“Aish, brengsek!” Antek Logan itu mengumpat saat jatuh dari motornya.Ya, karena tembakan yang tiba-tiba, dia pun tak bisa mengendalikan kendaraannya. Lelaki tersebut ambruk, tapi beruntungnya tak mobil besar yang melintas atau dia akan terlindas.“Argh, dasar sialan!” Dia terus mengerang penuh makian saat kakinya tertindih motor.Keningnya mengernyit karena punggungnya yang tertembak seperti dikoyak. Namun, ketika dia menarik kaki dari motornya, mendadak seorang pria gempal merengkuh bahunya dari belakang. Anak buah Logan itu membelalak saat tau dia bawahan Serena.“Bajingan! Kau pasti punya banyak nyawa karena berani membuntuti Nyonya!” decak bawahan Serena memicing tajam.Tanpa menunggu jawaban, dia pun menghajar wajah antek Logan amat kencang. Dia memberikan pukulan lebih kencang hingga lawannya tersungkur ke aspal. Bahkan tanpa ampun, dia menendang perut antek Logan itu berulang kali.“Argh, sialan!” Antek Logan itu meludahkan darah yang merembes dari mulutnya.Namun, bawahan Ser
“Tidak. Mereka tidak berhak mati sebelum kau menghukumnya!” Dan Theo berkata tajam.“A-apa? Kenapa aku harus menghukumnya?” sahut Annelies tak mengerti.Memang apa hubungan dirinya dengan mereka. Sebelumnya saja Annelies tak pernah melihat wajah orang-orang tersebut.“Bajingan-bajingan ini yang menyerang dan menggantungmu di atap gedung L&F Cosmetic!” Dan Theo mendecak dengan tatapan mematikan pada dua orang yang menggantung di atas.Dirinya menoleh pada Annelies dan lantas melanjutkan. “Mereka hampir membunuhmu. Sekarang hidup mereka tergantung pada caramu menghukumnya.”Ya, Dan Theo ingin antek-antek Logan itu merasakan hal yang sama, dengan apa yang mereka perbuat pada Annelies. Dia sengaja menggantung tangan antek-antek Logan itu di atap ruangan tersebut, usai anak buahnya menghajar habis-habisan. Sebab itu, mereka tak sadarkan diri dengan wajah lebam-lebam.Dan Theo melirik anak buahnya yang berjaga di sisi kiri dan lantas berkata, “buat mereka bangun!”“Baik, Big Boss!” sahut an
“Dan Theo, kau tidak akan menjawabku? Aku tau kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku!” tukas Annelies menyidik.Pria di hadapannya tetap bungkam. Dan itu semakin membengkakkan rasa curiga Annelies. Situasi di antara mereka pun berubah tegang.Namun, detik berikutnya seseorang menyeru, “Dan Theo!”Annelies berpaling ke sumber suara. Ternyata itu Kaelus.“Oh, ternyata kau juga datang?” Lelaki gondrong itu tersenyum miring pada Annelies.Kaelus menghampiri mereka. Dari dekat, Annelies bisa melihat wajahnya yang masih bengkak akibat pukulan antek-antek Logan selama disekap.‘Kaelus terluka parah,’ batin Annelies mengerjap tegang.Dia tak tau saja jika pakaian lelaki itu dibuka, maka akan tampak bekas cambukan yang mengerikan. Namun, belum sampai Annelies buka suara, Kaelus malah menyodorkan botol minuman padanya.“Aku tidak tau kau datang. Jadi aku hanya membawa satu. Tenang saja, ini tidak beracun,” katanya.Annelies mengernyit saat Kaelus meraih tangannya dan menyerahkan minuman tadi.
‘Apa Dan Theo yang membawanya ke sini?’ Annelies menerka sambil mendapukkan alisnya.Dia membuka pintu lebih lebar, lalu berjalan masuk. Suara langkah sepatu hak tingginya yang menggema, sama sekali tidak mengusik Alexei yang duduk terikat di kursi.Mata lelaki itu tertutup kain hitam. Kemejanya tak berbentuk dengan kancing yang lepas di sana-sini. Bahkan wajahnya babak belur dengan sudut mulut yang lebam. Dilihat sekilas, sudah pasti Alexei telah dihajar habis-habisan.‘Kenapa Dan Theo sampai melakukan ini? Dia … dia selalu menyiksa seseorang,’ geming Annelies dengan mata gemetar.Sensasi tegang merayapi wanita itu. Jika dipikir-pikir, bukankah Dan Theo terlalu kejam memberi hukuman?‘Kak Alexei ….’ Tanpa sadar tangan Annelies menjulur, hendak menyentuh bahu supupunya itu. “Tolong beri aku air,” tukas Alexei yang seketika membuat tangan Annelies berhenti.‘Hah! Ternyata Kak Alexei masih sadar,’ batin Annelies menelan saliva dengan berat.Dirinya mundur beberapa langkah, tapi Alexei
“Kau ingat ‘kan? Dress ini?!” Dan Theo bertanya tegas.Sial, sensasi empedu seperti naik ke mulut Annelies hingga membuatnya mual.“I-ini … bukankah ini milikku?!” tuturnya mengenali dress itu.Ya, mana mungkin Annelies lupa. Itu adalah dress yang dia pakai saat Logan mengundangnya ke mansion Langford untuk acara jamuan. Itu juga hari pertama Alexei kembali ke San Carlo dan terjadi insiden tak terduga karena seorang antek Logan berani menusuk Annelies. Saat itu dress Annelies kebak darah, jadi dia meminta pelayan mansion Langford membuangnya. Tapi tak disangka, ternyata Alexei malah menyimpannya. Bahkan tanpa mencucinya!“Hah ….” Annelies mengembuskan napas cekatnya. “Kenapa Kak Alexei memiliki ini? Untuk apa?!”“Kau mengerti sekarang? Hanya bajingan gila yang menyimpan barang-barang seperti ini!” sahut Dan Theo dengan gigi terkatup.Emosi pria itu masih melekat, terlebih saat melihat getar ketakutan yang menggantung di mata istrinya. Dia benar-benar ingin melenyapkan sepupu brengsek
“Tidurlah dengan suami Annelies. Jika kau mengandung bayi Dan Theo, maka hubungan Annelies dan suaminnya akan hancur!” Alexei berkata tajam. Sungguh, Samantha tak menduga bahwa Alexei yang selama ini terlihat bermartabat malah memintanya melakukan hal kotor. Gadis itu menyeringai sembari mencibir, “aish, sial! Wajah tampan Paman menipu semua orang!”“Kenapa? Kau tidak suka dengan rencanaku?” Alexei menimpali.“Siapa yang bilang tidak suka? Apapun itu, aku akan melakukannya asal jalang seperti Bibi Annelies menderita!” sahut Samantha dengan sorot berang. “Selama ini dia selalu mengganggu hubunganku dengan Harvey. Aku jadi penasaran, bagaimana reaksinya jika ada perempuan lain masuk dalam rumah tangganya!”“Kau yakin bisa melakukannya? Mungkin ini akan merusak hidupmu juga,” Alexei berkata ragu. Apalagi dia putri Logan Langford. Bisa saja Logan mengusirnya karena Samantha merusak citra keluarga Langford.Alih-alih langsung menjawab, Samantha justru tertawa. Dia menyugar belahan rambu
“Kau mau aku menjelaskan lebih detail? Jadi maksudku, ayo kita membuat seorang anak yang mirip dengan—”“Dan Theo!” Annelies buru-buru menyambar dan membungkam mulut sang suami dengan tangannya.Dia melirik kanan-kiri, memastikan para anak buah Dan Theo tidak memperhatikan mereka.Dirinya kembali menatap tajam suaminya seraya berbisik, “kau gila? Kenapa membicarakan hal seperti ini di depan mereka? Bagaimana kalau mereka mendengarnya?!”“Em ….” Dan Theo merengkuh tangan Annelies agar menjauh dari mulutnya. “Jadi kau ingin membicarakan hal ini saat kita sedang berdua saja? Yah, aku sih tidak keberatan.”Sial, tanpa sadar wajah Annelies memerah. Tapi ini bukan saatnya tersipu ‘kan?“Bagaimana bisa kau mengatakannya dengan wajah seperti itu?” Annelies menyahut tegas.Dia hendak menarik tangannya, tapi sang suami malah menahannya lebih kuat. Bahkan tanpa diduga, Dan Theo menggigit lembut telapak tangan Annelies, hingga memicu manik wanita itu membesar. “Hei, apa yang kau lakukan?!” Annel
“Tolong dengarkan. Aku akan menjelaskan semuanya, Annelies,” tutur Alexei dengan tatapan sendu. Annelies merinding melihat ekspresi itu. Dia kini tau bahwa Alexei sangat manipulative. “Apa lagi yang mau kau katakan? Aku—” “Aku selalu memikirkanmu selama di luar negeri!” Alexei langsung menyambar hingga memicu kening Annelies mengernyit. Lelaki itu melangkah lebih dekat, lalu melanjutkan. “Aku tau mungkin ini terdengar konyol, tapi hatiku tidak bisa berbohong. Aku sengaja pergi ke luar negeri agar bisa menghilangkan rasa ini padamu. Aku kira ini cara yang tepat, ternyata aku salah. Ke mana pun, dan seberapa jauh aku pergi, kau masih memenuhi hatiku, Annelies.” “Kak Alexei, sepertinya kau salah paham. Itu hanya rasa sayang seorang Kakak pada adiknya!” sahut Annelies memicing tegas. “Tidak, Annelies! Aku sangat memahami diriku!” Alexei membalas dengan tatapan nanar. Manik Annelies pun gemetar, terlebih saat Alexei tiba-tiba merengkuh tangannya, lalu mengarahkan ke dadanya. “Kau me
“Tidak!” Annelies memekik sambil membanting setirnya ke kiri.Dia berusaha menguasai kemudi, tapi jalanan yang licin membuat mobilnya sulit terkendali. Apalagi pandangan Annelies juga terhalang hujan yang lumayan deras. Wanita itu mati-matian menginjak rem, hingga sambil mencengkeram setir dengan kuat.Namun, sialnya mobil dari arah berlawanan tadi malah mengarah pada Annelies dan seolah sengaja menabrak bemper sampingnya.“Hah, sial!” Annelies memaki tajam saat kendaraannya menghantam pembatas jalan.Gubrakan terdengar keras seiring kening Annelies yang menghantam setir mobilnya. Sensasi menyakitkan menyerang kepalanya. Tapi saat Annelies mengangkat pandangan, maniknya sontak meluas selebar cakram.Ya, di hadapannya ternyata jurang. Jika saja mobil tak dikenal tadi menghantam lebih keras, mungkin Annelies sudah jatuh ke jurang tersebut.Tatapan wanita itu gemetaran. Pun juga lehernya menegang dan sulit menelan saliva. Namun, detik berikutnya Annelies dikejutkan oleh ketukan di jendel
“Maaf, Nona Cloe. Saya harus mengangkat telepon dulu,” tutur Annelies yang lantas beranjak keluar kamar.Cloe yang mengamati punggung wanita itu menjauh, seketika merasa was-was. Dia melihat sendiri banyak orang yang berniat mencelakai Annelies, termasuk keluarganya sendiri. Sungguh tidak berbeda dengan dirinya. Jadi Cloe seakan tahu betapa sesaknya hidup Annelies.‘Aku harap Direktur selalu baik-baik saja,’ batin Cloe dalam hati.Sementara di luar, Annelies sempat ragu menerima telepon itu. Akan tetapi dirinya tetap mengangkatnya dengan waspada.“Kau menelepon untuk memastikan aku mati atau tidak?!” tukas Annelies sebelum lawan bincangnya angkat suara.Dari seberang terdengar geraman seorang lelaki yang menahan amukan.“Apa yang kau bicarakan? Di dunia ini, mana ada seorang Ayah yang mengharapkan kematian putrinya?” sahut Logan pelan, tapi setiap katanya seperti mencekik Annelies.Ya, orang menghubungi wanita itu memanglah Logan Langford.“Sejak kapan kau menganggapku putrimu?” samba
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit