Bu Amber menggelengkan kepalanya, bukan seperti itu yang dia maksud. "Seharunya Soraya tidak boleh unggul dari Sabrina. Itu yang membuat putriku bahagia" balas Bu Amber. "Tidak ada yang bisa mengalahkan takdir Tuhan," balas Bu Margaret. Kalau Tuhan susah berkehendak, jodoh, maut, rejeki tidak dapat ditukar dan diprotes. Semua sudah dapat porsi masing-masing jadi tidak usah pusing sampai memusuhi siapa saja yang kamu anggap lebih unggul padahal dia berasal dari keluarga yang tidak terhormat sekalipun. "Tidak usah memberikan aku nasehat, Bu. Kamu tidak pernah merasakan bagaimana rasanya jadi diriku," balas Bu Amber. "Seharusnya kamu senang kalau masih ada yang menasehatimu. Itu berarti masih banyak yang sayang sama kamu, ya sudahlah kalau tak mau dinasehati olehku," ucap Bu Margaret sambil mengibaskan rambutnya. "Sayang sekali, kepedulian Bu Margaret itu palsu," balas Bu Amber.Bu Margaret tidak mau berbasa-basi lagi. Dia menjentikkan jarinya agar semua pengawalnya melepaska
Damar menyeringai tipis, dia memandang wajah ketakutan dari Bu Amber "Karena beberapa kali aku mendapati keluarga Kwong terlibat atas insiden yang menimpa istriku," balas Damar."Sekarang aku tidak berani melakukan itu, apa kamu tak percaya?" tanya Bu Amber.Danar menggelengkan kepalanya dia tak ingin percaya apapun yang dikatakan oleh kelurga Kwong.Setiap kali mereka selalu mengatakan hal sama, tapi mereka selalu mengingkari."Pokoknya ini adalah peringatan terakhirku. Aku tidak akan menolerir lagi apapun yang dilakukan keluarga Kwong. Kesalahan sekecil apapun itu," balas Damar lalu pergi meninggalkan Bu Amber.Bu Amber menangis sedih di tempat parkir itu sendirian. Andai saja dia tahu semua bakal begini, dia pasti tidak akan pernah berbuat jahat pada Soraya. Memang roda kehidupan terus berputar, orang tak selamanya hidup di atas. "Soraya, maafkan ibu," ucap Bu Amber sambil menangis. Hujan rintik-rintik mulai turun Bu Amber terus menangis meratapi kesedihan yang dia alami. "Apa
Soraya menyenderkan kepala di pundak Damar. Dia memegangi lengan tangan Damar luar."Karena mereka pasti akan membalas dendam karena terusir dari keluarga karena aku," ucap Soraya "Itu bukan salahmu, lebih tepatnya kakek menghukum mereka yang serakah. Yang jelas masih ada tempat untuk mereka di hari kakek kok," balas Damar.Soraya mengangguk pelan, rasa takut itu pasti ada karena orang seperti mereka pasti menggunakan segala cara untuk menyakiti orang yang mereka anggap menghalangi langkah mereka."Putraku adalah keturunan langsung keluarga Huang, jadi aku sangat khawatir ada orang yang menunggu untuk melenyapkannya," ucap Soraya "Pasti ada orang yang menginginkan itu. Tapi kamu jangan khawatir kita akan terus berusaha agar mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menghancurkan kita, untuk mengganggu anak kita maupun kebahagiaan kita," balas Damar.Soraya sedikit tenang karena Damar bertekad untuk melindungi keluarga segenap tenaganya. Tapi namanya seorang ibu pasti ada rasa khawatir
Damar mengambil kartu Periksa Dokter kandungan, kapan lagi dia harus periksa memeriksa kandungan Soraya. "Ini bagaimana cara bacanya?" tanya Damar menyerahkan kartu periksa itu kepada sang mama."Oh, ini tanggal periksanya," balas Bu Margaret.Bu Margaret menjelaskan sedikit tentang pemeriksaan kandungan. Soraya dan Damar mendengarkan dengan penuh semangat. Mereka berdua seperti seorang murid yang mendengarkan gurunya."Aku senang sekali ada yang membimbing kami seperti ini," ucap Soraya."Itu sudah menjadi tugasku sebagai orang tua untuk membimbing kalian berdua, jangan sungkan untuk bertanya jika kalian ada yang tidak mengerti," balas Bu Margaret.Mereka berdua mengangguk tanda mengerti. Betapa senang hati Soraya mempunyai mertua seperti itu. Bijaksana, pengertian, selalu membimbing anak dan menantu dalam segala hal. Tidak menggurui tapi lebih mendampingi pasutri baru itu. "Mama bangga pada kalian berdua," ucap Bu Margaret."Bangga pada kami? Perasaan kami tidak melakukan hal memb
Mereka bertiga masuk ruang pemeriksaan, pertama Dokter mengajak mereka mengobrol dahulu. Kemudian barulah pemeriksaan kandungan. "Dengar suara detak jantungnya 'kan?" tanya Dokter saat meletakkan alat pendengar detak jantung janin dalam kandungan. "Keras sekali," ucap Damar. "Kalau usia empat bulan itu memang sudah terdengar suara detak jantungnya, Pak," balas Dokter. "Kalau kalau jenis kelamin bagaimana, Dok?" tanya Bu Margaret. "Tunggu sebentar, harusnya sih sudah bisa dilihat. Ukuran janin dan berat badan sudah sesuai dengan usianya. Tangan dan kaki mungil juga sudah terlihat, ya," ucap Dokter. Mereka bertiga menatap layar USG dengan seksama. Bahkan Damar tidak henti memandang layar datar dimana dia bisa melihat calon buah hatinya sambil mendengarkan keterangan dari Dokter. "Yah, janinnya selalu membelakangi kita setiap ingin melihat jenis kelaminnya," ucap Dokter. "Yah," ucap Damar sedikit kecewa."Tidak apa, Nak. Masih ada pemeriksaan selanjutnya," balas Bu Margaret.Dama
Di tempat yang tidak terlihat oleh keluarga Damar yang sedang bahagia itu, ada Cakra sendirian menikmati makan siang. Dia tidak suka melihat Soraya bahagia bersama pria lain.“Aduh,” keluh Soraya.“Ada apa?” tanya Bu Margaret khawatir.“Sepertinya ada yang sedang memperhatikan kita,” jawab Soraya.Damar langsung memperhatikan sekeliling, namun dia tidak menemukan ada yang membahayakan atau mencurigakan sama sekali.“Itu hanya perasaanmu saja, pilihlah makanan yang membuatmu berselera makan,” ucap Damar.“Baiklah,” jawab Soraya.Soraya menghembuskan nafas pelan dia mencoba untuk menenangkan pikirannya. Mungkin itu hanya firsat yang belum bisa dibuktikan dengan tindakan nyata. Yah ibu hamil memang penuh dengan perasaan was-was, itu pikiran Soraya lalu dia fokus memilih menu makanan yang bisa dia santap.“Aku ingin makan daging,” ucap Soraya.“Jangan makan daging bakar dulu, ya sayang. Makan daging rebus yang diolah dengan matang saja,” balas Bu Margaret.“Baiklah,” ucap Soraya menurut s
Cakra menatap Damar lekat-lekat, dia memang sengaja memancing amarah Cakra sepertinya. "Aku tidak menyesal, Sabrina termasuk primadona pada masanya. Yah, bisa menikahi dia adalah anugerah, walau penuh penderitaan seperti ini," jawab Cakra sambil tersenyum. "Primadona yang sesungguhnya adalah Soraya, Sabrina hanya tukang klaim karya orang lain," ledek Damar. "Walaupun begitu tapi dia sangat terkenal pada masanya, biarkan saja aku menikmati takdirku, dan kamu juga menikmati takdirmu sendiri," balas Cakra. "Ya, karena aku begitu beruntung mendapatkan permata yang terkubur. Sedangkan kamu mendapatkan sampah yang dibalut kecantikan," ucap Damar lalu dia berdiri dari duduknya. Dia berucap kembali, "Takdir kita memang berbeda. Aku pandai menilai dan kamu bodoh dalam menentukan sesuatu," Raut wajah Cakra sungguh tidak suka. Kenapa Damar yang sudah kaya sejak lahir bisa sangat seberuntung itu daripada dia, sempat merasakan kesulitan hidup, lalu bahagia banyak harta eh sekarang ha
Soraya tersenyum lalu baru menjawab, "Ya karena aku ini bukan dari keluarga terpandang. Keluarga Kwong hanya mengadopsi ku saja. Kini aku dibuang olehnya," Bu Margaret mengelus rambut Soraya lembut. Lalu beliau tersenyum ke arah Soraya."Sudah mama bilang berkali-kali, mama sama sekali tidak malu mempunyai menantu sepertimu, Nak. Kamu mempunyai bakat dan prestasi yang bagus. Kamu tidak memalukan walau bukan dari keluarga berada," balas Bu Margaret.Damar juga memegang tangan Soraya lalu mengelusnya lembut. Memberikan semangat agar Soraya tidak minder atau berpikir dia tidak pantas mendampingi Damar lagi."Aku tidak pernah malu mempunyai istri sepertimu," ucap Damar."Kamu adalah yang terbaik untukku," imbuh Damar."Terima kasih," ucap Soraya sambil tersenyum.Mereka bertiga kembali tersenyum, mengobrol lagi lalu mengingatkan Soraya untuk meminum vitaminnya.Dari kejauhan Cakra masih melihat keharmonisan Soraya dan keluarga suaminya. "Soraya, jika Damar memang lelaki yang mencintaimu