“Tidurlah dengan suami Annelies. Jika kau mengandung bayi Dan Theo, maka hubungan Annelies dan suaminnya akan hancur!” Alexei berkata tajam. Sungguh, Samantha tak menduga bahwa Alexei yang selama ini terlihat bermartabat malah memintanya melakukan hal kotor. Gadis itu menyeringai sembari mencibir, “aish, sial! Wajah tampan Paman menipu semua orang!”“Kenapa? Kau tidak suka dengan rencanaku?” Alexei menimpali.“Siapa yang bilang tidak suka? Apapun itu, aku akan melakukannya asal jalang seperti Bibi Annelies menderita!” sahut Samantha dengan sorot berang. “Selama ini dia selalu mengganggu hubunganku dengan Harvey. Aku jadi penasaran, bagaimana reaksinya jika ada perempuan lain masuk dalam rumah tangganya!”“Kau yakin bisa melakukannya? Mungkin ini akan merusak hidupmu juga,” Alexei berkata ragu. Apalagi dia putri Logan Langford. Bisa saja Logan mengusirnya karena Samantha merusak citra keluarga Langford.Alih-alih langsung menjawab, Samantha justru tertawa. Dia menyugar belahan rambu
“Kau mau aku menjelaskan lebih detail? Jadi maksudku, ayo kita membuat seorang anak yang mirip dengan—”“Dan Theo!” Annelies buru-buru menyambar dan membungkam mulut sang suami dengan tangannya.Dia melirik kanan-kiri, memastikan para anak buah Dan Theo tidak memperhatikan mereka.Dirinya kembali menatap tajam suaminya seraya berbisik, “kau gila? Kenapa membicarakan hal seperti ini di depan mereka? Bagaimana kalau mereka mendengarnya?!”“Em ….” Dan Theo merengkuh tangan Annelies agar menjauh dari mulutnya. “Jadi kau ingin membicarakan hal ini saat kita sedang berdua saja? Yah, aku sih tidak keberatan.”Sial, tanpa sadar wajah Annelies memerah. Tapi ini bukan saatnya tersipu ‘kan?“Bagaimana bisa kau mengatakannya dengan wajah seperti itu?” Annelies menyahut tegas.Dia hendak menarik tangannya, tapi sang suami malah menahannya lebih kuat. Bahkan tanpa diduga, Dan Theo menggigit lembut telapak tangan Annelies, hingga memicu manik wanita itu membesar. “Hei, apa yang kau lakukan?!” Annel
“Tolong dengarkan. Aku akan menjelaskan semuanya, Annelies,” tutur Alexei dengan tatapan sendu. Annelies merinding melihat ekspresi itu. Dia kini tau bahwa Alexei sangat manipulative. “Apa lagi yang mau kau katakan? Aku—” “Aku selalu memikirkanmu selama di luar negeri!” Alexei langsung menyambar hingga memicu kening Annelies mengernyit. Lelaki itu melangkah lebih dekat, lalu melanjutkan. “Aku tau mungkin ini terdengar konyol, tapi hatiku tidak bisa berbohong. Aku sengaja pergi ke luar negeri agar bisa menghilangkan rasa ini padamu. Aku kira ini cara yang tepat, ternyata aku salah. Ke mana pun, dan seberapa jauh aku pergi, kau masih memenuhi hatiku, Annelies.” “Kak Alexei, sepertinya kau salah paham. Itu hanya rasa sayang seorang Kakak pada adiknya!” sahut Annelies memicing tegas. “Tidak, Annelies! Aku sangat memahami diriku!” Alexei membalas dengan tatapan nanar. Manik Annelies pun gemetar, terlebih saat Alexei tiba-tiba merengkuh tangannya, lalu mengarahkan ke dadanya. “Kau me
“Tuan Kaelus, rupanya benar Anda!” tutur Cloe tersenyum.Sang lelaki menurunkan jendela mobilnya dan lantas bertanya, “bukankah kau tadi sudah pergi dengan taksi?”Ya, Cloe tak sengaja melihat Kaelus saat melewati mobil lelaki itu. Dirinya penasaran apakah matanya benar, sebab itu Cloe kembali turun dan menghampiri langsung. “Jadi Anda melihat saya?” balas wanita itu menaikkan kedua alisnya.Kaelus berdehem. Dia membuang pandangan, lalu menjawab dingin. “Hanya kebetulan.” “Ah, begitu,” sahut Cloe yang senyumnya pudar. Dia menyelipkan rambut ke telinga dengan canggung, lalu berkata lagi. “Saya senang Anda kembali dengan selamat. Bagaimana keadaan Anda? Apa saat itu Anda terluka?”“Tidak. Kau lihat sendiri aku baik-baik saja,” sahut Kaelus yang tanpa sadar berucap sinis.“Ah, ya … syukurlah Anda baik-baik saja.” Cloe menyahut dengan senyum kaku. Dia berpikir sudah membuat Kaelus tidak nyaman. Hingga dia pun mundur beberapa langkah. “Saya hanya memastikan keadaan Anda. Maaf sudah me
‘Hah! Kenapa dia ada di sini?’ batin Cloe dengan wajah datar. Alih-alih menjawab, dirinya malah menunduk hormat dan berniat mangkir. Akan tetapi lelaki berjas necis itu menghadangnya lagi.“Kau mengabaikanku? Itu tidak sopan,” tuturnya. Cloe mengerit. Kaelus pun melihat wanita itu tidak nyaman. “Kau mengenalnya?” tanyanya menyidik.Belum sampai Cloe menimpali, lelaki berjas tadi langsung membalas, “aku calon suaminya. Siapa kau?!”“Apa yang Anda bicarakan? Kita sudah membahasnya dan saya tidak bisa menikah dengan Anda!” Cloe akhirnya buka suara.Namun, kata-katanya malah mendapat tawa ejekan dari lelaki berjas necis tadi. Dia mengusap dagunya kasar sambil membuang pandangan.Begitu menatap Cloe lagi, dia pun bertanya tegas. “Jadi kau menolakku karena bajingan ini?!”“Ya. Saya sudah bilang kalau saya punya kekasih ‘kan? Pria ini kekasih saya!” sahut Cloe yang lantas menggandeng lengan Kaelus. Lelaki gondrong itu membelalak. Biasanya dia akan menghempas tangan wanita yang berani men
“Kau pikir siapa Ibu dari putri bungsu keluarga Langford?!” Serena berkata dengan tatapan tajam. Logan semakin tercengang. Dia mengernyit, pikirannya berputar menggabungkan teka-teki hingga menemukan kesimpulan yang membuatnya hampir gila.“Tidak. Itu tidak mungkin. Mustahil kau ibunya Annelies!” decaknya memicing berang. Alih-alih langsung menjawab, tangan Serena justru menjulur. Dia membelai wajah Logan yang tegang dan itu membuatnya menyeringai senang. “Kau memang pintar, Sayang!” bisiknya. “Lihat? Kau dan aku memiliki seorang putri. Anak itu bahkan secantik diriku. Jika kau tidak meninggalkanku demi wanita lemah itu, kita akan menjadi keluarga sempurna. Aku pasti memberikan segala kau minta. Entah itu cinta ataupun narkoba!”“Diam kau, Serena!” Logan tiba-tiba mencengkeram leher wanita itu dengan kuat. Dia amat kesal saat tau bahwa wanita itu pernah mengandung benihnya, bahkan berani melemparkan bayinya pada keluarga Langford. “Dasar jalang sialan! Harusnya kau bunuh saja bay
“Maaf, saya tidak bisa mengambilnya. Bukankah Anda bilang ini untuk putri Anda?” Annelies berkata canggung.“Justru karena untuk putri saya, maka Anda harus mengambilnya,” sahut Serena tanpa melepas kacamata hitamnya.Ya, tak disangka Serena akan melihat Annelies di sini. Padahal dia ingin membeli kalung itu dan diam-diam mengirimnya untuk Annelies. Agaknya langit mendukungnya sekarang. Rencana Serena dimudahkan.Namun, Annelies yang tak mengerti apapun, kini hanya tercengang.“A-apa maksud Anda, Nyonya?” tanyanya bingung.“Sepertinya kalung itu lebih cocok untuk Nona,” tutur Serena.Dia beralih menatap pegawai Calline, lalu berkata, “tolong perlihatkan kalungnya.”“Baik, Nyonya,” sahut pegawai itu yang lantas membawakan kalungnya.Serena pun meraih kalung tersebut, lalu mengarahkannya pada leher Annelies. Membayangkan liontin cantik itu tergantung di leher sang putri, sungguh membuatnya senang.“Cobalah, Nona,” katanya.“Ta-tapi—”“Saya mohon cobalah sekali saja. Jika Anda tidak suka
“Kaelus? Kenapa kau datang ke sini? Dan Theo tidak memberitahumu kalau kami akan pergi?” Annelies memberondong tanya saat membuka pintu dan melihat lelaki gondrong itu di sana.Anehnya Kaelus kini datang dengan setelan jas rapi. Dan itu membuatnya curiga.“Karena kalian akan pergi, jadi aku harus ikut!” Kaelus berkata tegas.“Apa maksudmu?” Annelies semakin bingung.Dirinya berpaling pada Dan Theo. Meski tak bertanya langsung, tapi sang suami bisa tau bahwa Annelies penasaran.“Ya, Kaelus akan pergi bersama kita. Kebetulan kami juga harus menemui seseorang di Moonlight Shipping malam ini,” tutur Dan Theo.“Jadi kalian juga mengenal CEO The Golden?” Annelies menyidik.“Tidak, tapi kami harus menemui orang yang datang ke acara tersebut untuk urusan bisnis. Karena itu, aku dan Kaelus akan pergi bersamamu.”Annelies tak tau apa bisnis apa yang dimaksud, tapi dirinya bisa menerika bahwa itu berkaitan dengan organisasi Dan Theo.“Aku tidak bisa memberitahumu detailnya sekarang. Tapi kau ten
“Aku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!” Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. “Aku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!” tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, “kau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!”Tangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. “Yah … karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,” ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. “Ambillah kalau kau mau!”Alih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.“Anak kecil, siapa namamu?” Ditrian bertanya penasaran.“Hah! Anak kecil?!” Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. “Aku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
“Hah!” Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. ‘Aish!’ Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. “Ada apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?” Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. “Mommy tidak apa-apa, Ian,” tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. “Oho … putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!” Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. “Tubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,” katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.“Dan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?” Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.“Ini gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi ‘Cinta Musim Panas’ ini!” sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. “Jenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!”“Heuh? Kau bilang apa?” Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.“Gaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, “kau akan tau setelah melihatnya, istriku.”Dia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.“Dan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?” Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.“Naiklah, istriku,” katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.“Aku bukan anak kecil!” sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.“Jangan bilang aku berat!” Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, “si
“Istriku.” Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, “kau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.”Annelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.“Sangat indah, suamiku.” Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.“Setiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.” Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, “benarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.”“Ya, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
“Kaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?” Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, “kalian bicaralah, kami akan masuk dulu.”Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, “tambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!”“Baik, Ketua!” balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. “Kau terluka?” katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.“Kaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?” tukas Cloe lagi.“Ehei … kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?” sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang
“Dan Theo ….” Annelies berpaling pada sang suami.Maniknya yang gemetar seakan meminta kepastian pria itu bahwa dirinya tidak salah lihat.“Ya, istriku. Bukankah kau merindukan beliau?” tutur Dan Theo menaikkan kedua alisnya.Annelies mengerjap. Dia nyaris tak percaya, tapi pengelihatan dan ucapan Dan Theo benar-benar nyata.“Mari kita temui Ibu mertua!” Pria itu melanjutkan katanya sambil memandu sang istri melangkah ke depan.Mereka pun berjalan mendekati Serena yang kini berada di antara antek-antek geng Ceko. Wanita itu berdiri dengan suit putih tulang dan syal elegan yang melingkari lehernya.Benar, setelah berbulan-bulan menghilang akibat insiden penembakan di dermaga De Forte, akhirnya Serena kembali. Semua orang berpikir dirinya sudah tiada, tapi anak buah Velos berhasil menemukannya. Dan selama Annelies di Sociolla, Serena telah menerima perawatan hingga berhasil pulih.Serena menarik sudut bibirnya tipis begitu Annelies dan sang suami berhenti di hadapannya.“Lama tidak bert
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba