“Kau sudah bosan hidup?!” Logan mendecak bengis.Sorot matanya yang tajam seolah akan menusuk leher Serena. Namun, bukannya gentar, wanita itu justru menyeringai sinis seolah menantang Logan.“Sudah aku bilang, ini bukan soal uang. Jika masalah uang, aku yakin Caligo akan memberiku lebih banyak. Jadi untuk apa aku repot-repot menemuimu, Logan Langford?!” tukas Serena menaikkan sebelah alisnya.Mendengar wanita itu membandingkan dengan organisasi Dan Theo, seketika memicu amarah Logan membengkak. Dia tiba-tiba mendorong Serena dan mencengkeram lehernya, sampai wanita itu melepas cekalan pada dasinya.“Jalang sialan! Kau sadar apa yang baru saja kau katakan?!” Logan memaki pelan, tapi raut wajahnya penuh ancaman.“Ugh!” Serena mengernyit saat napasnya tercekat.Alih-alih memohon, wanita itu malah menyeringai tipis. Dirinya semakin senang melihat Logan emosi karenanya.“Sial, aku akui kau masih tampan meski semakin tua. Kau tau? Seperti anggur yang berkualitas,” bisik Serena sengaja memp
“Aish, brengsek!” Antek Logan itu mengumpat saat jatuh dari motornya.Ya, karena tembakan yang tiba-tiba, dia pun tak bisa mengendalikan kendaraannya. Lelaki tersebut ambruk, tapi beruntungnya tak mobil besar yang melintas atau dia akan terlindas.“Argh, dasar sialan!” Dia terus mengerang penuh makian saat kakinya tertindih motor.Keningnya mengernyit karena punggungnya yang tertembak seperti dikoyak. Namun, ketika dia menarik kaki dari motornya, mendadak seorang pria gempal merengkuh bahunya dari belakang. Anak buah Logan itu membelalak saat tau dia bawahan Serena.“Bajingan! Kau pasti punya banyak nyawa karena berani membuntuti Nyonya!” decak bawahan Serena memicing tajam.Tanpa menunggu jawaban, dia pun menghajar wajah antek Logan amat kencang. Dia memberikan pukulan lebih kencang hingga lawannya tersungkur ke aspal. Bahkan tanpa ampun, dia menendang perut antek Logan itu berulang kali.“Argh, sialan!” Antek Logan itu meludahkan darah yang merembes dari mulutnya.Namun, bawahan Ser
“Tidak. Mereka tidak berhak mati sebelum kau menghukumnya!” Dan Theo berkata tajam.“A-apa? Kenapa aku harus menghukumnya?” sahut Annelies tak mengerti.Memang apa hubungan dirinya dengan mereka. Sebelumnya saja Annelies tak pernah melihat wajah orang-orang tersebut.“Bajingan-bajingan ini yang menyerang dan menggantungmu di atap gedung L&F Cosmetic!” Dan Theo mendecak dengan tatapan mematikan pada dua orang yang menggantung di atas.Dirinya menoleh pada Annelies dan lantas melanjutkan. “Mereka hampir membunuhmu. Sekarang hidup mereka tergantung pada caramu menghukumnya.”Ya, Dan Theo ingin antek-antek Logan itu merasakan hal yang sama, dengan apa yang mereka perbuat pada Annelies. Dia sengaja menggantung tangan antek-antek Logan itu di atap ruangan tersebut, usai anak buahnya menghajar habis-habisan. Sebab itu, mereka tak sadarkan diri dengan wajah lebam-lebam.Dan Theo melirik anak buahnya yang berjaga di sisi kiri dan lantas berkata, “buat mereka bangun!”“Baik, Big Boss!” sahut an
“Dan Theo, kau tidak akan menjawabku? Aku tau kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku!” tukas Annelies menyidik.Pria di hadapannya tetap bungkam. Dan itu semakin membengkakkan rasa curiga Annelies. Situasi di antara mereka pun berubah tegang.Namun, detik berikutnya seseorang menyeru, “Dan Theo!”Annelies berpaling ke sumber suara. Ternyata itu Kaelus.“Oh, ternyata kau juga datang?” Lelaki gondrong itu tersenyum miring pada Annelies.Kaelus menghampiri mereka. Dari dekat, Annelies bisa melihat wajahnya yang masih bengkak akibat pukulan antek-antek Logan selama disekap.‘Kaelus terluka parah,’ batin Annelies mengerjap tegang.Dia tak tau saja jika pakaian lelaki itu dibuka, maka akan tampak bekas cambukan yang mengerikan. Namun, belum sampai Annelies buka suara, Kaelus malah menyodorkan botol minuman padanya.“Aku tidak tau kau datang. Jadi aku hanya membawa satu. Tenang saja, ini tidak beracun,” katanya.Annelies mengernyit saat Kaelus meraih tangannya dan menyerahkan minuman tadi.
‘Apa Dan Theo yang membawanya ke sini?’ Annelies menerka sambil mendapukkan alisnya.Dia membuka pintu lebih lebar, lalu berjalan masuk. Suara langkah sepatu hak tingginya yang menggema, sama sekali tidak mengusik Alexei yang duduk terikat di kursi.Mata lelaki itu tertutup kain hitam. Kemejanya tak berbentuk dengan kancing yang lepas di sana-sini. Bahkan wajahnya babak belur dengan sudut mulut yang lebam. Dilihat sekilas, sudah pasti Alexei telah dihajar habis-habisan.‘Kenapa Dan Theo sampai melakukan ini? Dia … dia selalu menyiksa seseorang,’ geming Annelies dengan mata gemetar.Sensasi tegang merayapi wanita itu. Jika dipikir-pikir, bukankah Dan Theo terlalu kejam memberi hukuman?‘Kak Alexei ….’ Tanpa sadar tangan Annelies menjulur, hendak menyentuh bahu supupunya itu. “Tolong beri aku air,” tukas Alexei yang seketika membuat tangan Annelies berhenti.‘Hah! Ternyata Kak Alexei masih sadar,’ batin Annelies menelan saliva dengan berat.Dirinya mundur beberapa langkah, tapi Alexei
“Kau ingat ‘kan? Dress ini?!” Dan Theo bertanya tegas.Sial, sensasi empedu seperti naik ke mulut Annelies hingga membuatnya mual.“I-ini … bukankah ini milikku?!” tuturnya mengenali dress itu.Ya, mana mungkin Annelies lupa. Itu adalah dress yang dia pakai saat Logan mengundangnya ke mansion Langford untuk acara jamuan. Itu juga hari pertama Alexei kembali ke San Carlo dan terjadi insiden tak terduga karena seorang antek Logan berani menusuk Annelies. Saat itu dress Annelies kebak darah, jadi dia meminta pelayan mansion Langford membuangnya. Tapi tak disangka, ternyata Alexei malah menyimpannya. Bahkan tanpa mencucinya!“Hah ….” Annelies mengembuskan napas cekatnya. “Kenapa Kak Alexei memiliki ini? Untuk apa?!”“Kau mengerti sekarang? Hanya bajingan gila yang menyimpan barang-barang seperti ini!” sahut Dan Theo dengan gigi terkatup.Emosi pria itu masih melekat, terlebih saat melihat getar ketakutan yang menggantung di mata istrinya. Dia benar-benar ingin melenyapkan sepupu brengsek
“Tidurlah dengan suami Annelies. Jika kau mengandung bayi Dan Theo, maka hubungan Annelies dan suaminnya akan hancur!” Alexei berkata tajam. Sungguh, Samantha tak menduga bahwa Alexei yang selama ini terlihat bermartabat malah memintanya melakukan hal kotor. Gadis itu menyeringai sembari mencibir, “aish, sial! Wajah tampan Paman menipu semua orang!”“Kenapa? Kau tidak suka dengan rencanaku?” Alexei menimpali.“Siapa yang bilang tidak suka? Apapun itu, aku akan melakukannya asal jalang seperti Bibi Annelies menderita!” sahut Samantha dengan sorot berang. “Selama ini dia selalu mengganggu hubunganku dengan Harvey. Aku jadi penasaran, bagaimana reaksinya jika ada perempuan lain masuk dalam rumah tangganya!”“Kau yakin bisa melakukannya? Mungkin ini akan merusak hidupmu juga,” Alexei berkata ragu. Apalagi dia putri Logan Langford. Bisa saja Logan mengusirnya karena Samantha merusak citra keluarga Langford.Alih-alih langsung menjawab, Samantha justru tertawa. Dia menyugar belahan rambu
“Kau mau aku menjelaskan lebih detail? Jadi maksudku, ayo kita membuat seorang anak yang mirip dengan—”“Dan Theo!” Annelies buru-buru menyambar dan membungkam mulut sang suami dengan tangannya.Dia melirik kanan-kiri, memastikan para anak buah Dan Theo tidak memperhatikan mereka.Dirinya kembali menatap tajam suaminya seraya berbisik, “kau gila? Kenapa membicarakan hal seperti ini di depan mereka? Bagaimana kalau mereka mendengarnya?!”“Em ….” Dan Theo merengkuh tangan Annelies agar menjauh dari mulutnya. “Jadi kau ingin membicarakan hal ini saat kita sedang berdua saja? Yah, aku sih tidak keberatan.”Sial, tanpa sadar wajah Annelies memerah. Tapi ini bukan saatnya tersipu ‘kan?“Bagaimana bisa kau mengatakannya dengan wajah seperti itu?” Annelies menyahut tegas.Dia hendak menarik tangannya, tapi sang suami malah menahannya lebih kuat. Bahkan tanpa diduga, Dan Theo menggigit lembut telapak tangan Annelies, hingga memicu manik wanita itu membesar. “Hei, apa yang kau lakukan?!” Annel
“Aku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!” Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. “Aku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!” tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, “kau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!”Tangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. “Yah … karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,” ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. “Ambillah kalau kau mau!”Alih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.“Anak kecil, siapa namamu?” Ditrian bertanya penasaran.“Hah! Anak kecil?!” Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. “Aku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
“Hah!” Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. ‘Aish!’ Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. “Ada apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?” Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. “Mommy tidak apa-apa, Ian,” tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. “Oho … putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!” Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. “Tubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,” katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.“Dan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?” Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.“Ini gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi ‘Cinta Musim Panas’ ini!” sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. “Jenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!”“Heuh? Kau bilang apa?” Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.“Gaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, “kau akan tau setelah melihatnya, istriku.”Dia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.“Dan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?” Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.“Naiklah, istriku,” katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.“Aku bukan anak kecil!” sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.“Jangan bilang aku berat!” Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, “si
“Istriku.” Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, “kau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.”Annelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.“Sangat indah, suamiku.” Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.“Setiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.” Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, “benarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.”“Ya, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
“Kaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?” Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, “kalian bicaralah, kami akan masuk dulu.”Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, “tambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!”“Baik, Ketua!” balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. “Kau terluka?” katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.“Kaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?” tukas Cloe lagi.“Ehei … kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?” sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang
“Dan Theo ….” Annelies berpaling pada sang suami.Maniknya yang gemetar seakan meminta kepastian pria itu bahwa dirinya tidak salah lihat.“Ya, istriku. Bukankah kau merindukan beliau?” tutur Dan Theo menaikkan kedua alisnya.Annelies mengerjap. Dia nyaris tak percaya, tapi pengelihatan dan ucapan Dan Theo benar-benar nyata.“Mari kita temui Ibu mertua!” Pria itu melanjutkan katanya sambil memandu sang istri melangkah ke depan.Mereka pun berjalan mendekati Serena yang kini berada di antara antek-antek geng Ceko. Wanita itu berdiri dengan suit putih tulang dan syal elegan yang melingkari lehernya.Benar, setelah berbulan-bulan menghilang akibat insiden penembakan di dermaga De Forte, akhirnya Serena kembali. Semua orang berpikir dirinya sudah tiada, tapi anak buah Velos berhasil menemukannya. Dan selama Annelies di Sociolla, Serena telah menerima perawatan hingga berhasil pulih.Serena menarik sudut bibirnya tipis begitu Annelies dan sang suami berhenti di hadapannya.“Lama tidak bert
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba