"Hei, Siska! Keluar kamu!" Suara seorang yang berteriak kasar, terdengar.
Aku yang sedang tiduran di dalam rumah, dengan terpaksa harus bangkit dan melihat keributan yang terjadi di luar rumah."Haduh, apalagi sih ini? Baru juga tiduran sebentar, sudah ada aja yang bikin kesel. Mana bahuku sakit sekali lagi. Ingin tiduran, malah dapat gedoran di pintu. Menyebalkan!"Mulutku terus saja menggerutu saat hendak membuka pintu."Siska!!!" Teriakan itu kembali terdengar. Bahkan, dengan suara yang semakin keras. Tak menunggu lama, aku langsung mempercepat langkah menuju ke arah pintu."Ada apa sih, mbak Dewi ini, datang ke rumah aku, marah marah begini."Aku yang sudah membuka pintu, langsung bertanya pada intinya. Heran deh, malam malam begini, ada aja yang cari masalah denganku. Pikirku dengan kesal. Kulihat Mbak Dewi, seorang wanita cantik dengan dandanan menornya, datang bersama dengan kakak madunya."Tentu aja aku marah marah. Dasar janda gatel kamu ya! Beraninya kamu godain suamiku. Udah gak tahan kamu, pengen rasain pisang tetangga!" ujarnya yang membuat Aku langsung naik pitam, hanya dengan sekali tuduhan saja.Sosok kakak madu dari mbak Dewi terlihat mangut mangut, setujui apa yang dikatakan oleh adik madunya kepadaku.Enak aja menuduhku sembarangan. Walau aku ini seorang janda, aku gak pernah kegatelan. Apalagi, kegatelannya sama laki orang. Mana istrinya udah tiga, lagi."Jangan sembarangan kamu Dewi. Siapa juga yang godain suami kamu?! Laki jelek gitu juga. Mana mau aku!" Aku bersedekap dada. Kupandangnya Dewi dengan wajah kesal dan geram. Tak lupa dengan wanita yang ada di sebelahnya. Memangnya, aku takut apa sama dia? Eh, sama mereka?Oh, tentu aja tidak!Walau bibirnya Semerah cabe rawit dengan level tertinggi, aku tak takut dengannya. Aku bahkan, bisa mengolah cabe itu, hingga jadi bahan makanan yang lezat. Lalu, akan aku lahap habis, sampai tak tersisa.Lihat, lihat. Bibirnya tertutup rapat. Tapi bisa kulihat, jika gigi yang berada di dalamnya, sedang saling bergesekan satu sama lain. Pasti saking geramnya dengan perkataan yang aku katakan padanya.Yah, beginilah kejujuran. Walau menyakitkan, tapi harus dikatakan bukan? Dan apa yang aku katakan ini 100% benar. Mas Jaka, suami dari Mbak Dewi ini memang jelek. Hanya saja, dia tajir melintir. Tentu aja Mbak Dewi ini takut kehilangannya. Pasti kakak madunya pun menakuti hal yang sama.Sudah kuduga!Bisa mati gaya Mbak Dewi ini, kalau jatuh miskin.Oh, no! Mungkin, itu pikirnya dalam hati."Kurang ajar kamu! Sudah menggoda suami orang, pake ngatain jelek segala lagi." Dewi tak terima. Sekarang, ia menunjuk wajahku dengan sangar."Iya, mentang dia cantik, bisa ngatain suami kita sembarangan! Dasar janda gatel!" Mbak Rika, kakak madu dari mbak Dewi akhirnya ikut bersuara juga. Tak kusangka, suara keluar dari mulutnya tak kalah pedas dari suara yang keluar dari mulut adik madunya."Loh, itu kan memang kenyataannya. kalian aja yang gak sadar, punya laki jelek. Tapi, gayanya ituloh.... Bilangin sama laki kamu dan kamu yang so kecakapan itu, jangan suka gangguin aku, kalau aku lagi jualan. Walaupun aku ini seorang janda, seleraku bukan dia."Ini kenyataan. Walau si Mas Jaka itu kaya raya. Aku tak akan mau dengannya. Sudahlah beristri tiga, matanya masih aja suka jelalatan sama janda bohay kayak aku. Ih, ora Sudi aku!Semua bermula saat kemarin malam Mas Jaka itu membeli nasi goreng ke tempatku."Neng, nasi goreng berapa?" tanya seorang pria berperut buncit. Matanya berkedip sebelah. Senyumnya merekah saat aku langsung menoleh ke arahnya. Siapa lagi, kalau bukan mas Jaka, orang tajir melintir yang sukanya godain janda."Special apa yang biasa aja, pak?" tanyaku dengan ramah. Wajarlah, aku bersikap demikian. Toh, aku ini seorang penjual, dan seorang pembeli datang menghampiriku bertanya."Yang spesial dong. Masa yang biasa aja." Pria buncit itu kembali membalas. Wajahnya masih sama, masam mesem tak jelas. "Oh iya, jangan panggil Pak, dong. Panggil Mas aja, biar enak.""Lima belas ribu, Mas." Aku memberitahu harganya dengan ramah, sambil mengganti nama panggilan untuk pelangganku ini."Murah amat, Neng.""Ya udah, seratus lima puluh ribu aja. Mau gak?""Kok, mahal amat, Neng."'Wush!'Aku refleks menghindar saat laki buncit itu hendak menyentuh tanganku."Jangan sembarangan ya, Mas. Ini banyak orang loh! Kalau aku teriak, Mas Jaka bisa abis!" ancamku dengan nada kesal. Bisa bisanya aku di goda di tempat jualanku sendiri. Dasar laki laki mata keranjang!"Eh, eh. Kok marah sih. Mas Jaka yang kaya raya ini kan cuma becanda!""Gak lucu, Mas!""Hehe, maafin ya... Jadi, berapa tadi harganya?"Haduh, dia ini tuli atau apa sih? Dengan kesal aku kembali memberitahunya."Lima belas ribu, Mas Jaka yang kaya raya.""Oh iya, mas Jaka lupa. Kok mahal amat, Neng?" Kembali pertanyaan yang sama terdengar."Katanya tadi murah!" Aku mencibir. Mas Jaka yang buncit itu malah garuk garuk kepala. Pasti banyak kutunya tuh!Ih, geli."Jadi, gak nasi gorengnya? Yang spesial kan?" Aku bertanya kembali untuk memastikan. Jadi tidak, dia beli? Kalau cuma mau godain aja, mending gak usah! Pergi aja sana!"Kalau neng Siska, harganya berapa?"Aku melotot! Dia bilang apa barusan? Berapa hargaku?! Minta dihajar nih orang!Baju lengan pendek, aku naikkan lagi ke atas. Hingga memperlihatkan lengan dekat bahuku yang begitu mulus dan kinclong.Sial! Bukannya takut, laki buncit itu malah melongo lihat tanganku yang mulus dan kinclong ini. Niat hati ingin menghajar, dia malah dapet durian runtuh. Karena bisa melihat tanganku yang mulus."Bagus ya ... Istri udah tiga, masih aja ganjen sama janda! Emang bener bener ya, Abang ini. Gak cukup apa, Abang udah punya istri tiga. Masa Abang malah mau nambah lagi? Kurang lahan, Bang?!"Tak kusangka dan tak aku duga. Aku yang sudah siap ingin menghajarnya, tiba tiba saja di hentikan oleh seorang wanita dewasa dengan kerudung merah marun yang menutupi bagian kepalanya datang, lalu memarahi si Mas Jaka ini dengan cepat.Tangannya terulur, lalu memegangi telinga si Mas Jaka dengan bringas. Hingga membuat si pemilik telinga itu Meringis kesakitan minta dilepas."Aw, aw, aw!" Bisa aku dengar, Mas Jaka beberapa kali meringis kesakitan karena tangan yang menjewer telinganya begitu keras."Sakit ya, Bang?! Rasain! Ini akibatnya, karena Abang udah genit sama Neng Siska! Gak tahu diri! Udah tua, bukannya tobat, malah pengen bikin maksiat! Bener bener Abang ini!"Wah, aku suka ini. Seorang istri datang memergoki suaminya yang sedang menggoda seorang janda, tanpa menyalahkan si wanita."Makannya Mas, jangan suka genit sama orang. Inget anak istri di rumah. Mana istrinya ada tiga lagi. Masa sih, mau nambah lagi. Aku sih ogah!" kataku yang terlihat puas saat melihat pemandangan di hadapanku.Tak ayal, para pembeli yang sedang menikmati nasi goreng buatanku ikut menyaksikan drama rumah tangga, di mana sang istri datang melabrak sang suami yang sedang menggoda seorang janda."Iya nih. Udah tua, bukannya insyaf, malah makin menjadi," tambah istrinya yang aku lihat begitu cantik. Berbanding terbalik dengan suaminya yang memiliki paras tidak menarik. sudahlah buncit, hitam, matanya jelalatan lagi!Hanya satu yang menarik darinya. Yaitu, hartanya.Haduuuuh! Sabar bener yang jadi istri pertamanya ini."Ayo, Bang. Pulang! Kalo Abang masih genit aja, adek potong nanti pisangnya, biar gak bisa bercocok tanam. Mau!"Wadaw!Bibirku meringis. Ancamnya sungguh membuat nyali si Mas Jaka ini kritis.Bagus! Laki model dia, memang pantas diancam seperti itu. Biar tahu diri sedikit."Jangan dong, Dek. Kalau pisang Abang di potong. Nanti, kalian bertiga gimana? Gak sayang emang, sama Abang?!"Dih, apa itu? Kulihat laki buncit itu merengek pada istrinya yang cantik. Lama lama, mual juga aku lihatnya."Gak peduli! Sekarang, ayo pulang?! Kalau enggak mau, Adek beneran potong pisang Abang!" ancamnya dengan garang.Aku merinding. Iiih, seram!"Kenapa kamu? Lagi bayangin pisang tetangga ya?"Lamunanku yang panjang buyar. Seketika mataku mengerjap saat kudengar Dewi bertanya.Aku kira, masalah semalam cukup dengan istri pertamanya Mas Jaka aja. Eh, taunya ..., kedua kedua istrinya yang lain malah datang dan memperpanjang masalah denganku. Padahal, yang genit kan suami mereka. Bukan aku.Dan apa katanya barusan? Aku lagi bayangin pisang tetangga? Idih, enggak!Enak aja dia menuduh! Mending seger, ini alot.Lelah rasanya. Adu mulut terjadi antara aku dan juga kedua istri dari Mas Jaka. Mereka berdua mengatai aku yang tidak tidak. Mulai dari janda gatel, sampai janda kurang belaian. Kurang kerjaan. Padahal, mereka pasti malu tuh, mengakui aku sebagai seorang janda idaman. Buktinya, suami mereka terpikat dengan pesonaku.Bukan salahku bukan, jika aku menjadi seorang yang di idamkan sebagai seorang wanita?Beruntung, istri pertama si Mas Jaka itu datang saat adu mulut antara kami bertiga sedang sengit sengitnya."Kalian itu ngapain di sini malam malam? Mbak kan udah bilang, yang genit itu suami kita, bukan Neng Siska. Masih aja ngeyel mau labrak Neng Siska. Bener bener kalian berdua ini." Istri pertama mas Jaka geleng-geleng kepala saat mengetahui tingkah dari kedua adik madunya. Nah, ini nih yang bener. Bukan aku yang menggoda suami mereka. Justru, suami merekalah yang secara terang-terangan menggodaku dengan sikapnya yang genit."Kami kan cuma mau memberi peringatan aja buat si janda gat
"Hah, hih, huh! Hah, hih, huh!" Suara deru napasku yang ngos ngosan. Persis kayak orang bengek dapat kabar yang kurang menyenangkan, alias kurang membahagiakan. Seperti itulah aku sekarang. Dengan kebaya putih yang membungkus tubuh bohai ku, aku berlari secepat dan sekuat yang aku bisa. Menengok ke kiri dan ke kanan. Tak lupa juga ke belakang, semoga aja, para pengejar itu tak bisa mengejarku, yang sudah berlari secepat kilat. Mengalahkan cepatnya kereta api yang belum lewat. Namun, namun--"Nah! Ketemu kamu!"Hah, aku terkejut! Baru juga mau berenti ini ngos ngosan, udah Dateng aja yang ngejar. Mana kedua tanganku kini di cekal mereka lagi.Asyem se asyem-asyemnya! Aku ketangkap! Mana tanganku sakit lagi!"Ampun Bang Abang. Siska jangan di bawa ke tempat itu lagi, ya?" pintaku memohon dengan segenap jiwa dan raga. Bahkan aku sampai memasang wajah memelas, sememelas mungkin agar mereka mau menuruti keinginanku. Yaitu, melepaskan aku."Enak aja! Gak bisa ya? Emang, Neng Siska mampu
~Abang pilih yang mana? Perawan atau janda? Perawan memang menawan. janda lebih menggoda.~Lantunan lagu dangdut yang pernah nge-hits pada masanya sedang berdendang di sebuah kotak musik yang sudah lama sekali aku gunakan bersama mendiang suamiku dulu. Tak ayal lagu itu membuat aku pun langsung mengikuti alunannya. Bahkan untuk sesaat, aku juga rindu pada mendiang suamiku itu.Hemm... lagunya emang cocok banget sama status aku saat ini. Hihihi. Aku terkikik dengan ucapanku sendiri. Karena faktanya memang seperti itu. Janda seperti aku ini memang jauh lebih menggoda daripada seorang perawan. Hingga pantas saja jika si Mas Jaka buncit itu sampai tergila-gila kepadaku dan ingin menjadikanku sebagai istri keempatnya. Bahkan, bukan hanya si mas Jaka buncit itu saja yang tergila gila padaku, tapi masih banyak pria yang lainnya juga. Termasuk, seorang tukang sayur yang sudah menjadi langganan ku sejak masih bersuamikan mendiang suamiku dulu."Yuuuurrrrr, sayuuuuur!"Nah, pucuk dicinta ulam
"Aduh, maaf ya! Sibuk banget sampai nggak lihat jalan." Aku berkata entah apa. Kenapa ya, kok jadi gak nyambung gini sih. Haduh!Aku menggeleng pelan, beberapa kali."Tidak apa-apa. Mbaknya baik-baik saja?" Oh, my!Mbak? Dia panggil aku, Mbak? Emang muka aku setua itu kah?"Eh, aku gak papa kok! Oh iya. Panggil aku Siska. Jangan mbak. Aku belum tua loh!" kataku sedikit tak suka. Lihat-lihat. Pemuda yang belum aku ketahui namanya itu malah tersenyum. Dan ah, senyumnya bukan bikin sehat, malah bikin aku diabetes. Ya Tuhan ... sehatkan aku, supaya aku bisa deket-deket terus sama pemuda yang tak hamba ketahui namanya itu."Mbak?" panggilnya padaku. aku terkesiap. Namun, belum mampu aku jawab."Kok malah diem aja. Mbak gak papa 'kan mbak? Saya jadi gak enak, karena udah nabrak mbaknya. Eh, maksud saya ... Siska.""Wah, kamu ganteng sekali! Ehm, iya, aku baik-baik aja. Aduh, ngomong apaan ya, aku?Tapi, terima kasih sudah bertanya."Huh! bodoh, bodoh, bodoh! Pake acara keceplosan segala l
Aku tuh awalnya kaya di film romantis gitu deh, pas liat mata cokelat seksi milik Reyhan. Jantungku berdegup kenceng abis, kaya kucing lagi liat ikan gitu. Terus si Reyhan malah senyum, lihat aku yang lagi masam mesem gak jelas.Tangannya yang oh may may itu menjinjing belanjaanku, karena si kang sayur gak mau kalau aku pergi tanpa berbelanja terlebih dulu sama dia. Katanya sih, "pedekate sama orang lain, boleh. Lupain cinta Akang buat Neng Siska, juga boleh. Tapi, kalau mau cari yang baru, belanju dulu atuh. Jangan bikin kang sayur yang lagi patah hati karena neng Siska dah punya pengganti itu, gak jadi belanja di sini. Makin patah hati lah akang ini dibuat Neng Siska."Jadilah, mau tak mau, aku harus berbelanja di sana. Ayam sama daging, menjadi pilihanku. Tak lupa dengan bumbunya sekalian. Tambah buah jeruk deh sekilo. Jadi belanjaanku cukup banyak. Tapi, kayaknya kurang kalau makan tanpa sambal dan lalapan. Cuaca kuperkirakan bakalan panas. Kayaknya, makan yang pedes pedes enak t
Perjalanan menuju Gang Soang, untuk mencari seorang tunangan yang hilang, tetap aku lanjutkan. Walau dengan hati yang galau dan merana, aku tetap bertekad untuk membantu Reyhan. Tak akan aku biarkan Reyhan tahu kalau aku sedang galau karena sudah dengan cepat mengharap cintanya. Oh, Tuhan ... kenapa Engkau hukum Siska dengan jatuh cinta secepat kilat kepada Reyhan ini?"Masih jauh ya?" tanya Reyhan secara tiba tiba. Mungkin dia bosan karena sedari tadi aku hanya diam dan membiarkan mulutku ini bungkam dari ocehan."Bentar lagi." Aku menjawab sekenanya. Karena memang, Gang Soang sebentar lagi akan dijumpai."Neng Siska?" Seseorang memanggil. Aku menoleh sinis. Dari suaranya saja, aku sudah tahu bin hapal, kalau itu adalah suaranya di mas Jaka buncit. Manusia badut yang hobinya kawin terus. Ialah si mas Jaka, pemeran antagonis yang semalam ada dalam mimpi burukku.Hii ... Mengingat kembali soal mimpi buruk semalam, rasanya aku pengen nendang dia saat ini juga.Huh! Dalam mimpi aja dia
Panas matahari yang terik, terasa membakar wajah ini. Tapi, tak sedikit pun menyurutkan niat dan tekadku untuk terus membantu si ganteng Reyhan buat cari tunangannya.Jadi, aku yang memang punya naluri detektif ala-ala Sherlock Holmes versi rempong ini, dengan semangat penuh aku siap membantu Reyhan mencari tunangannya yang ilang itu. Walau dengan taruhan hati aku yang terluka.Ce ileh!Langsung aja aku lirik si ganteng Reyhan, "Emh, Reyhan! Tenang aja, aku siap membantu kamu nyari tunangan kamu yang entah kemana itu. Kita bakal selidikin Gang Soang bareng-bareng!"Reyhan pun cuma bisa jawab, "Aduh, terima kasih ya, Sis! Aku bener-bener gak tahu harus ngapain lagi.""Ya bantu cari lah! Emang mau ngapain lagi?!" sahutku membalas ucapannya.Laki laki tampan itu tergelak karena mendengar ucapanku.Oh,tidak! Jaangan tergoda lagi dengan senyumnya yang menawan itu lagi, Siska! Move on!Banyak kok laki laki yang ngejar aku dari para pemuda alias berondong, hingga bapak bapak tua bangka. Sem
Greget greget gimana aku jadinya. Baru juga bertanya, seseorang sudah memanggil nama Reyhan dengan sangat kencangDan ... dugaanku benar!Si Naura Husada itu sedang berlari manja ke arah si Reyhan. Lalu tanpa aba aba, dia memeluk Reyhan tepat di hadapanku. Melupakan aku yang berada di samping tunangannya.Parahnya lagi, tunangannya itu adalah seorang laki laki yang langsung membuat aku jatuh hati saat pandangan pertama.Oh Tuhan ... kenapa dunia begitu kejam padaku?Sainganku yang sejak dulu selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, kembali Engkau hadirkan lagi dalam hidupku.Ah, aku frustasi!"Aku kangen kamu," kata SI Klinik itu dengan nada suaranya yang manjalita.Uwek! Aku kok malah kepengen muntah jadinya.Denger si Klinik itu bilang kangen sama Reyhan, hati aku panas plus sebel juga,"Kamu gak papa 'kan Ra?" tanya Reyhan. Lelaki yang kusuka dalam pandangan pertama itu nampak sangat khawatir pada tungannya itu. Terlihat dari ekspresi wajah dan juga suaranya. Aku tahu dia begitu