‘Hah! Kenapa dia ada di sini?’ batin Cloe dengan wajah datar. Alih-alih menjawab, dirinya malah menunduk hormat dan berniat mangkir. Akan tetapi lelaki berjas necis itu menghadangnya lagi.“Kau mengabaikanku? Itu tidak sopan,” tuturnya. Cloe mengerit. Kaelus pun melihat wanita itu tidak nyaman. “Kau mengenalnya?” tanyanya menyidik.Belum sampai Cloe menimpali, lelaki berjas tadi langsung membalas, “aku calon suaminya. Siapa kau?!”“Apa yang Anda bicarakan? Kita sudah membahasnya dan saya tidak bisa menikah dengan Anda!” Cloe akhirnya buka suara.Namun, kata-katanya malah mendapat tawa ejekan dari lelaki berjas necis tadi. Dia mengusap dagunya kasar sambil membuang pandangan.Begitu menatap Cloe lagi, dia pun bertanya tegas. “Jadi kau menolakku karena bajingan ini?!”“Ya. Saya sudah bilang kalau saya punya kekasih ‘kan? Pria ini kekasih saya!” sahut Cloe yang lantas menggandeng lengan Kaelus. Lelaki gondrong itu membelalak. Biasanya dia akan menghempas tangan wanita yang berani men
“Kau pikir siapa Ibu dari putri bungsu keluarga Langford?!” Serena berkata dengan tatapan tajam. Logan semakin tercengang. Dia mengernyit, pikirannya berputar menggabungkan teka-teki hingga menemukan kesimpulan yang membuatnya hampir gila.“Tidak. Itu tidak mungkin. Mustahil kau ibunya Annelies!” decaknya memicing berang. Alih-alih langsung menjawab, tangan Serena justru menjulur. Dia membelai wajah Logan yang tegang dan itu membuatnya menyeringai senang. “Kau memang pintar, Sayang!” bisiknya. “Lihat? Kau dan aku memiliki seorang putri. Anak itu bahkan secantik diriku. Jika kau tidak meninggalkanku demi wanita lemah itu, kita akan menjadi keluarga sempurna. Aku pasti memberikan segala kau minta. Entah itu cinta ataupun narkoba!”“Diam kau, Serena!” Logan tiba-tiba mencengkeram leher wanita itu dengan kuat. Dia amat kesal saat tau bahwa wanita itu pernah mengandung benihnya, bahkan berani melemparkan bayinya pada keluarga Langford. “Dasar jalang sialan! Harusnya kau bunuh saja bay
“Maaf, saya tidak bisa mengambilnya. Bukankah Anda bilang ini untuk putri Anda?” Annelies berkata canggung.“Justru karena untuk putri saya, maka Anda harus mengambilnya,” sahut Serena tanpa melepas kacamata hitamnya.Ya, tak disangka Serena akan melihat Annelies di sini. Padahal dia ingin membeli kalung itu dan diam-diam mengirimnya untuk Annelies. Agaknya langit mendukungnya sekarang. Rencana Serena dimudahkan.Namun, Annelies yang tak mengerti apapun, kini hanya tercengang.“A-apa maksud Anda, Nyonya?” tanyanya bingung.“Sepertinya kalung itu lebih cocok untuk Nona,” tutur Serena.Dia beralih menatap pegawai Calline, lalu berkata, “tolong perlihatkan kalungnya.”“Baik, Nyonya,” sahut pegawai itu yang lantas membawakan kalungnya.Serena pun meraih kalung tersebut, lalu mengarahkannya pada leher Annelies. Membayangkan liontin cantik itu tergantung di leher sang putri, sungguh membuatnya senang.“Cobalah, Nona,” katanya.“Ta-tapi—”“Saya mohon cobalah sekali saja. Jika Anda tidak suka
“Kaelus? Kenapa kau datang ke sini? Dan Theo tidak memberitahumu kalau kami akan pergi?” Annelies memberondong tanya saat membuka pintu dan melihat lelaki gondrong itu di sana.Anehnya Kaelus kini datang dengan setelan jas rapi. Dan itu membuatnya curiga.“Karena kalian akan pergi, jadi aku harus ikut!” Kaelus berkata tegas.“Apa maksudmu?” Annelies semakin bingung.Dirinya berpaling pada Dan Theo. Meski tak bertanya langsung, tapi sang suami bisa tau bahwa Annelies penasaran.“Ya, Kaelus akan pergi bersama kita. Kebetulan kami juga harus menemui seseorang di Moonlight Shipping malam ini,” tutur Dan Theo.“Jadi kalian juga mengenal CEO The Golden?” Annelies menyidik.“Tidak, tapi kami harus menemui orang yang datang ke acara tersebut untuk urusan bisnis. Karena itu, aku dan Kaelus akan pergi bersamamu.”Annelies tak tau apa bisnis apa yang dimaksud, tapi dirinya bisa menerika bahwa itu berkaitan dengan organisasi Dan Theo.“Aku tidak bisa memberitahumu detailnya sekarang. Tapi kau ten
“Mundurlah, Annelies,” titah Dan Theo menarik sang istri beberapa langkah ke belakang.Pria itu pun menghampiri, lalu merengkuh wanita yang tergeletak di bilik kamar mandi. Annelies sontak membelalak saat melihat jarum suntik yang berada di dada wanita tersebut.“Dan Theo, apa yang terjadi padanya?” Annelies bertanya bingung.Apalagi wanita itu sangat pucat dan tak ada tanda dia bernapas.“Dia seorang pecandu!” sahut Dan Theo merapatkan alisnya.Ya, dirinya sangat hafal tingkah seorang pecandu. Dilihat dari tampang wanita tadi, sudah pasti dia terlalu banyak memakai obat hari ini.Dan Theo pun mencabut jarum suntik itu, lalu membaringkan wanita tersebut ke lantai. Dia memiringkan tubuh si pecandu sekitar 45 derajat ke sisi kiri, lantas menepuk punggungnya beberapa kali. Saat itulah, wanita tadi tersadar. Dia terbatuk dengan napas tak beraturan.‘Dia tidak memakai Raica Ruby. Sepertinya ini obat jenis lama,’ batin Dan Theo menyidik sambil mengamati mata sayup wanita tadi. ‘Mungkinkah d
“Velos, kau-kah itu?!” Kaelus menyatukan alisnya.Ya, dia melihat lelaki berambut putih dengan setelah jas hitam. Tubuhnya yang tinggi sangat mirip dengan adiknya. Terlebih saat lelaki itu melirik ke belakang. Meski wajahnya tertutup masker, tapi manik abunya membuat Kaelus yakin.“Velos, ini kami. Dan Theo dan aku datang untuk—”“Berhenti, Kaelus!” Dan Theo segera menahan Kaelus yang hendak masuk sembarangan.Padahal lelaki yang diduga Velos tadi sedang mengeluarkan belati. Bahkan detik berikutnya dia berbalik dan langsung menghampiri Dan Theo dan Kaelus sambil melayangkan senjata tajamnya.“Menyingkir!” Dan Theo mendorong Kaelus menjauh.Rekannya itu terhuyung hingga menatap nakas. Sementara Dan Theo juga berhasil menghindar, hingga belati pria rambut putih itu menancap ke pintu.“Argh, brengsek!” decaknya mengumpat berang.Dan Theo seketika mengernyit melihat reaksi dan teknik serangan pria rambut putih itu.Namun, belum sempat Dan Theo buka suara, pria rambut putih tadi mencabut b
“Nona Lucia Walter, lama tidak bertemu!” tukas Annelies sambil menatap waspada.“Pfft!” Lawan bincangnya itu malah menahan tawa.Eskpresi wajahnya tampak mengejek, sungguh tak berubah sejak dari masa kuliah. Annelies pernah bertemu dengannya di acara hotel keluarga Robert. Saat itu pun Lucia mencari gara-gara dengannya. Siapa sangka Lucia juga hadir di pameran The Golden hari ini.“Ah … lucu sekali melihat Anda bersikap sopan pada saya!” sahut Lucia seraya menaikkan sebelah alisnya.“Anda tidak pernah berubah. Mengingat Anda seorang menantu Jaksa Agung, bukankah sebaiknya bisa menempatkan diri? Juga memisahkan masalah pribadi di tempat umum?” Annelies membalas sambil tersenyum.“Hah!” Lucia seketika menutup mulutnya.Dia melirik sekitar, lalu menyambar dengan nada berbisik, “hei, Annelies Langford. Setelah gagal mendapat dukungan keluarga Robert, sekarang kau mendekati The Golden? Aku heran, bagaimana bisa pemilik perusahaan kecil sepertimu bisa diundang ke acara pameran The Golden?!”
‘Sial!’ batin Dan Theo mengumpat saat peluru mengarah padanya.Dengan cepat dia mendorong Annelies dan memeluknya saat tersungkur ke lantai. Tangannya memegangi kepala sang istri, melindunginya dari benturan keras.“Kau tidak apa-apa?” bisik Dan Theo bertanya.Annelies mengangguk. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dan Theo bisa membaca kecemasan di matanya.“Tetaplah di dekatku. Aku pastikan, mereka tidak akan menyentuhmu,” tutur Dan Theo menenangkan.Dan Theo hendak bangkit, tapi Annelies tiba-tiba menahan.“Dan Theo, mereka punya senjata. Kau bisa terluka jika menghadapinya sendiri,” katanya sangat khawatir.“Tenang saja, istriku. Kau bisa mengandalkanku!” sahut Dan Theo percaya diri.Mata tajamnya melirik ke belakang. Dengan sigap Dan Theo meraih pistol yang terselip di pinggangnya, dan langsung melesatkan peluru ke arah bodyguard CEO The Golden yang hendak menembaknya. Seketika itu si bodyguard ambruk karena peluru Dan Theo mengenai pahanya.Melihat itu, CEO The Golden langsung me
“Tidak!” Annelies memekik sambil membanting setirnya ke kiri.Dia berusaha menguasai kemudi, tapi jalanan yang licin membuat mobilnya sulit terkendali. Apalagi pandangan Annelies juga terhalang hujan yang lumayan deras. Wanita itu mati-matian menginjak rem, hingga sambil mencengkeram setir dengan kuat.Namun, sialnya mobil dari arah berlawanan tadi malah mengarah pada Annelies dan seolah sengaja menabrak bemper sampingnya.“Hah, sial!” Annelies memaki tajam saat kendaraannya menghantam pembatas jalan.Gubrakan terdengar keras seiring kening Annelies yang menghantam setir mobilnya. Sensasi menyakitkan menyerang kepalanya. Tapi saat Annelies mengangkat pandangan, maniknya sontak meluas selebar cakram.Ya, di hadapannya ternyata jurang. Jika saja mobil tak dikenal tadi menghantam lebih keras, mungkin Annelies sudah jatuh ke jurang tersebut.Tatapan wanita itu gemetaran. Pun juga lehernya menegang dan sulit menelan saliva. Namun, detik berikutnya Annelies dikejutkan oleh ketukan di jendel
“Maaf, Nona Cloe. Saya harus mengangkat telepon dulu,” tutur Annelies yang lantas beranjak keluar kamar.Cloe yang mengamati punggung wanita itu menjauh, seketika merasa was-was. Dia melihat sendiri banyak orang yang berniat mencelakai Annelies, termasuk keluarganya sendiri. Sungguh tidak berbeda dengan dirinya. Jadi Cloe seakan tahu betapa sesaknya hidup Annelies.‘Aku harap Direktur selalu baik-baik saja,’ batin Cloe dalam hati.Sementara di luar, Annelies sempat ragu menerima telepon itu. Akan tetapi dirinya tetap mengangkatnya dengan waspada.“Kau menelepon untuk memastikan aku mati atau tidak?!” tukas Annelies sebelum lawan bincangnya angkat suara.Dari seberang terdengar geraman seorang lelaki yang menahan amukan.“Apa yang kau bicarakan? Di dunia ini, mana ada seorang Ayah yang mengharapkan kematian putrinya?” sahut Logan pelan, tapi setiap katanya seperti mencekik Annelies.Ya, orang menghubungi wanita itu memanglah Logan Langford.“Sejak kapan kau menganggapku putrimu?” samba
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit