Share

bab 3

Penulis: Rani Mulyani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

-

bab 3

-

Albi mengetuk-ngetukkan bolpoinnya ke atas meja makan sebuah restoran ternama di kota mentropolintan Jakarta. Sedari tadi ia sudah bosan berada di antara manusia-manusia gila yang ingin menjadikan anaknya sebagai syarat kerja sama alias penyatuan dan penguatan relasi dua perusahaan agar tetap berjalan lancar. Gila saja. Di antara 6 orang yang ada di ruangan private itu, hanya Albi dan kakak perempuannya, Alzhea, yang diam menyimakー diam-diam geram dan ingin pulang.

Sebenarnya Albi sudah pusing terlibat dalam hubungan tidak jelasnya dengan keluarga si gadis tunangannya itu, apalagi embel-embelnya pertunangan bisnis. Albi sangat muak karena mereka bahkan mendiskusikan sesuatu yang notabenenya tak pernah terpikirkan oleh Albi. Aslinya sih, ia juga tak mau kalau dijadikan alat bisnis seperti ini. Apalagi ini bersangkutan langsung dengan hati dan kehidupan dewasanya nanti.

Tak tahan, Albi menggeretakkan gigi. Hendak mengeluarkan protes namun lagi-lagi ditahan oleh Alzhea. Wanita berumur 22 tahun itu menggeleng lemah sembari menatap Albi penuh harap, mengisyaratkan agar Albi diam dan tidak membuat keributan di sini.

"Aku pokoknya mau nikah di Paris!" seru gadis yang merupakan tunangan dari Albi itu terdengar merajuk.

Kalau biasanya tindakan gadis seusianya terbilang imut dan menggemaskan, berbeda dengan pandangan Albi pada gadis itu sekarang. Mengerikan dan menajiskan. Sama sekali tidak ada unsur imutnya.

"Boros. Biaya bolak-balik pesawat dan tinggal di Paris itu mahal. Malah uangnya bisa buat sedekah ke anak panti sama tunawisma," celetuk Albi akhirnya sudah tak tahan, menukas dengan nada datar- sedikit bernasihat.

Sang ibu sedikit menyunggingkan senyum kecilnya, menyadari kalau putra bungsunya ini sudah dewasa dan sikap baik dan pikiran rasionalnya menurun dari sang ayah.

"Ngapain sih? Mending buat investasi sama jalan-jalan ke luar negeri!" Gadis itu tentu saja menolak mentah-mentah nasihat Albi.

Albi melirik sinis, "Elo katanya bunga sekolah? Ngamal aja beratnya kayak mikul beban orang satu dunia," cibirnya tajam.

Alzhea berdecak samar, kemudian menginjak pelan kaki adiknya untuk memperingatkan. "Jangan gitu, Al," bisiknya penuh arti.

"Ngomong yang keras, Kak. Lo di sini sebagai kakak gue. Lo punya hak buat berpendapat. Lo punya hak buat gak setuju. Dan lo punya hak buat nyelametin hidup adek lo sendiri dari pertunangan gak jelas ini."

Di luar dugaan, Albi menanggapi dengan tegas dan jelas. Alzhea sempat terlonjak kaget sebelum akhirnya mengusap dadanya sabar, maklum dengan pembawaan serius dari adik satu-satunya ini.

"Albi, yang sopan." Ibu juga memperingatkan dengan nada lembut.

"Kalo ibu mau aku bersikap sopan, maka ibu dulu yang harusnya sopan sama aku. Ibu kira sopan tiba-tiba jodohin aku sama Minerva yang notabenenya anak dari temennya ibu buat alasan supaya relasi pekerjaan kalian tetap lancar? Dengan ngorbanin masa depan anak ibu sendiri??" Albi meninggikan oktaf suaranya, sudah tak tahan. "Ibu mikir nggak kehidupan Albi selanjutnya bakal kayak gimana?!"

"Ya emang kenapa sih, Al? Ujung-ujungnya juga kamu nanti bakal nikah, kan?!" Minerva menyahut dengan sebal.

Albi mendesah keras, sengaja berbuat tidak sopan untuk menunjukkan kalau ia sudah muak berada di sini. "Bener. Tapi kalo nikahnya nanti, gue gak bakal mau nikah sama orang kayak elo," balasnya sinis. "Dikira tahan liat muka rese lo tiap menit? Gue mah ogah."

Dengan cepat tangan Albi memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Hendak beranjak pergi sebelum tangan kanannya kembali dicekal oleh Alzhea. Albi menghela napas menatap mata bening kakaknya yang memancarkan harapan agar Albi tidak pergi dari sini. Albi sengaja mengabaikannya, kemudian tatapannya berpindah ke Minerva, sengaja menatapnya tajam penuh dendam.

"Jangan lo kira kalo lo punya segalanya lantas hidup lo bakal selalu enak dan semua kemauan lo bakal lo dapet. Ada kalanya manusia lain bisa lebih egois dari lo dan berakhir dia yang bisa ngrebut semuanya dari lo. Termasuk mahkota kecantikan lo itu. Sadar, roda kehidupan itu selalu berputar. Bumi berputar bukan karena lo doang yang jadi ratunya. Banyak ratu lain yang bahkan lebih berbudi dari elo."

Amarah Minerva terpancing. Jelas pemuda yang berdiri di sampingnya itu tengah membandingkan Minerva dengan gadis cantik di luaran sana yang etika dan sifatnya lebih baik dari Minerva. Itu membuat Minerva amat emosi dan marah karena penghinaan Albi. Harga dirinya seolah jatuh dan hancur lebur karena dipermalukan di hadapan keluarganya dan keluarga Albi sendiri.

"Satu lagi." Albi berbalik sebelum menggapai kenop pintu keluar. "Rumus lo di TO Mandiri 2 kemaren kurang tanda minus. Makanya masih ada 5 nomor yang salah. Ternyata kalo soal ketelitian, Pena masih jauh di atas lo."

-

Bab terkait

  • Stuntman   bab 4

    -bab 4-Pemuda itu masih mengenakan seragam putih abu dan almamater berwarna biru tua dan putih dengan logo SMA Nufa di dada sebelah kirinya. Di dada sebelah kanannya, terpasang nametag dengan ukiran nama Albino Syahrian.Rambutnya berantakan karena diterbangkan oleh angin malam. Sebelah tali tas ransel berwarna hitam polos bertengger di atas bahu kirinya. Sepatu PDH nya sudah kotor karena gesekan sol sepatu dengan trotoar yang membuat sepatunya menjadi kusam tertimbun debu.Angin malam yang dingin menerpa wajah putih Albi hingga membuatnya terasa agak kaku. Untung saja Albi masih dilindungi almamater yang cukup membuat dinginnya angin malam tak sepenuh

  • Stuntman   bab 5

    -bab 5-Pukul 11 malam kos khusus putri di komplek Pinangsia itu sudah sepi. Karena peraturan dalam kos menuliskan kalau penghuni kos dilarang keras pulang malam atau keluar malam. Bila sangat penting seperti menyangkut tugas negara sih boleh, tapi harus ijin dulu ke pemilik kos.Alasan di atas yang membuat Pena jadi was-was sekarang. Walau seluruh lampu utama kos sudah dimatikan, masih ada satu-dua titik cahaya dari lampu dinding pojok pintu yang sengaja dibiarkan menyala.Pena memang gadis yang memiliki kebiasaan unik. Setidaknya setiap jam 10 malam ia akan keluar ke supermarket s

  • Stuntman   bab 6

    -bab 6-Berani sumpah, Albi bahkan sudah lupa bagaimana wangi masakan ibunya saking lamanya mereka berpisah rumah karena Albi yang hanya ingin tinggal bersama kakak perempuannya, Alzhea. Albi juga anti sekali memakan makanan kalau bukan Alzhea yang memasak. Tapi malam ini, lagi-lagi untuk yang pertama kalinya yang kesekian kali, Albi merasakan masakan lezat dari tangan musuh bebuyutannya.Awalnya Albi meragukan kemampuan memasak Pena, namun tanpa disangka, gadis cantik itu berhasil membuktikan dirinya. Walau galaknya dua kali lipat seperti anak lelaki, ternyata Pena masih punya sisi wanita di dalam dirinya. Tangan-tangan mungilnya itu ternyata s

  • Stuntman   bab 7

    -bab 7-Pena mengucek sebelah matanya. Menguap sekilas karena kantuknya sudah datang menyerang. Padahal di jam-jam segini Pena biasanya sudah duduk anteng di depan laptop untuk menulis artikel. Tapi karena aksi heroiknya memberi tumpangan penginapan untuk Albi malam ini, Pena jadi harus capek dua kali.Seumur-umur ngekos di sini, Pena tak pernah mau menerima tamu orang luar untuk menginap di kamar kos pribadinya. Bahkan teman-teman sekelasnya saja jarang main ke kos Pena. Palingan kalau kumpul Pena yang diajak keluar untuk ngegabut bareng di rumah Jena- itupun kalau Pena lagi mau banget.Malam ini, pertam

  • Stuntman   bab 8

    - bab 8 - Minerva keluar dari salah satu bilik toilet siswi. Tangannya merogoh ke saku rok, mengeluarkan sebuah lipstick merah muda mencolok dan mengoleskannya di bibir. Gadis itu memang sudah cantik dari dulunya. Tanya saja para buaya di luar, siapa yang tidak suka dengan Minerva? Jelas tidak ada. Kecuali satu. Albino Syahrian. Gadis berambut coklat gelombang itu mencebik, menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Helaan napas panjang keluar dari hidungnya. Agak kesal karena belum bisa menaklukkan hati tunangannya. Padahal semua sudah berjalan sesuai rencana, tapi tetap saja Albi kekeuhnya naudzubillah untuk membatalkan pertunangan mereka. Hati pemuda itu amat keras layaknya batu. Untung saja

  • Stuntman   bab 9

    -bab 9-"Ji plis lahhh bantu gue negoin ke papah lo!!!" Pena merengek melas ke teman satu kelasnya, Radimas Ozzien atau yang kerap dipanggil Oji."Nggak berani gue njir! Papah sendiri udah nentuin kriteria umur buat semua pelamar kerja di perusahaannya, Na!" Oji mengelak tegas.Pena merengut, tengah meluncurkan strateginya untuk membuat Oji luluh dan berakhir membantunya. Pena sangat butuh pekerjaan sekarang. Dan ia tertarik untuk menjadi pengantar paket di perusahaan paket kilat milik papahnya Oji. Sayang, kriteria pekerja yang dibutuhkan haruslah berumur 19 tahun ke atas. Sedangkan Pena sendiri baru berusia legal alias baru berumur 17 tahun. Alhasil Oji menolak mentah-mentah permintaannya.

  • Stuntman   bab 10

    -bab 10-"Temen-temen lo itu pada gak ada akhlak ya!" Albi mencibir setelah tiba di depan wastafel toilet siswa. "Halah lo aja yang baperan." Pena balas mencibir. "Berani banget ya lo sama gue?" Albi menatap Pena tajam yang sedetik kemudian matanya ditutup paksa oleh Pena guna membersihkan noda spidol di wajahnya dengan air mengalir. "Kenapa juga gue gak berani sama lo?" Pena berbalik tanya dengan berani. "Padahal sebelumnya emang gak pernah ada yang berani sama gue." Albi mendesis ger

  • Stuntman   bab 11

    -bab 11-Sudakuaidi merupakan salah satu perusahaan layanan jasa paket kilat di Jakarta. Namun perusahaan ini menjadi satu-satunya perusahaan yang menggunakan nama dari bahasa mandarin. Sudakuaidi berarti pengiriman paket Suda. Dan nama perusahaan ini cukup umum dipakai di China.Pena sendiri tau karena ia banyak belajar dari menonton drama China. Selain pintar mata pelajaran eksak dan humaniora, Pena juga cukup fasih berbahasa Korea, China, dan Inggris. Pena orang lokal, namun ia ingin mempelajari dunia luas, termasuk belajar banyak macam bahasa.Kali ini, Pena bertekad untuk masuk universitas negeri yang bagus sesuai minatnya. Maka dari itu, Pena berjuang mati-matian

Bab terbaru

  • Stuntman   bab 27

    -Bab 27-"NA?!"Suara pemuda lain membuat Pena terjingkat. Gadis itu agak memiringkan kepalanya, keningnya mengernyit melihat Albi berjalan tergesa menghampirinya. "Ngapain dia di sini?"Tatapan Pena berpindah ke Disti. "Lo yang manggil?""Dia kan tunangannya Minerva?" sahut Disti polos.Pena berdecak, "I know," katanya. "Tapi dari mana lo kenal berandal itu?"Netra Disti melebar, kemudian bergerak liar mencari peralihan. "Gueー""Minerva sebenernya kenapa?" tanya Albi langsung."Katanya tabrak lari." Pena mengangkat kedua bahunya acuh. "Kenapa dia bisa

  • Stuntman   bab 26

    -Bab 26-Pria berumur 31 tahun itu melangkah menyusuri rak buku di kantornya. Tangannya terulur mengambil satu buku yang bertajuk Niksen: Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Melakukan Apa-Apa. Kemudian membawa buku itu ke meja kebesarannya sebagai Kepala Sekolah, duduk berhadapan dengan adik sepupu yang lebih sering dianggap sebagai anaknya. "Jadi yang buat obat baru itu Pena?" tanya pria itu kemudian, setelah mendengar keseluruhan cerita Albi."Gila gak sih? Gue ngerangkai listrik buat satu rumah gue aja masih acak-acakan. Eh si Pena udah buat obat aja. Itu pun dua tahun lalu, Bang!" Albi mengusap wajahnya frustasi.

  • Stuntman   bab 25

    -bab 25-Pena orang lokal.Atau tepatnya, ia dianggap sebagai orang lokal.Padahal dari wajahnya, pasti sudah jelas kalau gadis itu memiliki darah orang luar ーKorea.Mamanya adalah satu dari banyak keturunan keluarga Ryu. Lalu Papanya, adalah seorang jeniusawan sukses yang berhasil membeli satu Kincir Angin Panemone Persia untuk dipersembahkan kepada sang istri. Namun sayang, keduanya sudah berada di sisi Tuhan sekarang.Pena selalu menyesal mengapa ia tak belajar tentang kedokteran, teori alam semesta, atau belajar tentang listrik, dulu, saat keluarganya masih

  • Stuntman   bab 24

    -bab 24-Mimpi buruk.Hal yang setahun belakangan ini tak pernah Pena alami, malam ini terulang lagi. Entah apa penyebabnya, Pena rasa isinya hanya hitam. Gelap. Dan identik dengan sesuatu yang buruk. Pena tak pernah menyukai warna hitam. Karena hitam identik dengan kegelapan, kesedihan, dan keburukan. Entah apa maksud sebenarnya dari hitam di dalam mimpi Pena malam ini, ia berharap itu bukan sesuatu yang buruk.Walau nyatanya harapan itu sia-sia saja. Keesokan harinya, Pena semakin frustasi karena otaknya selalu memutar mimpi hitam itu. Mem

  • Stuntman   bab 23

    -bab 23-Cangkul itu diseret menyusuri jalan setapak di pemakaman yang cukup jauh dari Kelurahan Pinangsia, kelurahan tempat tinggal si bunga sekolah Nufa itu. Peluh menghiasi sekitar dahinya karena lelah sehabis melakukan aktifitas yang merupakan dosa besar seluruh umat Islamー yang bahkan ia sendiri tidak peduli lagi dengan dosa yang akan didapatnya nanti.Sungguh, otaknya benar-benar sudah berada di luar kendali. Ini hal tergila kedua yang gadis itu lakukan dalam minggu ini. Hal mengerikan yang bisa saja membuat nyawanya ikut terancam karena dijadikan tumbal. Namun ia sudah tidak peduli. Ia ingin melihat targetnya menderit

  • Stuntman   bab 22

    -bab 22-"By the way lo tau siapa yang menang vote dan bakal jadi pasangan gue?" Pena kembali berbalik memandang Minverva dengan senyuman misterius.Minerva mengernyit, ikut penasaran dengan siapa yang akan menjadi pasangan tari Pena nantinya."Albino Syahrian."Tangan Minerva terkepal kuat, siap meninju Pena kapan saja. Mendengar nama Albi yang keluar dari mulut gadis tomboy itu, rasanya Minerva benar-benar tak terima kalau yang menjadi pasangan Albi dalam tari nanti adalah sosok Pevita Natalia."Loー"

  • Stuntman   bab 21

    -bab 21-Seringaian kecil misterius muncul di wajah Pena setelah ia melihat papan pengumuman Nufa yang telah memuat dua berita baru. Di dua daftar berita itu, ada nama Pena yang tercantum di dalamnya. Dalam hati Pena senang, karena kemampuannya diakui. Juga muncul sedikit perasaan ingin menyombongkan diri di depan bunga sekolah."Minerva mana?" tanya Pena pada seorang gadis yang berasal dari kelas 11 IPA 8, Gisella."Tadi sih pergi ke atas, rooftop kayaknya," jawab Gisella singkat.Pena menatap sekilas tangga ujung koridor yang langsung menuju ke rooftop sekolahnya, kemudian ke

  • Stuntman   bab 20

    -bab 20-"Ada satu orang," kata Pena kemudian. "Ada satu orang yang pada hari final pembuatan obat ini, dia datang ke laboratorium pusat kota buat nemuin saya," lanjutnya.Albi tertarik, kemudian agak menarik dirinya untuk mendekat ke arah Pena. Ayah dan Ibunya pun turut mendekat karena berharap Pena bisa menuturkan titik terangnya. Agar mereka tidak salah sangka lagi."Jadi beginiー ih apa sih lo gak usah nempel-nempel!" sentak Pena mengusir Albi yang mendekat secara reflek ke arahnya. Apalagi ia bisa merasakan kalau dada bidang Albi menyentuh bahu kanannya membuat Pena risih dan agak deg-deg an.&nbs

  • Stuntman   bab 19

    -bab 19-Albi mengernyit, "Lo nyiptain beberapa obat baru buat penyakit langka yang baru-baru ini sering muncul, Na?" tanyanya tak percaya."Kenapa? Speechless lo? IQ gue 138 kalo lo lupa." Pena memutar bola matanya jengah."Oke, gue tau. But, gimana caranya lo buat obat-obatan itu?" tanya Albi masih penasaran dengan cara kerja otak Pena yang bisa langsung direalisasikan dengan nyata tanpa abal-abal belaka."Dari dulu Mama selalu buat catatan pribadi mengenai cara buat obat gunain tanaman langka yang ada di kebunnya. Mama juga nulis detail tutorialnya

DMCA.com Protection Status