Pelayan berbondong-bondong masuk ke kamar utama kediaman Damar. Mereka tampak panik karena mendengar teriakan Damar. Kalau dia marah, bisa gawat seisi rumah ini."Ada apa, Pak?" tanya salah satu pelayan."Bagaimana bisa istriku pingsan sedangkan kalian tidak melihat. Aku akan pecat Kalian semua kalau tidak bisa menjaga istriku," bentak Damar."Ja-ngan pecat kami, Pak. Maafkan kami," ucap Pelayan itu."Cepat panggil Dokter," bentak Damar yang emosi sekaligus khawatir karena melihat sang istri yang terkapar tak berdaya di lantai tadi.Soraya sudah berada di ranjang karena Damar membopongnya. Tak lama kemudian Dokter keluarga Damar sampai dan memeriksa Soraya."Bagaimana keadaan istriku?" tanya Damar."Tidak apa-apa, istri Anda baik-baik saja," jawab Dokter."Istriku pingsan, kenapa kamu bilang baik-baik saja?" tanya Damar geram."Kondisi Bu Soraya saat hamil memang lemah. Hal seperti ini biasa terjadi kepada ibu hamil muda," jawab Dokter.Dokter menjelaskan panjang lebar mengenai kondis
Soraya mengangguk, padahal itu bukan kesalahan mereka. Hanya Damar yang salah paham. "Kalian Cepu istirahat saja," ucap Soraya. "Ta-pi, Bu?" tanya mereka tidak enak sambil melirik Damar. "Tidak apa, jangan takut sama Damar. Biar dia jadi urusanku," balas Soraya. Mereka mengangguk pelan lalu meninggalkan kamar Soraya. Damar tersenyum kecil, terserah apa yang akan dilakukan sang istri yang penting dia tak ketahuan kalau asinan buah yang dia siapkan tadi tumpah dan meminta pelayan untuk membelikan ulang. "Suapin," ucap Soraya manja. Damar menyeringai tipis bisa-bisanya Soraya bertingkah aneh seperti ini. "Baiklah, aku dengar ibu hamil memang manja," balas Damar lalu mengambil mangkuk asinan dan menyuapi Soraya dengan perasaan bahagia. "Terima kasih," ucap Soraya. Damar menyuapi Soraya sampai titik terakhir asinan buah di mangkuk. Soraya merasa senang diperhatikan oleh suami karena tidak pernah merasakan seperti ini. Boro-boro diperhatikan oleh keluarga Kwong Soraya sakit juga t
Soraya menatap Damar tajam, dia lalu meletakkan dulu rajutannya dan berdiri melingkarkan tangan ke leher suaminya. "Apa kamu percaya takhayul?" tanya Soraya. "Tidak," jawab Damar. "Baguslah," ucap Soraya lalu tersenyum. "Kenapa kamu bertanya tentang itu. Padahal kamu sendiri sudah tahu jawabannya apa," balas Damar. Soraya tersenyum dan memeluk Damar. Dia takut walaupun orang kaya Damar dan keluarganya masih mempercayai soal mitos dan takhayul mengenai kehamilan. "Maaf, tapi banyak loh orang kaya dan berpendidikan masih mempercayai dukun," ucap Soraya. "Ini sudah jaman apa, orang sudah canggih berpikir tapi masih percaya dukun," keluh Damar. "Kamu bisa tak percaya tapi di sekitar kita masih ada yang percaya dukun," balas Soraya. Damar mengumpat kesal, orang seperti itu apa yang dipelajari di sekolahnya. Apa iya mempelajari tentang ilmu klenik dan perdukunan. "Aku anggap saja aku percaya," ucap Damar. "Yang penting bukan aku orangnya," imbuh Damar. "Aku sangat ber
Bu Amber sangat sedih tidak bisa menuruti semua keinginan Sabrina saat ini karena keadaan yang memaksa. Dia menjadi menangis karena tidak bisa mengungkapkan apa yang ada di hatinya. "Sabrina. Bersabarlah, hanya itu yang ibu bisa katakan,' balas Bu Amber. "Kenapa emangnya? Kenapa nggak dijawab pertanyaan ku tadi," bentak Sabrina. "Ibu sudah berjanji tidak akan mengganggu Soraya lagi kepada Damar. Agar kamu bisa bebas dari penjara," balas Bu Amber. "Apakah aku sekarang bebas? Tidak 'kan Bu?" tanya Sabrina. "Damar hanya menipu kita," imbuh Sabrina. Bu Amber mengangguk, sampai detik ini Damar memang tidak menepati janjinya untuk membebaskan Sabrina. Mungkin dia hanya menggertak saja agar Sabrina dan Bu Amber tidak lagi menindas Soraya. "Kita tunggu saja, nak. Ibu yakin Damar tidak akan ingkar janji, tapi suamimu harus bertanggung jawab," balas Bu Amber. "Bu, bagaimana kalau ibu culik Soraya, lalu sebagai gantinya tukar untuk membebaskan aku dari penjara," bujuk Soraya. Bu Amber k
Bu Margaret tertawa terbahak-bahak, mana mungkin dia ada waktu untuk memfitnah orang. "Fitnah?" ucap Bu Margaret sambil mengibaskan kipas tangannya. "Iya, kamu memfitnah putriku. Dia itu cantik, pintar, bertalenta, dia bahkan pernah mendapatkan banyak penghargaan sebagai desainer terbaik kota ini," balas Bu Amber. "Halah, hasil nyuri karya Soraya," ledek Bu Margaret. Soraya lagi ... Lagi - lagi Soraya membuat Bu Amber mengepalkan tangan kesal dan menggertakkan giginya saking tak tahan semua orang memuji Soraya anak angkatnya. "Kenapa kamu terus-menerus memfitnah putriku?" bentak Bu Amber. "Karena itu kenyataan, apa kamu lupa kejadian penjiplakan yang dilakukan oleh putrimu saat Soraya pertama kali menjadi menantuku?" tanya Bu Margaret. Seketika Bu Amber mengingat hari itu. Saat semua orang melihat secara langsung Soraya dan Sabrina membuat desain baju untuk membuktikan siapa sebenarnya pemilik desain yang diluncurkan oleh Keluarga Kwong. Masih sangat jelas di kepalanya bahwa Sa
Bu Amber menggelengkan kepalanya, bukan seperti itu yang dia maksud. "Seharunya Soraya tidak boleh unggul dari Sabrina. Itu yang membuat putriku bahagia" balas Bu Amber. "Tidak ada yang bisa mengalahkan takdir Tuhan," balas Bu Margaret. Kalau Tuhan susah berkehendak, jodoh, maut, rejeki tidak dapat ditukar dan diprotes. Semua sudah dapat porsi masing-masing jadi tidak usah pusing sampai memusuhi siapa saja yang kamu anggap lebih unggul padahal dia berasal dari keluarga yang tidak terhormat sekalipun. "Tidak usah memberikan aku nasehat, Bu. Kamu tidak pernah merasakan bagaimana rasanya jadi diriku," balas Bu Amber. "Seharusnya kamu senang kalau masih ada yang menasehatimu. Itu berarti masih banyak yang sayang sama kamu, ya sudahlah kalau tak mau dinasehati olehku," ucap Bu Margaret sambil mengibaskan rambutnya. "Sayang sekali, kepedulian Bu Margaret itu palsu," balas Bu Amber.Bu Margaret tidak mau berbasa-basi lagi. Dia menjentikkan jarinya agar semua pengawalnya melepaska
Damar menyeringai tipis, dia memandang wajah ketakutan dari Bu Amber "Karena beberapa kali aku mendapati keluarga Kwong terlibat atas insiden yang menimpa istriku," balas Damar."Sekarang aku tidak berani melakukan itu, apa kamu tak percaya?" tanya Bu Amber.Danar menggelengkan kepalanya dia tak ingin percaya apapun yang dikatakan oleh kelurga Kwong.Setiap kali mereka selalu mengatakan hal sama, tapi mereka selalu mengingkari."Pokoknya ini adalah peringatan terakhirku. Aku tidak akan menolerir lagi apapun yang dilakukan keluarga Kwong. Kesalahan sekecil apapun itu," balas Damar lalu pergi meninggalkan Bu Amber.Bu Amber menangis sedih di tempat parkir itu sendirian. Andai saja dia tahu semua bakal begini, dia pasti tidak akan pernah berbuat jahat pada Soraya. Memang roda kehidupan terus berputar, orang tak selamanya hidup di atas. "Soraya, maafkan ibu," ucap Bu Amber sambil menangis. Hujan rintik-rintik mulai turun Bu Amber terus menangis meratapi kesedihan yang dia alami. "Apa
Soraya menyenderkan kepala di pundak Damar. Dia memegangi lengan tangan Damar luar."Karena mereka pasti akan membalas dendam karena terusir dari keluarga karena aku," ucap Soraya "Itu bukan salahmu, lebih tepatnya kakek menghukum mereka yang serakah. Yang jelas masih ada tempat untuk mereka di hari kakek kok," balas Damar.Soraya mengangguk pelan, rasa takut itu pasti ada karena orang seperti mereka pasti menggunakan segala cara untuk menyakiti orang yang mereka anggap menghalangi langkah mereka."Putraku adalah keturunan langsung keluarga Huang, jadi aku sangat khawatir ada orang yang menunggu untuk melenyapkannya," ucap Soraya "Pasti ada orang yang menginginkan itu. Tapi kamu jangan khawatir kita akan terus berusaha agar mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menghancurkan kita, untuk mengganggu anak kita maupun kebahagiaan kita," balas Damar.Soraya sedikit tenang karena Damar bertekad untuk melindungi keluarga segenap tenaganya. Tapi namanya seorang ibu pasti ada rasa khawatir