Share

Empat puluh tiga

Penulis: Puspita852
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-09 08:49:14

"Difa itu apanya kamu, Mas?" tanyaku, ketika tangannya mulai mengelus rambut hitamku.

"Sepupu, Dek. Kenapa?" Lelaki itu balik bertanya. Saat ini di tengah menoleh memperhatikan diri ini.

Mas Adnan bertanya mengapa? Benar-benar laki-laki gak peka. Padahal tadi Hanin, sepupunya yang lain sedikit cerita tentang sepupunya yang bernama Difa itu.

"Menyebalkan," ucapku yang lebih mirip dengan gumaman.

"Siapa yang sudah membuatmu sebal, Dek? Sini bilang." Mas Adnan mencoba menggodaku dengan candaannya. Namun, hati ini sudah telanjur kesal, akhirnya aku pun berbaring memunggunginya.

Mas Adnan tak lagi membujuk, lelakiku itu ikut berbaring, lalu memeluk tubuh ini dari belakang, posisi yang sangat kusukai karena aku merasa nyaman, aman dan yang pasti merasa dilindungi.

"Mas, tahu gak? Tekanan mental seberat apapun dari pihak ketiga untuk istri, tidak akan berpengaruh banyak jika suami menjadi tameng terdepan ba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh empat

    "Mas, aku mau tinggal di sini. Di rumah Ayah dan Ibu." Memang benar apa yang dikatakan suamiku ini, tapi aku sangat berat meninggalkan kota, di mana aku lahir dan dibesarkan. Mas Adnan terlihat terkejut, namun sekejap kemudian dia tersenyum bahagia."Insyaallah, di sini juga menyenangkan kok, Dek. Kamu juga bisa bantu Mas ngajar ngaji. Bayangkan setiap satu huruf yang kita ajarkan akan menjadi amal jariyah untuk kita selamanya."Aku tersenyum mendengarkan bujukan Mas Adnan, aku berasa jadi anak kecil. Dibujuk dan dirayu."Dan untuk Anam dan istrinya biarkan mereka bahagia menurut mereka. Tahu gak, kalau kita membuat orang lain bahagia, maka atas izin Allah kita juga akan dibahagiakan orang lain." Kembali aku dibuat tersenyum oleh lelaki dengan mata setajam elang ini."Bagaimana dengan rumahnya, Mas? Apa harus dijual?""Gak usah dijual, Dek. Sebulan atau dua bulan sekali kita ke sana untuk liburan. N

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh lima

    "Bidan? Tunggu!" Aku bergegas ke arah kalender yang tergantung di dinding. Melihat tanggal dan hari yang tertera di bulan ini."Mas ...." panggilku dengan suara bergetar. Lelaki itu gegas mendekati diriku yang sedang terpaku di depan deretan angka dalam kalender tersebut."Ada apa, Dek?" Mas Adnan nampak bingung, lelaki itu memandang diriku dan kalender secara bergantian."Mas, sudah dua bulan ini aku gak bulanan. Apa mungkin—?" Aku menggantungkan kalimat yang tadi kuucap. Dadaku berdetak lebih kencang, pandangan mata kami bertemu. Seolah bisa mengerti apa yang ingin ku ucapkan. Tiba-tiba Mas Adnan meraih tubuhku dalam pelukannya, bisa kurasakan detak jantungnya yang memompa dengan cepat."Ya Allah ... Alhamdulillah," ucap Mas Adnan dengan suara parau. Lelakiku itu nampak meneteskan air matanya."Bismillah, kita ke rumah bidan sekarang. Semoga saja apa yang kita pikirkan benar terjadi atas izin Allah." Doanya yang segera kuamini.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-11
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh enam

    Hal seperti ini takkan membuat rasa percayaku pada Mas Adnan luntur. Pengalaman dulu membuat diri ini semakin sadar, bahwa semua itu hanya sebuah jebakan, menganggap iseng orang yang sudah melakukannya.Namun, aku tak langsung menghapusnya, menyimpan agar nanti bisa kutunjukan pada suamiku. Bagaimana nanti reaksinya? Sama kah dengan sikap Mas Anam dulu?Heran, masih saja ada orang jahil dengan menggunakan cara seperti itu. Apa yang mereka harapkan, kehancuran rumah tanggaku? Sungguh pekerjaan yang sia-sia.**"Dek, jalan-jalan yuk," ajak Mas Adnan setelah pulang dari masjid selepas salat subuh."Emang mau ke mana sih, Mas?" tanyaku malas-malasan. Tadi aku kembali berbaring setelah melaksanan kewajiban subuh."Ke pasar, mau?" tanyanya lagi, saat ini Mas Adnan sudah berada di sisiku. Lelaki itu memijit kakiku dengan lembut. Sesekali tangannya mengelus perutku yang sudah membuncit."Mas," panggilku sambil memberikan ponselk

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-12
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   satu

    Baju yang sudah terlipat rapi itu kini kembali berserakan setelah Mas Anam menendangnya. "Apa-apaan sih, Mas!" seruku tak terima. Entah apa lagi yang diadukan Mbak Sri pada suamiku, hingga membuatnya murka."Apa yang kamu lakukan pada Mbak Sri? Hah?" tanyanya sambil membentak. Hal yang akhir-akhir ini sering dia lakukan. Mas Anam akan marah-marah tak jelas setelah mendapat aduan dari kakaknya. "Seperti yang dia adukan padamu, apalagi? Buat apa bertanya lagi? Emang kamu pernah mendengar penjelasan dariku?" sahutku sambil melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda."Oh, sudah berani membantah sekarang, ya!" Mas Anam berbicara dengan satu tangan mencengkeram rahang ini. Sakit, tetapi ada yang lebih sakit lagi, sebongkah daging yang ada di dalam dada. Hati.Dengan jarak dekat seperti ini, aku menatap lekat ke dalam manik matanya, berusaha menyelami dan mencari apa yang ada di dalam sana. Masihkah ada cinta untukku. Namun, yang terlihat hanya amarah yang semakin membara. Perlahan aku mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   dua

    Keputusanku sudah bulat. Aku kenal Mas Anam, dia sebenarnya lelaki baik, tetapi tak bisa berkutik dan sangat manut dengan kakaknya itu. Tak masalah sebenarnya, karena aku sadar jika ikatan darah itu sangatlah kental. Sayang, Mas Anam belum bisa berpikir bijak. Dia seakan lupa jika saat ini dia sudah mempunyai tanggung jawab atas keluarganya sendiri."Wid, tolong ... kali ini saja, kumohon. Ini sudah malam, Widya! Kemana kami harus cari kontrakan?" pekiknya putus asa. Sungguh aku jadi merasa tak enak hati, seolah diri ini adalah istri yang tidak punya akhlak, yang tak patuh pada suami dan jahat pada saudara ipar. Huh, menyebalkan. Ah, andai kelakuan iparku tak seperti itu. Aku berdecak untuk yang kesekian kalinya. Dan pada akhirnya aku luluh juga melihat tampang Mas Anam yang begitu memohon."Baiklah, malam ini aja," ucapku kemudian dan sontak itu membuatnya memeluk tubuh ini.Suamiku ini sebenarnya lelaki yang manis, pekerja keras juga baik, mangkanya aku mau ketika dia melamar, tapi

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   tiga

    "Anam! Kenapa kamu diam saja melihat kelakuan istrimu! Dia itu benar-benar gak punya sopan santun!" bentak Mbak Sri pada Mas Anam.Mas Anam berdecak, terlihat sekali kalau dia sedang bingung. Aku yakin itu, berat lah jadi dia saat ini. Niatnya ingin menuruti kakaknya, tapi dia gak enak sama aku. Rasain kamu, Mas. makanya jadi lelaki itu harus tegas."Pokoknya aku mau tinggal di sini! Titik!" Mbak Sri menggertak, dia pikir aku takut. Bahkan dia sama sekali tidak memperhatikan wajah adiknya yang sudah terlihat pucat."Kok gitu?" tanyaku pura-pura tidak mengerti. Masih berusaha bersikap santai seperti biasa."Ya iyalah ... secara aku ini kakaknya Anam, dan dia yang punya rumah ini, jadi kami juga berhak tinggal di sini!" tukasnya lantang. Seolah dia tahu segalanya.Aku tak tahan untuk tidak tersenyum melihat kepercayaan diri iparku itu."Sarapan dulu, Mas. Ingat maag kamu, dan kita butuh tenaga untuk tetap waras." Aku sama sekali tidak terpancing dengan amarah Mbak Sri. Aku malah menunju

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   empat

    Mungkin apa, Mas? Katakan saja. Mungkin apa?" cecarku sedikit memaksa.Bukannya menjawab Mas Anam malah membawaku dalam pelukannya. Ah, lelaki memang susah ditebak. Cukup lama kami berpelukan, seolah mencari rasa yang akhir-akhir ini terasa samar.Kami saling mencintai, kami saling mendukung dan kami saling membutuhkan, itulah yang terjadi. Dulu.Dalam pelukan eratnya, aku bisa merasakan detak jantung yang berpacu cukup cepat. Kasihan sekali suamiku, saat ini mungkin dia sedang dilema. Mana yang harus diutamakan olehnya, saudara atau istri. Mungkin."Anam!"Teriakan dengan suara cempreng itu benar-benar mengganggu. Hilang sudah suasana romantis yang sudah lama tidak terjadi ini.Mas Anam menahan tubuh ini ketika aku hendak mengurai pelukan. Bukannya melepaskan, lelaki itu malah semakin mempererat dekapannya. Tumben? Apa dia sedang rindu denganku. Aku mengalah, berusaha untuk menikmati momen ini, merasa kalau saat ini dia sedang berpihak padaku, bagaimana pun juga dia adalah suamiku,

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   lima

    "Enak saja! Kamu juga sakit hati kan kalau dikatakan sebagai wanita mandul! Pasti nangis-nangis ngadu sama Anam. Mangkanya Anam sekarang berani sama aku!" ujarnya tetap dengan nada tinggi.Mas Anam melongo mendengar penuturan kakaknya, lelaki itu memandangku sekilas, lalu berdiri tegap kemudian menyeret koper yang berisi pakaian saudaranya dan membawanya keluar."Loh? Nam! Apa yang kamu lakukan?! Kamu lebih memilih Widya yang tinggal di sini?!" teriaknya sambil melangkah menyusul mas Anam keluar."Iya, Mbak." Mas Anam nampak emosi, rahangnya mengeras menahan amarah. "Karena ini rumahnya Widya. Bukan rumahku," lanjutnya dengan tegas. Saking kagetnya, Mbak Sri sampai mundur beberapa langkah.Akhirnya, apa yang selama ini tak pernah terucap, terungkap sudah. Sungguh sesuatu yang sangat mengejutkan bagi Mbak Sri tentunya.**"Kenapa kamu gak bilang kalau Mbak Sri sering berkata seperti itu?" tanya Mas Anam sambil merangkul tubuh ini dari belakang saat kami berbaring di tempat tidur."Berk

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26

Bab terbaru

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh enam

    Hal seperti ini takkan membuat rasa percayaku pada Mas Adnan luntur. Pengalaman dulu membuat diri ini semakin sadar, bahwa semua itu hanya sebuah jebakan, menganggap iseng orang yang sudah melakukannya.Namun, aku tak langsung menghapusnya, menyimpan agar nanti bisa kutunjukan pada suamiku. Bagaimana nanti reaksinya? Sama kah dengan sikap Mas Anam dulu?Heran, masih saja ada orang jahil dengan menggunakan cara seperti itu. Apa yang mereka harapkan, kehancuran rumah tanggaku? Sungguh pekerjaan yang sia-sia.**"Dek, jalan-jalan yuk," ajak Mas Adnan setelah pulang dari masjid selepas salat subuh."Emang mau ke mana sih, Mas?" tanyaku malas-malasan. Tadi aku kembali berbaring setelah melaksanan kewajiban subuh."Ke pasar, mau?" tanyanya lagi, saat ini Mas Adnan sudah berada di sisiku. Lelaki itu memijit kakiku dengan lembut. Sesekali tangannya mengelus perutku yang sudah membuncit."Mas," panggilku sambil memberikan ponselk

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh lima

    "Bidan? Tunggu!" Aku bergegas ke arah kalender yang tergantung di dinding. Melihat tanggal dan hari yang tertera di bulan ini."Mas ...." panggilku dengan suara bergetar. Lelaki itu gegas mendekati diriku yang sedang terpaku di depan deretan angka dalam kalender tersebut."Ada apa, Dek?" Mas Adnan nampak bingung, lelaki itu memandang diriku dan kalender secara bergantian."Mas, sudah dua bulan ini aku gak bulanan. Apa mungkin—?" Aku menggantungkan kalimat yang tadi kuucap. Dadaku berdetak lebih kencang, pandangan mata kami bertemu. Seolah bisa mengerti apa yang ingin ku ucapkan. Tiba-tiba Mas Adnan meraih tubuhku dalam pelukannya, bisa kurasakan detak jantungnya yang memompa dengan cepat."Ya Allah ... Alhamdulillah," ucap Mas Adnan dengan suara parau. Lelakiku itu nampak meneteskan air matanya."Bismillah, kita ke rumah bidan sekarang. Semoga saja apa yang kita pikirkan benar terjadi atas izin Allah." Doanya yang segera kuamini.

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh empat

    "Mas, aku mau tinggal di sini. Di rumah Ayah dan Ibu." Memang benar apa yang dikatakan suamiku ini, tapi aku sangat berat meninggalkan kota, di mana aku lahir dan dibesarkan. Mas Adnan terlihat terkejut, namun sekejap kemudian dia tersenyum bahagia."Insyaallah, di sini juga menyenangkan kok, Dek. Kamu juga bisa bantu Mas ngajar ngaji. Bayangkan setiap satu huruf yang kita ajarkan akan menjadi amal jariyah untuk kita selamanya."Aku tersenyum mendengarkan bujukan Mas Adnan, aku berasa jadi anak kecil. Dibujuk dan dirayu."Dan untuk Anam dan istrinya biarkan mereka bahagia menurut mereka. Tahu gak, kalau kita membuat orang lain bahagia, maka atas izin Allah kita juga akan dibahagiakan orang lain." Kembali aku dibuat tersenyum oleh lelaki dengan mata setajam elang ini."Bagaimana dengan rumahnya, Mas? Apa harus dijual?""Gak usah dijual, Dek. Sebulan atau dua bulan sekali kita ke sana untuk liburan. N

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh tiga

    "Difa itu apanya kamu, Mas?" tanyaku, ketika tangannya mulai mengelus rambut hitamku."Sepupu, Dek. Kenapa?" Lelaki itu balik bertanya. Saat ini di tengah menoleh memperhatikan diri ini.Mas Adnan bertanya mengapa? Benar-benar laki-laki gak peka. Padahal tadi Hanin, sepupunya yang lain sedikit cerita tentang sepupunya yang bernama Difa itu."Menyebalkan," ucapku yang lebih mirip dengan gumaman."Siapa yang sudah membuatmu sebal, Dek? Sini bilang." Mas Adnan mencoba menggodaku dengan candaannya. Namun, hati ini sudah telanjur kesal, akhirnya aku pun berbaring memunggunginya.Mas Adnan tak lagi membujuk, lelakiku itu ikut berbaring, lalu memeluk tubuh ini dari belakang, posisi yang sangat kusukai karena aku merasa nyaman, aman dan yang pasti merasa dilindungi."Mas, tahu gak? Tekanan mental seberat apapun dari pihak ketiga untuk istri, tidak akan berpengaruh banyak jika suami menjadi tameng terdepan ba

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh dua

    Lagi, kata Mbak Sasa, Erna terlihat sangat bahagia semenjak aku pulang ke kampung. Namun, akhir-akhir ini wanita itu nampak murung kembali setelah mengetahui aku telah menikah. Hah?! Apa hubungannya?Setelah berhaha-hihi dengan mereka, aku pun berpamitan untuk undur diri. Saatnya meneruskan nulis untuk menambah bab cerita yang sedang on-going. Sampai entah kapan diri ini terlelap.Aku merasa terusik, saat merasakan seseorang tengah membetulkan letak tidurku. Tubuhku menggeliat setelah itu mata ini mengerjap, setelah mengamati sekejap akhirnya netra ini terbuka sempurna."Mas Adnan, kapan datang? Kok gak dibangunin sih?" tanyaku bercampur kaget."Baru saja datang, Dek. Maaf ya gara-gara mas tidur jadi terganggu. Habisnya melihatnya saja dadaku ikut ampek," ujarnya sambil meninggalkanku, kemudian dia melangkah ke kamar mandi.Kutengok jam di meja menunjukkan pukul setengah tiga, aku pun bangkit, beranjak dari kasur yang empuk dan nyaman ini

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh satu

    "Nanti sore saja kita ke rumah ibu. Sekalian nginap di sana. Setelah sampai di sana, baru kita berangkat ke kota. Aku berangkat dulu ya." Dia pun melajukan sepeda motornya setelah mengucapkan salam.Karena merasa sepi, sendirian di rumah, aku pun memutuskan untuk pergi ke pasar. Untuk membantu Ayah dan Ibu."Loh, nganten baru kok ke pasar sendirian?" tanya seorang ibu yang aku tahu orangnya, tapi gak tahu namanya."Iya, Bu," sahutku sambil tersenyum, berusaha bersikap ramah walaupun tak begitu mengenalnya."Gak, pa-pa, Nak. Memang suamimu itu orang sibuk, pekerja keras dia. Rajin, banyak yang menyukainya, eh dia malah jadi jodohmu." Ibu itu pun berlalu setelah berucap.Sebenarnya aku ingin padanya tentang apa sebenarnya pekerjaan Mas Adnan. Namun, aku mengurungkannya, khawatir wanita itu nanti malah berpikir yang tidak-tidak, masak seorang istri gak tahu pekerjaan suaminya. Aneh, kan?"Loh, Widya. Kamu kok kesini?" tanya Ayah sa

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Empat puluh

    Aku terjaga ketika sayup-sayup mendengar sholawat tarhim dari masjid yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah, bibir ini tak henti-hentinya tersenyum, jika mengingat kejadian semalam.Tunggu! Aku menoleh ke belakang. Namun tak kutemui Mas Adnan di belakangku. Kemana suamiku? Apa dia sudah bangun? Ah, malunya diriku jika memang seperti itu.Mas Adnan keluar dari kamar mandi, lelaki itu hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggangnya. Dia melihatku sekilas, lalu dengan santai memakai pakaian di hadapanku. Mungkin dia mengira aku masih tidur, atau dia sengaja mau menggodaku? Ah, sialnya aku yang malu sendiri dibuatnya.Aku masih pura-pura tertidur, mata ini masih terpejam, ketika dia mulai mendekat lalu duduk di sisi ranjang.Telapak tangannya yang besar mengelus rambutku, membenarkan beberapa rambut yang menutupi wajahku, menyelipkan beberapa helai anak rambut ke telinga lalu mengecup kening turun, terus turun ke bawah hingga sampai di bib*rk

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   tiga puluh sembilan

    "Alhamdulillah, dilanjut nggih?""Nggih ....""Dari episode indah Umar bin Khathab dalam bermuamalah dengan pasangannya, ada faidah penting yang bisa dijadikan acuan bagi keharmonisan pasutri.""Pertama, suami hendaklah mampu menahan diri. Sikap diamnya Umar bukan berarti ia tak membela diri, justru sebaliknya. Inilah sikap mulia seorang suami sekaligus sebagai pemimpin rumah tangga ia telah memberikan teladan dalam kebaikan akhlak.""Bukan pula ia membiarkan kesalahan istri, tapi saat situasi memanas, sama sekali tak kondusif untuk menasehati istri. Terlebih lagi ketika ia segera membalas kemarahan istri, maka yang terjadi adalah perang mulut dimana ledakan emosi-emosi negatif akan menjadikan keduanya terjebak dalam pertengkaran, karena masing-masing mengemukakan alasan.""Disinilah, sosok suami shalih harus mampu mengendalikan diri, menjaga keadaan tetap stabil sehingga tak membuka kesempatan sekecil apapun bagi setan untuk ma

  • AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!   Tiga puluh delapan

    "Ada apa, Yah, Bu?" Kenapa kalian senyam-senyum?""Senang aja, akhirnya akan ada lagi yang menjaga putri ibu, dan yang lebih membuat kami bahagia, kami sudah kenal dan tahu orangnya.""Doakan agar semua berkah ya, Bu, Yah." Seperti anak kecil aku pun menghambur ke pelukan ibu.**Semua sudah siap, tak ada pesta meriah, hanya ijab qobul yang akan kami lakukan di KUA.Setelah itu ibu akan mengadakan syukuran dan meminta doa dari kerabat serta tetangga dekat untuk keberkahan keluarga baruku.Doa dipanjatkan dengan khusus yang dipimpin oleh Mbah Moden. Tak lupa beberapa wejangan juga beliau berikan kepada kami."Menikah adalah sebuah proses menerima kekurangan pasangan yang tidak engkau temui ketika baru berkenalan dengannya.""Sesungguhnya menikah memerlukan perjuangan panjang dan lama, akan tetapi terasa indah."Setelah itu Mbah Moden yang merangkap seorang ustadz itu menceritakan tentang rumah tangga Say

DMCA.com Protection Status