo menoleh dengan cepat pada Aaron, yang kini tampak meremas rambutnya dengan ekspresi kosong di wajahnya. Ia mendekat dan menepuk pelan bahu Aaron, mencoba memberi sedikit hiburan.

"Yang sabar, Aaron. Untungnya, itu bukan bagian urusanku," ujar Neo dengan nada santai.

"Sialan," rutuk Aaron.

Sedangkan, Camila tampak berjalan anggun. Setiap langkah Camila terasa penuh dengan semangat, seolah setiap hentakan heels-nya yang bergema di sepanjang lorong perusahaan suaminya. Beberapa karyawan yang melintas tidak dapat menahan diri untuk melirik wanita itu, terpesona oleh kecantikannya yang memikat.

Camila berhenti di depan pintu yang sudah sangat familiar baginya, pintu yang tak asing karena sering ia kunjungi. Ia menarik napas dalam-dalam, merapikan rambutnya sejenak, kemudian mengetuk pintu dengan pelan.

Dengan satu dorongan, ia membuka handle pintu yang tidak mengeluarkan suara berderit sedikit pun. Namun, beberapa detik setelah ia membuka pintu, tubuhnya terhenti di tempat, matanya terfokus pada pemandangan yang ada di depannya.

Damian berdiri di sana, posisinya membelakang pintu. Namun, di sofa yang terletak di sisi ruangan, ada seorang wanita yang terbaring dengan ekspresi kesakitan, dan Camila bisa mengenal jelas siapa wanita itu.

"Bagaimana dengan perutmu?"

"Em, mendingan. Terima kasih, maaf ya jadi mengganggumu," ujar wanita itu dengan nada lemah, seolah mencoba menunjukkan rasa terima kasih. Keduanya tampak belum menyadari kehadirannya.

Namun, perlukah Camila mendobrak masuk dan membuat keduanya benar-benar sadar akan kehadirannya?!

Camila menatap mereka berdua, posisinya masih terpaku menahan handle pintu. Senyum yang tadinya menghiasi wajahnya kini memudar, berganti dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Apa pula, selain Amora, ia tahu ada wanita ini yang ikut mendekati suaminya. Ingat, suaminya. Camila menggeram pelan dalam hatinya.

"Damian, untuk gantinya, bagaimana jika aku mentraktirmu?"

BRAK

Camila langsung menutup pintu dengan keras, menimbulkan suara yang menggema di seluruh ruangan. Tindakan itu membuat Damian dan wanita yang terbaring di sofa menoleh.

Wanita itu sontak bangkit. Namun Camila tidak perduli dengan reaksinya, ia menatap Damian yang tampak tak terkejut sedikitpun.

"Oh, ini yang namanya 'Kepentingan yang tidak bisa diganggu'?" Ia berjalan mendekat sambil menyilangkan tangan di dada. "Ngapain juga wanita ini ada di ruanganmu, Damian?" Ia mendongak, menatap dingin suaminya.

Jangan harap Camila akan tinggal diam di hadapan saingannya yang satu ini. Ingat, ia tidak akan membiarkannya begitu saja!

Bab terkait

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Cinta Pertama

    Mata gelap itu menatap istrinya. Raut wajahnya begitu berbeda dari biasanya. Camila, wanita yang selalu tampak tersenyum, kini menunjukkan ekspresi sama dinginnya yang ia sendiri tak kenal. "Kenapa kamu kesini? Apa Aaron tidak menyampaikan pesan dariku?" ujar Damian dengan suara. Camila hanya berdecak kecil. Senyum tipis meluncur di bibirnya, melurutkan ekspresi dingin tadi. "Dia melaksanakan tugasnya dengan baik," jawabnya pelan. Dengan gerakan cepat, ia menarik dasi Damian, memaksanya menunduk mendekat. "Hanya saja, aku tak bisa menahan diri untuk menemuimu." Bisikan halus itu merasuk di telinga Damian, membuatnya menghela napas berat. Camila—selalu agresif, selalu menantangnya. Namun dia? Hanya bisa diam, bersikap pasif. Damian berusaha mengalihkan pandangannya, namun Camila tidak memberi kesempatan. Dalam sekejap, ia berjinjit dan mengecup ujung bibir tebal Damian. Tanggapan tubuh pria itu kaku. Reaksi yang membuat Camila tersenyum tipis. Senyum Camila merekah. "Na

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Malam yang Dingin

    Cincin di jari manisnya berkilauan di bawah cahaya keemasan yang berpendar lembut dari lampu kristal di langit-langit. Berkilat seolah mengingatkan Camila akan perjalanan panjang yang telah ia jalani— penantian yang penuh harap, impian yang penuh kesungguhan, dan perjuangan yang akhirnya membawanya pada momen ini. Pria yang selama ini ia kagumi, kini berdiri disampingnya, sebagai suaminya. "Selamat atas pernikahanmu, Camila!" Suara ceria Maddy membawa senyum lebar ke wajah Camila. Sahabat yang selalu menemaninya, kini berdiri dengan senyum jahil yang begitu dikenalnya. "Aku masih nggak percaya kamu akhirnya menikah. Rasanya baru kemarin kamu cerita dengan mata berbinar tentang betapa sempurnanya dia di matamu," kata Maddy, dengan tatapan menggodanya. Seakan memutar kembali setiap kisah yang Camila ceritakan tentang pria yang kini resmi menjadi suaminya. "Maddy, kamu benar-benar nggak pernah berubah," ujar Camila, setengah berbisik, malu namun juga tak bisa menahan tawa kecil

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Antara Harapan dan Kecewa

    Dua tahun pernikahan yang mereka jalani, dan terhitung lima tahun sudah perjuangan Camila Amorette untuk memenangkan cinta suaminya, Damian Ravensdale. Selama itu, Damian tetap teguh dalam dunia sepinya, seolah terperangkap dalam rutinitas tanpa pernah peduli dengan perubahan sekitar. Keberadaannya yang penuh kendali, jauh dari ekspresi emosional, berlawanan dengan Camila yang selalu terbawa perasaan, seorang wanita yang penuh harapan dan hasrat untuk meraih cinta sang suami. "Sayang..." Panggilan lembut itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, namun meskipun kata-kata itu penuh dengan harapan, Damian tetap terfokus pada berkas yang memenuhi mejanya. Tangannya bergerak cepat, pena di tangan bergerak tanpa henti, seolah menepis keberadaan Camila yang kini berdiri di sampingnya. Gaun satin gading yang membalut tubuh Camila memancarkan aura anggun, seperti lukisan klasik yang hidup. Wajahnya tampak sempurna dengan riasan lembut, rambutnya yang terurai rapi menambah kecantikanny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Sesuatu yang Terselubung Amarah

    Hujan yang baru saja reda masih menyisakan butiran air di sepanjang kaca depan mobil. Udara malam terasa dingin menusuk, bercampur dengan aroma tanah basah yang khas setelah hujan. Namun, bagi Camila, semua itu tak berarti apa-apa. Tangannya mencengkeram setir dengan erat, buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang ia berikan. Nafasnya memburu, dadanya naik turun seiring dengan gelombang emosi yang terus menghantamnya tanpa ampun. Matanya yang penuh amarah menatap tajam ke depan, namun pikirannya berkecamuk, tenggelam dalam pusaran perasaan yang semakin tak terkendali. "Damian di bar. Dengan dua wanita." Kata-kata itu berputar di kepalanya seperti jarum-jarum kecil yang terus menusuk hatinya, membuatnya semakin sulit bernapas. Ada kemarahan yang membara di dadanya, tetapi ada juga rasa sakit yang lebih dalam dari yang bisa ia bayangkan. Kenapa? Tanpa sadar, kakinya semakin dalam menekan pedal gas. Mobil yang dikemudikannya melesat di atas aspal yang masih sedikit licin aki

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Saat Cinta Menjadi Alasan

    "Terima kasih, Galliard." Galliard, pria itu, melirik ke arah Damian yang terbaring di kursi mobil, lalu menatap Camila yang tersenyum tipis. Meskipun senyum itu tampak sedikit dipaksakan. "Tidak apa-apa. Suamimu saja yang selalu merepotkan," ujarnya sambil tertawa kecil, seolah ingin mencairkan ketegangan yang membungkus mereka berdua. Pria itu menatap Camila dengan mata yang sulit dibaca, "Aku bisa membantumu lagi. Biar aku yang mengemudi," tawarnya dengan nada penuh perhatian. Camila menggeleng pelan, sambil melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak, tidak! Kamu sudah sangat membantu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ucapnya dengan tulus. "Hm." Galliard hanya berdeham pelan, tidak memutuskan pandangannya pada Camila. "Terima kasih, nanti aku traktir. Oke?" Camila berkata dengan ceria, Galliard mengangguk dengan senyuman yang tersembunyi. Tentu, perasaan itu membuncah dalam dada Galliard. Camila... selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dan seperti bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Keinginan dan Pengendalian

    Netra kelam itu mengerjap perlahan, matanya masih terasa berat. Bayangan samar mulai terbentuk saat kelopak matanya terangkat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah leher putih jenjang seorang wanita. Kalung berbandul mawar merah yang berkilau tampak menggantung di sana. Ia mendongak, mendapati wajah Camila. Wajah itu tampak tenang dalam tidur, Damian menghela napas lega. Beberapa saat ia terdiam, merasakan ketenangan yang datang setelah menjalani rutinitas yang melelahkan. Ia mendengar hembusan napas yang teratur dari wanita itu, Camila. Sesekali, pria itu mengerang kecil, karena rasa pusing yang menyerangnya. "Jam berapa sekarang?" gumam Damian dengan suara serak, hampir tak terdengar. Ia menggeliat, menarik selimut ke atas tubuh kekarnya yang merasakan dingin. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Itu artinya, ia baru tidur beberapa jam yang lalu. Meski biasanya ia bukan tipe yang tidur lama. Entah kenapa kali ini tubuhnya terasa begitu b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29

Bab terbaru

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Cinta Pertama

    Mata gelap itu menatap istrinya. Raut wajahnya begitu berbeda dari biasanya. Camila, wanita yang selalu tampak tersenyum, kini menunjukkan ekspresi sama dinginnya yang ia sendiri tak kenal. "Kenapa kamu kesini? Apa Aaron tidak menyampaikan pesan dariku?" ujar Damian dengan suara. Camila hanya berdecak kecil. Senyum tipis meluncur di bibirnya, melurutkan ekspresi dingin tadi. "Dia melaksanakan tugasnya dengan baik," jawabnya pelan. Dengan gerakan cepat, ia menarik dasi Damian, memaksanya menunduk mendekat. "Hanya saja, aku tak bisa menahan diri untuk menemuimu." Bisikan halus itu merasuk di telinga Damian, membuatnya menghela napas berat. Camila—selalu agresif, selalu menantangnya. Namun dia? Hanya bisa diam, bersikap pasif. Damian berusaha mengalihkan pandangannya, namun Camila tidak memberi kesempatan. Dalam sekejap, ia berjinjit dan mengecup ujung bibir tebal Damian. Tanggapan tubuh pria itu kaku. Reaksi yang membuat Camila tersenyum tipis. Senyum Camila merekah. "Na

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Wanita Pengganggu

    'Aku sudah meminta seseorang untuk mengirimkan gaun untukmu. Segera persiapkan dirimu, aku akan menjemput tepat pukul tujuh. Jangan membuatku menunggu.' Senyum tipis terbit di wajah manis perempuan itu. Pesan dari Damian membuat Camila, yang semula terbaring lesu di tempat tidur, segera bangun dan merapikan dirinya. Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pintu yang cukup pelan. Camila segera bangkit dari kasurnya, berjalan dan meraih knop pintu dengan cepat, kepalanya menyembul, dan di depannya berdiri Aaron, pria berjas yang wajahnya selalu tampak kaku. "Nyonya, saya ingin menyerahkan ini dari Tuan," katanya dengan suara yang sopan. Menyerahkan bungkusan berisi gaun pada wanita itu. Camila tersenyum lebar, senang menerima perhatian dari Damian, meski dari perantara Aaron. "Terima kasih!" ujar Camila, penuh semangat. Aaron hanya mengangguk, tampak tetap tenang seperti biasanya. "Tuan menitipkan pesan, untuk selesai bersiap sebelum beliau datang menjemput." "Baiklah, baiklah! j

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Keinginan dan Pengendalian

    Netra kelam itu mengerjap perlahan, matanya masih terasa berat. Bayangan samar mulai terbentuk saat kelopak matanya terangkat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah leher putih jenjang seorang wanita. Kalung berbandul mawar merah yang berkilau tampak menggantung di sana. Ia mendongak, mendapati wajah Camila. Wajah itu tampak tenang dalam tidur, Damian menghela napas lega. Beberapa saat ia terdiam, merasakan ketenangan yang datang setelah menjalani rutinitas yang melelahkan. Ia mendengar hembusan napas yang teratur dari wanita itu, Camila. Sesekali, pria itu mengerang kecil, karena rasa pusing yang menyerangnya. "Jam berapa sekarang?" gumam Damian dengan suara serak, hampir tak terdengar. Ia menggeliat, menarik selimut ke atas tubuh kekarnya yang merasakan dingin. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Itu artinya, ia baru tidur beberapa jam yang lalu. Meski biasanya ia bukan tipe yang tidur lama. Entah kenapa kali ini tubuhnya terasa begitu b

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Saat Cinta Menjadi Alasan

    "Terima kasih, Galliard." Galliard, pria itu, melirik ke arah Damian yang terbaring di kursi mobil, lalu menatap Camila yang tersenyum tipis. Meskipun senyum itu tampak sedikit dipaksakan. "Tidak apa-apa. Suamimu saja yang selalu merepotkan," ujarnya sambil tertawa kecil, seolah ingin mencairkan ketegangan yang membungkus mereka berdua. Pria itu menatap Camila dengan mata yang sulit dibaca, "Aku bisa membantumu lagi. Biar aku yang mengemudi," tawarnya dengan nada penuh perhatian. Camila menggeleng pelan, sambil melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak, tidak! Kamu sudah sangat membantu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ucapnya dengan tulus. "Hm." Galliard hanya berdeham pelan, tidak memutuskan pandangannya pada Camila. "Terima kasih, nanti aku traktir. Oke?" Camila berkata dengan ceria, Galliard mengangguk dengan senyuman yang tersembunyi. Tentu, perasaan itu membuncah dalam dada Galliard. Camila... selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Dan seperti bi

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Sesuatu yang Terselubung Amarah

    Hujan yang baru saja reda masih menyisakan butiran air di sepanjang kaca depan mobil. Udara malam terasa dingin menusuk, bercampur dengan aroma tanah basah yang khas setelah hujan. Namun, bagi Camila, semua itu tak berarti apa-apa. Tangannya mencengkeram setir dengan erat, buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang ia berikan. Nafasnya memburu, dadanya naik turun seiring dengan gelombang emosi yang terus menghantamnya tanpa ampun. Matanya yang penuh amarah menatap tajam ke depan, namun pikirannya berkecamuk, tenggelam dalam pusaran perasaan yang semakin tak terkendali. "Damian di bar. Dengan dua wanita." Kata-kata itu berputar di kepalanya seperti jarum-jarum kecil yang terus menusuk hatinya, membuatnya semakin sulit bernapas. Ada kemarahan yang membara di dadanya, tetapi ada juga rasa sakit yang lebih dalam dari yang bisa ia bayangkan. Kenapa? Tanpa sadar, kakinya semakin dalam menekan pedal gas. Mobil yang dikemudikannya melesat di atas aspal yang masih sedikit licin aki

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Antara Harapan dan Kecewa

    Dua tahun pernikahan yang mereka jalani, dan terhitung lima tahun sudah perjuangan Camila Amorette untuk memenangkan cinta suaminya, Damian Ravensdale. Selama itu, Damian tetap teguh dalam dunia sepinya, seolah terperangkap dalam rutinitas tanpa pernah peduli dengan perubahan sekitar. Keberadaannya yang penuh kendali, jauh dari ekspresi emosional, berlawanan dengan Camila yang selalu terbawa perasaan, seorang wanita yang penuh harapan dan hasrat untuk meraih cinta sang suami. "Sayang..." Panggilan lembut itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, namun meskipun kata-kata itu penuh dengan harapan, Damian tetap terfokus pada berkas yang memenuhi mejanya. Tangannya bergerak cepat, pena di tangan bergerak tanpa henti, seolah menepis keberadaan Camila yang kini berdiri di sampingnya. Gaun satin gading yang membalut tubuh Camila memancarkan aura anggun, seperti lukisan klasik yang hidup. Wajahnya tampak sempurna dengan riasan lembut, rambutnya yang terurai rapi menambah kecantikanny

  • Suami Dinginku Mencari Kehangatan Cinta   Malam yang Dingin

    Cincin di jari manisnya berkilauan di bawah cahaya keemasan yang berpendar lembut dari lampu kristal di langit-langit. Berkilat seolah mengingatkan Camila akan perjalanan panjang yang telah ia jalani— penantian yang penuh harap, impian yang penuh kesungguhan, dan perjuangan yang akhirnya membawanya pada momen ini. Pria yang selama ini ia kagumi, kini berdiri disampingnya, sebagai suaminya. "Selamat atas pernikahanmu, Camila!" Suara ceria Maddy membawa senyum lebar ke wajah Camila. Sahabat yang selalu menemaninya, kini berdiri dengan senyum jahil yang begitu dikenalnya. "Aku masih nggak percaya kamu akhirnya menikah. Rasanya baru kemarin kamu cerita dengan mata berbinar tentang betapa sempurnanya dia di matamu," kata Maddy, dengan tatapan menggodanya. Seakan memutar kembali setiap kisah yang Camila ceritakan tentang pria yang kini resmi menjadi suaminya. "Maddy, kamu benar-benar nggak pernah berubah," ujar Camila, setengah berbisik, malu namun juga tak bisa menahan tawa kecil

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status