AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!

AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!

last updateLast Updated : 2023-03-12
By:  Puspita852Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
46Chapters
22.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Widya masih bisa bertahan, walaupun rumah tangganya sering direcoki para iparnya. Namun, dia tak bisa lagi bertahan ketika sang suami mulai dekat dengan wanita yang datang dari masa lalunya. Widya menyerah, setelah mengetahui sang suami menikah lagi. Tak mudah menjalani kehidupan setelah menjadi janda. Namun, kebahagiaan selalu datang setelah bisa melewati cobaan hidup.

View More

Chapter 1

satu

Baju yang sudah terlipat rapi itu kini kembali berserakan setelah Mas Anam menendangnya.

"Apa-apaan sih, Mas!" seruku tak terima. Entah apa lagi yang diadukan Mbak Sri pada suamiku, hingga membuatnya murka.

"Apa yang kamu lakukan pada Mbak Sri? Hah?" tanyanya sambil membentak. Hal yang akhir-akhir ini sering dia lakukan. Mas Anam akan marah-marah tak jelas setelah mendapat aduan dari kakaknya. 

"Seperti yang dia adukan padamu, apalagi? Buat apa bertanya lagi? Emang kamu pernah mendengar penjelasan dariku?" sahutku sambil melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda.

"Oh, sudah berani membantah sekarang, ya!" Mas Anam berbicara dengan satu tangan mencengkeram rahang ini. Sakit, tetapi ada yang lebih sakit lagi, sebongkah daging yang ada di dalam dada. Hati.

Dengan jarak dekat seperti ini, aku menatap lekat ke dalam manik matanya, berusaha menyelami dan mencari apa yang ada di dalam sana. Masihkah ada cinta untukku. Namun, yang terlihat hanya amarah yang semakin membara. 

Perlahan aku memegang tangan kekarnya. Seperti tahu maksudku, Mas Anam pun melepaskan cengkeramannya. Namun, tidak dengan kelembutan, tubuhku sedikit terhuyung ketika dengan kasar lelaki itu melepaskan tangannya sambil sedikit mendorong.

"Jadi benar apa yang dikatakan Mbak Sri, kamu sudah berani membentaknya?" tanyanya memastikan. Tatapannya masih setajam elang.

"Kalau iya, kenapa?"

Mas Anam nampak terkejut mendengar jawabanku. Mungkin dia tak menyangka sekarang aku berani membalas setiap perkataannya. Aku yang dulu pendiam dan penurut kini mulai muak dengan segala keinginannya yang berhubungan dengan kakak dan adiknya itu.

"Ingat, Widya. Dia itu kakakku sampai kapanpun, kamu tak bisa menggantikan posisinya di hatiku!" hardiknya.

Entah sudah berapa kali Mas Anam mengingatkanku tentang hal itu, agar aku menghormati Mbak Sri, kakaknya dan menyayangi Lilis, adiknya. Aku bisa melakukannya kalau mereka juga bisa memperlakukan aku dengan sama.

Dering ponsel menghentikan amarahnya. Gegas lelaki yang sudah menghalalkan diriku itu merogoh saku sambil berjalan menjauhiku. Setelah berbicara di telepon, Mas Anam pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa.

Aku hanya bisa menghela napas agar rasa sesak di dada segera hilang. Ingin rasanya menangis dan mengadu, tapi pada siapa? Tak ada keluarga di kota ini, karena orang tuaku adalah pendatang. 

Setelah merenung cukup lama akhirnya aku kembali merapikan baju yang berserakan. Tak lama berselang terdengar bunyi notifikasi dari ponsel yang tergeletak di lantai. Aku pun segera meraih benda pipi yang tergeletak di antara baju yang hendak kumasukkan ke dalam lemari.

[Rasain! Enak gak dimarahi suami?] 

Bunyi pesan dari Mbak Sri. Aku hanya membacanya tanpa berniat untuk membalas. Rupanya dia sangat bahagia mengetahui jika aku dan Mas Anam baru saja bersitegang.

[Pasti lagi mewek di pojokan, kasihan. Hahaha] 

Lagi dia mengirim chat.

[Mangkanya jangan berani macam-macam kamu. Ingat siapa dirimu! Dulu kamu itu hanya anak seorang buruh cuci, sudah untung adikku mau menikahimu. Bukannya bersyukur, malah sok-sokan berani sama aku. Rasain kena damprat Anam. Hahahaha]

Semua hanya kubaca, sama sekali tak ada niat untuk membalasnya karena itu hanya akan menghabiskan waktu saja.

**

Keadaan rumah semakin sunyi, karena aku hanya sendiri. Setelah bosan menonton serial televisi, aku pun beranjak ke dapur untuk memanasi sayur. Setelah selesai, bergegas ke kamar dan mulai berselancar di dunia maya. Di sanalah kucurahkan isi hati, merangkai kata demi kata sehingga menjadi sebuah cerita, sebuah hobi baru yang dapat menghasilkan rupiah, walaupun belum seberapa.

"Widya!" 

Panggilan itu terdengar diantara gedoran pintu. Aku pun segera bangkit, karena hapal betul siapa pemilik suara tersebut.

"Widya!"

Lagi, terdengar teriakan Mas Anam. Langkahku semakin cepat, agar tak menimbulkan kegaduhan.

"Widya!" 

Teriak dan gedoran itu semakin keras, membuat menekan dada karena terkejut ketika hendak membuka pintu. 

"Waalaikumsalam," ucapku sambil membuka pintu.

"Lama amat sih!" bentak Mbak Sri dengan suara cemprengnya.

"Biasakan mengucap salam sebelum masuk ke rumah, Mas," ucapku mencoba bersikap biasa saja, walaupun sebenarnya ingin berteriak juga.

"Minggir!" Lagi wanita yang sangat disayang suamiku itu membentak, dia berusaha menggeser posisiku yang berdiri di tengah pintu.

"Mau apa kamu bawa Mbak Sri sama Lilis ke sini, Mas?" tanyaku pada Mas Anam. Sengaja tak menggubris kedua wanita beda usia tersebut.

Mas Anam menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaanku. Lelaki itu nampak gusar, tak seperti tadi sore yang terlihat garang. Sebenarnya apa yang direncanakan suami dan dua iparku ini? 

"Untuk sementara Mbak Sri sama Lilis akan tinggal di sini, Wid." Kali ini suamiku itu bicara cukup pelan, hampir saja aku tak mendengarnya.

Aku menautkan kedua alis mendengar penuturan Mas Anam. "Tidak!" jawabku tegas.

Mas Anam menatapku penuh permohonan, sedangkan kedua saudaranya itu masih nampak angkuh walau sudah mendengar penolakan dariku.

"Tolonglah, Wid. Kasian Mbak Sri sama Lilis," pinta Mas Anam memelas, tatapannya seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu. Menyebalkan.

Saat kami sedang berbicara berdua di dalam rumah. Setelah aku bersikeras menolak kedatangan Mbak Sri dan Lilis.

"Aku gak mau, Mas," balasku masih kekeh dengan kata hati.

"Gak selamanya, Wid. Aku janji setelah mendapatkan kontrakan mereka akan pergi dari sini," bujuknya.

Aku masih bergeming, ada sedikit keraguan di hati ini. Bagaimana jika aku mengalami kisah seperti dalam cerita yang sering kubaca. Kebanyakan jarang ada yang bahagia jika berkumpul dengan saudara ipar. Walaupun tidak semua seperti itu.

Apalagi perangai kedua iparku ini sangat cocok seperti tokoh-tokoh antagonis di beberapa cerita yang pernah boming, jadi aku harus mengantisipasi agar semua itu terjadi pada diri ini.

"Lebih baik sekarang juga kamu antar mereka cari kontrakan, Mas. Aku gak mau menerima mereka tinggal di sini," jawabku tegas.

"Aku gak nyangka kamu jadi seperti ini, Wid. Dulu aku jatuh cinta padamu itu karena kebaikanmu. Kini kamu sudah berubah, tak ada lagi Widya-ku yang dulu."

Mas Anam mulai mengutarakan isi hatinya. Seperti dia sangat kecewa dengan keputusan yang kuambil, dan mengapa di saat seperti ini dia mempertanyakan kebaikanku.

"Apa kamu tahu, mengapa aku bisa seperti itu, Mas? Tanyakan pada hatimu? Karena di sanalah jawabannya. Karena aku juga kehilangan suami yang dulu sangat mencintaiku." Sebenarnya aku sudah bosan berdebat dengannya soal Mbak Sri dan Lilis, karena takkan pernah ketemu jalan keluarnya.

"Aku masih mencintaimu, kalau tidak aku pasti sudah meninggalkanmu, Wid, yang aku sesalkan kenapa kamu bisa setega itu kepada keluargaku," sungutnya tak terima.

Apa? Dia masih mencintaiku? Apa kabar dengan yang dilakukannya tadi sore?

"Kalau kamu mencintaiku harusnya bisa mengerti maksudku dong, Mas. Aku hanya tak ingin hubungan ini semakin runyam, jadi mending sekarang kamu bantu mereka mencari kontrakan."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Markamah Markonah
sehat selalu thor
2023-07-23 11:36:12
0
default avatar
Ayu
Suka, wanita harus tegas jgn teralu bucin sm laki2
2023-06-30 17:15:37
0
user avatar
Naka Turi
semangat...yuk mampir di ceritaku ya, "aku bukan tulang punggung"
2023-05-29 15:48:03
0
46 Chapters
satu
Baju yang sudah terlipat rapi itu kini kembali berserakan setelah Mas Anam menendangnya. "Apa-apaan sih, Mas!" seruku tak terima. Entah apa lagi yang diadukan Mbak Sri pada suamiku, hingga membuatnya murka."Apa yang kamu lakukan pada Mbak Sri? Hah?" tanyanya sambil membentak. Hal yang akhir-akhir ini sering dia lakukan. Mas Anam akan marah-marah tak jelas setelah mendapat aduan dari kakaknya. "Seperti yang dia adukan padamu, apalagi? Buat apa bertanya lagi? Emang kamu pernah mendengar penjelasan dariku?" sahutku sambil melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda."Oh, sudah berani membantah sekarang, ya!" Mas Anam berbicara dengan satu tangan mencengkeram rahang ini. Sakit, tetapi ada yang lebih sakit lagi, sebongkah daging yang ada di dalam dada. Hati.Dengan jarak dekat seperti ini, aku menatap lekat ke dalam manik matanya, berusaha menyelami dan mencari apa yang ada di dalam sana. Masihkah ada cinta untukku. Namun, yang terlihat hanya amarah yang semakin membara. Perlahan aku mem
last updateLast Updated : 2022-12-26
Read more
dua
Keputusanku sudah bulat. Aku kenal Mas Anam, dia sebenarnya lelaki baik, tetapi tak bisa berkutik dan sangat manut dengan kakaknya itu. Tak masalah sebenarnya, karena aku sadar jika ikatan darah itu sangatlah kental. Sayang, Mas Anam belum bisa berpikir bijak. Dia seakan lupa jika saat ini dia sudah mempunyai tanggung jawab atas keluarganya sendiri."Wid, tolong ... kali ini saja, kumohon. Ini sudah malam, Widya! Kemana kami harus cari kontrakan?" pekiknya putus asa. Sungguh aku jadi merasa tak enak hati, seolah diri ini adalah istri yang tidak punya akhlak, yang tak patuh pada suami dan jahat pada saudara ipar. Huh, menyebalkan. Ah, andai kelakuan iparku tak seperti itu. Aku berdecak untuk yang kesekian kalinya. Dan pada akhirnya aku luluh juga melihat tampang Mas Anam yang begitu memohon."Baiklah, malam ini aja," ucapku kemudian dan sontak itu membuatnya memeluk tubuh ini.Suamiku ini sebenarnya lelaki yang manis, pekerja keras juga baik, mangkanya aku mau ketika dia melamar, tapi
last updateLast Updated : 2022-12-26
Read more
tiga
"Anam! Kenapa kamu diam saja melihat kelakuan istrimu! Dia itu benar-benar gak punya sopan santun!" bentak Mbak Sri pada Mas Anam.Mas Anam berdecak, terlihat sekali kalau dia sedang bingung. Aku yakin itu, berat lah jadi dia saat ini. Niatnya ingin menuruti kakaknya, tapi dia gak enak sama aku. Rasain kamu, Mas. makanya jadi lelaki itu harus tegas."Pokoknya aku mau tinggal di sini! Titik!" Mbak Sri menggertak, dia pikir aku takut. Bahkan dia sama sekali tidak memperhatikan wajah adiknya yang sudah terlihat pucat."Kok gitu?" tanyaku pura-pura tidak mengerti. Masih berusaha bersikap santai seperti biasa."Ya iyalah ... secara aku ini kakaknya Anam, dan dia yang punya rumah ini, jadi kami juga berhak tinggal di sini!" tukasnya lantang. Seolah dia tahu segalanya.Aku tak tahan untuk tidak tersenyum melihat kepercayaan diri iparku itu."Sarapan dulu, Mas. Ingat maag kamu, dan kita butuh tenaga untuk tetap waras." Aku sama sekali tidak terpancing dengan amarah Mbak Sri. Aku malah menunju
last updateLast Updated : 2022-12-26
Read more
empat
Mungkin apa, Mas? Katakan saja. Mungkin apa?" cecarku sedikit memaksa.Bukannya menjawab Mas Anam malah membawaku dalam pelukannya. Ah, lelaki memang susah ditebak. Cukup lama kami berpelukan, seolah mencari rasa yang akhir-akhir ini terasa samar.Kami saling mencintai, kami saling mendukung dan kami saling membutuhkan, itulah yang terjadi. Dulu.Dalam pelukan eratnya, aku bisa merasakan detak jantung yang berpacu cukup cepat. Kasihan sekali suamiku, saat ini mungkin dia sedang dilema. Mana yang harus diutamakan olehnya, saudara atau istri. Mungkin."Anam!"Teriakan dengan suara cempreng itu benar-benar mengganggu. Hilang sudah suasana romantis yang sudah lama tidak terjadi ini.Mas Anam menahan tubuh ini ketika aku hendak mengurai pelukan. Bukannya melepaskan, lelaki itu malah semakin mempererat dekapannya. Tumben? Apa dia sedang rindu denganku. Aku mengalah, berusaha untuk menikmati momen ini, merasa kalau saat ini dia sedang berpihak padaku, bagaimana pun juga dia adalah suamiku,
last updateLast Updated : 2022-12-26
Read more
lima
"Enak saja! Kamu juga sakit hati kan kalau dikatakan sebagai wanita mandul! Pasti nangis-nangis ngadu sama Anam. Mangkanya Anam sekarang berani sama aku!" ujarnya tetap dengan nada tinggi.Mas Anam melongo mendengar penuturan kakaknya, lelaki itu memandangku sekilas, lalu berdiri tegap kemudian menyeret koper yang berisi pakaian saudaranya dan membawanya keluar."Loh? Nam! Apa yang kamu lakukan?! Kamu lebih memilih Widya yang tinggal di sini?!" teriaknya sambil melangkah menyusul mas Anam keluar."Iya, Mbak." Mas Anam nampak emosi, rahangnya mengeras menahan amarah. "Karena ini rumahnya Widya. Bukan rumahku," lanjutnya dengan tegas. Saking kagetnya, Mbak Sri sampai mundur beberapa langkah.Akhirnya, apa yang selama ini tak pernah terucap, terungkap sudah. Sungguh sesuatu yang sangat mengejutkan bagi Mbak Sri tentunya.**"Kenapa kamu gak bilang kalau Mbak Sri sering berkata seperti itu?" tanya Mas Anam sambil merangkul tubuh ini dari belakang saat kami berbaring di tempat tidur."Berk
last updateLast Updated : 2022-12-26
Read more
enam
Ada sesuatu yang mengganjal ketika wanita itu menyebutkan namanya. Sepertinya cukup familiar di telingaku."Widya," sahutku yang masih diliputi rasa penasaran."Kami mau menjenguk Lilis, katanya lagi kurang sehat ya?" tanya Mas Anam memecah keheningan yang tercipta untuk sesaat."Oh, dia sedang istirahat, barusan aku menyuapinya, Mas. Masuk saja, paling juga belum tidur," sahutnya."Terima kasih ya, Er. Sudah merepotkanmu," ucap Mas Anam tulus."Nyantai aja lah, Mas. Kayak sama siapa saja," sahutnya sambil mengedipkan satu matanya. Oh Tuhan, drama apalagi ini?Lilis sedang berbaring sambil memainkan ponselnya, ketika kami masuk ke kamarnya. Saking seriusnya sampai-sampai dia tak menyadari kedatangan kami."Lis ....""Eh, Mas?" Gadis itu nampak terkejut. "Baru datang?" imbuhnya bertanya."Iya, gimana? Apanya yang sakit?" tanya Mas Anam penuh perhatian."Badanku meriang, Mas. Kepalaku pusing," sahut gadis itu manja. Aku tersenyum melihatnya. Beruntung sekali yang mempunyai seorang kakak
last updateLast Updated : 2023-01-26
Read more
tujuh
Mendengar penuturan Lilis, membuat napas ini tersengal. Seketika emosi menguasai hati dan pikiran. Ingin rasanya berteriak namun lidahku terasa keluh, benar-benar tak mengira akan mendengar hal yang sangat menyakitkan dari gadis manis itu.Aku mengambil napas dalam, sebelum memutuskan untuk mengetuk pintu. Aku sudah muak dengan semua ini.Perlahan aku melangkah mendekat, melihat kedatanganku semuanya terdiam, termasuk Mas Anam. Aku meneruskan langkahku sampai ke ranjang tempat Lilis berbaring."Cepat sembuh ya, Lis. Ini buat periksa ke dokter," ucapku sambil menyelipkan beberapa lembar uang berwarna merah di tangannya."Ayo, Mas. Kita balik, biar Lilis bisa istirahat," ajakku pada Mas Anam yang masih terpaku melihat sikapku."Aku masih kangen dengan Mas Anam! Jadi dia tak boleh kemana-mana!" cegah Lilis setengah berteriak."Ya udah, kalau gitu aku pulang sendiri ya, Mas. Kasihan Lilis masih kangen dengan kakaknya yang ganteng dan baik hati ini," ujarku."Gini aja. Lis, mas mau nganter
last updateLast Updated : 2023-01-26
Read more
delapan
Tanpa menyahut lagi, Mas Anam melangkah ke kamar mandi. Sementara aku yang masih kesal hanya bisa memukul bantal sebagai pelampiasan.Setelah menumpahkan emosi pada benda empuk itu, perasaan ini sedikit merasa puas, walaupun napasku masih ngos-ngosan. Tak hanya merasa lega, aku juga merasa capek sekali, keringat juga sudah membasahi kening ini. Ah, lumayan olahraga.Sebelum emosi datang lagi, aku memilih untuk beranjak dari kamar menuju dapur untuk menyeduh kopi, menghirup aromanya yang menurutku bisa memenangkan pikiran yang sedang kalut."Aku mau balik ke rumah Lilis. Mungkin pulangnya malam, jadi kamu gak usah nungguin," ucap Mas Anam tiba-tiba. Aku menoleh sekilas, lelakiku itu memang terlihat tampan, apalagi sehabis mandi seperti saat ini. Alis yang tebal, hidung yang mancung serta mempunyai rahang yang kokoh ditambah tatapan matanya yang tajam. Sungguh pesona bagi wanita.Aku tak menjawab, kembali asyik menikmati aroma kopi yang dibawa oleh kepulan asapnya."Wid?" Terdengar lan
last updateLast Updated : 2023-01-27
Read more
sembilan
Pintu sedang dibuka dari luar ketika aku hendak meraih ganggangnya. Mas Anam menelan ludah saat mata kami beradu. Rupanya dia tidak pulang sendiri, ada Mbak Sri, Lilis juga Erna, ikut bersamanya."Ada apa ini?" tanyaku terkejut bercampur heran. Jujur aku kaget dengan kedatangan mereka. Bahkan berbagai pikiran buruk sudah berseliweran di kepala."Mau mampir saja, Wid. Ada yang kangen soalnya, biasalah CLBK. Hahaha," sahut Mbak Sri. Entah apanya yang lucu sehingga dia bisa tertawa bahagia seperti itu.Aku langsung bisa menangkap ke arah mana Mbak Sri berbicara. Kini dia semakin berani bahkan terang-terangan berkata demikian di depanku dan Mas Anam.Aku melirik kepada lelakiku, berharap dia menyangkal. Namun, dia hanya tersenyum kikuk, sambil mengusap tengkuk. Aku berdecak melihatnya yang tak bisa berkutik dihadapan kakaknya. Apa benar cinta mereka belum kelar?"Oh gitu? Ya udah silahkan ngobrol-ngobrol. Aku mau berangkat kerja dulu," sahutku sambil menutup pintu lalu menguncinya. Tak su
last updateLast Updated : 2023-01-28
Read more
sepuluh
"Kamu—""Lekas pergi, Mbak. Sebelum aku semakin hilang kendali," tegasnya.Kini tinggal kami berdua. Aku memilih acuh, rasanya malas untuk mulai berkata."Maafkan aku, Wid," ucapnya sambil membuka pintu. Sementara tangan yang satunya tetap menggenggam tanganku, pelan dia menarik diri ini masuk.Setelah pintu kembali tertutup lelaki itu segera menarik tubuhku, mengurungnya dalam dekapan."Untuk apa minta maaf? Yang penting kan saudaramu bahagia," sahutku sambil berusaha mengurai pelukannya.Mendengar ucapanku Mas Anam berdecak lalu menghela napas kemudian semakin mempererat dekapannya."Udah ah! Aku udah telat, nanti Baba Ong marah lagi. Awas!" seruku sambil berusaha mendorong dadanya."Hari ini bolos aja," titahnya sambil terus saja mendekap diri ini."Enak aja, ogah!" sahutku yang terus berusaha melepaskan diri."Ini perintah suamimu, Wid." Suaranya terdengar lembut, tetapi tetap saja kalimat itu menjengkelkan."Enak ya jadi suami, tinggal perintah ini, perintah itu. Kalau gak nurut,
last updateLast Updated : 2023-01-29
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status