Panas matahari yang terik, terasa membakar wajah ini. Tapi, tak sedikit pun menyurutkan niat dan tekadku untuk terus membantu si ganteng Reyhan buat cari tunangannya.
Jadi, aku yang memang punya naluri detektif ala-ala Sherlock Holmes versi rempong ini, dengan semangat penuh aku siap membantu Reyhan mencari tunangannya yang ilang itu. Walau dengan taruhan hati aku yang terluka.
Ce ileh!
Langsung aja aku lirik si ganteng Reyhan, "Emh, Reyhan! Tenang aja, aku siap membantu kamu nyari tunangan kamu yang entah kemana itu. Kita bakal selidikin Gang Soang bareng-bareng!"
Reyhan pun cuma bisa jawab, "Aduh, terima kasih ya, Sis! Aku bener-bener gak tahu harus ngapain lagi."
"Ya bantu cari lah! Emang mau ngapain lagi?!" sahutku membalas ucapannya.
Laki laki tampan itu tergelak karena mendengar ucapanku.
Oh,tidak! Jaangan tergoda lagi dengan senyumnya yang menawan itu lagi, Siska! Move on!
Banyak kok laki laki yang ngejar aku dari para pemuda alias berondong, hingga bapak bapak tua bangka. Semuanya lengkap.
Nah, setelah persiapan matang—yang pada dasarnya cuma bawa powerbank dan kantong plastik buat muntahan darurat—aku dan Reyhan menyusuri ke Gang Soang. Hingga aku tiba tiba saja ingat, kalau di sini tuh ada para istri istrinya si mas Jaka buncit.
Haduh! Jangan sampai aku ketemu mereka, Dewi dan siapa ya yang satu lagi itu? Emh, itu loh, kakak madunya yang sama sama punya sifat gak jauh beda sama si Dewi itu. Semoga aja, aku gak bakalan ketemu sama mereka.
Sepanjang perjalanan dalam pencarian ini, kulihat banyak pasang mata yang sedang mengintaiku. Mata mata jelalatan yang sering aku lihat. Juga, mata mata sinis yang terlihat dari para istri mereka yang tak suka saat melihat ke arahku.
"Uh, mau ngapain sih itu janda?! Bikin para suami kita jadi betah lama lama liatin dia! Mana pakaiannya juga kurang bahan lagi!"
Aku tak tuli! Suara yang sengaja di keraskan itu supaya aku bisa mendengarnya. Lagian, suami kalian yang liatin aku, kok malah aku yang di salahin. Ngaco kan itu?
Lagian, mana ada bajuku kurang bahan! Yang ada itu mereka yang gak tau mode. Baju bagus plus necis gini kok di bilangin baju kurang bahan sih!
"Hooh! Janda itu bikin resah kita kita yang punya suami!"
Kali ini aku melirik. Ternyata, memang apa yang diinginkan tak selalu menjadi kenyataan.
Keinginanku adalah agar tak bertemu dengan dua istri dari si mas Jaka buncit. Namun, keinginan itu hanyalah sia sia saja, aku malah ketemu mereka di sini. Kan nyebelin!
Tapi, salahku juga sih, karena aku yang datang ke wilayah kekuasaan mereka. Jadi, ini adalah konsekuensi yang harus aku hadapi.
"Maaf ya, Sis. Gara gara aku, kamu jadi harus capek capek bantuin aku. Padahal, gak papa kok kalau Siska nolak aja permintaan ini."
Tiba tiba saja Reyhan nyeletuk. Matanya masih fokus ke arah jalan yang sedang kita lewati. Tapi aku yakin, dia pasti sudah mendengar ocehan ocehan tak berguna dari dua wanita dengan satu suami yang sama itu.
"Santai aja sih, Rey. Udah biasa kok aku denger kayak gitu. Gak bakal jadi masalah apa apa buat aku," kataku sedikit menampilkan senyum di bibir. Padahal sebenarnya aku ingin sekali membalas nyinyiran mereka yang lagi ngatain aku secara terang terangan.
Tapi lama-lama, di tengah perjalanan, aku mulai nyadar sesuatu yang agak bikin aku harus ngelirik ke arah Reyhan, "Eh, Reyhan, aku sebenernya pengen tanya sesuatu sama kamu."
"Sesuatu?" Reyhan mengerutkan keningnya. "apa itu?"
"Aku belum tau nama tunangan kamu. Apa aku panggil aja dengan sebutan 'tunangan Reyhan yang ilang' aja kali ya?"
Reyhan tertawa sambil geleng geleng kepala mendengarku berkata.
" Namanya Naura, bukan 'Tunangan Reyhan'. Apalagi tunangan Reyhan yang ilang. Ada ada aja." Reyhan berucap sambil tertawa.
Maa sya Allah. Gantengnya ....
Aku cuma bisa cengar-cengir sambil tepuk dada. Keren, Siska, keren. Berasa detektif ulung banget, malah gak tahu nama korbannya. "Eh, maaf, ya, Reyhan. Aku kebawa semangat cari tunangan sampai lupa nanya namanya. Naura, ya? Oke, aku catet. Nah, kalau gitu, kita lanjutin perjalanan!"
Akhirnya, dengan semangat yang masih membara, kami berdua terus menyusuri Gang Soang, mencari tanda-tanda keberadaan Naura. Sekarang, Aku sudah tahu, siapa namanya. Semakin membuatku bersemangat untuk mengetahui dan melihat bagaimana rupa dari wanita yang menjadi tuangannya Reyhan ini. Daaaan, semoga penghuni si Gang Soang ini gak separah namanya, ya?
Tapi tunggu! Naura. Nama itu!
Otakku sejenak berhenti mengingat ingat nama tersebut. Nama yang tak asing di telinga. Bukan karena nama itu pasaran. Tapi, rasanya aku kenal dengan nama Naura ini. Hanya satu. Dan yang aku tahu adalah Naura Husada, mantan sainganku di sekolah menengah atas, dulu.
Nama yang sudah mirip dengan nama klinik itu tak akan pernah aku lupakan. Dan sekarang, aku berurusan lagi dengannya. Semoga saja, bukan Naura itu yang di maksud oleh Reyhan.
Aku mencoba untuk berpikir yang positif. Pasti bukan dia. Aku yakin.
Tapi ... Akh, aku penasaran! Kenapa tidak kutanyakn saja pada Reyhan. Apakah nama tunangannya itu adalah Naura Husada, atau bukan?
Kalau beneran iya. Matilah aku!
"Boleh tanya sesuatu lagi?" tanyaku dengan perasaan berdebar debar tak karuan. Jangan samapi apa yang aku takutkan menjadi sebuah kenyataan. Aku tak akan terima.
"Tentu! Tanya aja," jawabnya dengan santai.
"Emh, namanya ... apa nama tunangan kamu itu Naura Husada?"
...
Greget greget gimana aku jadinya. Baru juga bertanya, seseorang sudah memanggil nama Reyhan dengan sangat kencangDan ... dugaanku benar!Si Naura Husada itu sedang berlari manja ke arah si Reyhan. Lalu tanpa aba aba, dia memeluk Reyhan tepat di hadapanku. Melupakan aku yang berada di samping tunangannya.Parahnya lagi, tunangannya itu adalah seorang laki laki yang langsung membuat aku jatuh hati saat pandangan pertama.Oh Tuhan ... kenapa dunia begitu kejam padaku?Sainganku yang sejak dulu selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, kembali Engkau hadirkan lagi dalam hidupku.Ah, aku frustasi!"Aku kangen kamu," kata SI Klinik itu dengan nada suaranya yang manjalita.Uwek! Aku kok malah kepengen muntah jadinya.Denger si Klinik itu bilang kangen sama Reyhan, hati aku panas plus sebel juga,"Kamu gak papa 'kan Ra?" tanya Reyhan. Lelaki yang kusuka dalam pandangan pertama itu nampak sangat khawatir pada tungannya itu. Terlihat dari ekspresi wajah dan juga suaranya. Aku tahu dia begitu
Aku baru aja nyampe di depan rumah, setelah nyusuri jalan kampung sambil ngikutin jejak-jejak Naura. Tadi siang, aku udah keluarin semua kemampuan detektif dalam diri aku buat nemuin tunangan Reyhan yang katanya lari dari rumah karena sesuatu alasan yang belum aku ketahui. Aku berharap, aksiku bakal keren banget, dan ending-nya bakal jadi headliner di surat kabar.Tapi tau-tau, waktu aku liat wajah Naura yang secara tiba-tiba datang menghampiri Reyhan, reaksiku kayak dipukul badai. Ya ampun, ternyata dia yang dicari-cari sama aku dan Reyhan ini adalah mantan saingan aku sejak SMA. Dulu kami duet rivalitas banget, balapan jadi juara kelas. Dan sekarang, aku harus berhadapan dengan dia sebagai tunangan seseorang. What a twist!Aku cuman bisa bengong kayak patung, nggak bisa ngomong apa-apa. Naura cengar-cengir sambil nyamperin aku, "Hai, Siska! Lama nggak ketemu ya? Makin subur aja!"Aku akhirnya ngembaliin senyuman setengah hati, "Hai, Naura. Iya, lama banget. Kamu...kamu baik-baik aja?
"Apa?" tanyaku saat membuka pintu, dan kudapati wajah seseorang yang setiap malam selalu menemaniku berjualan nasi goreng di alun alun kota ini.Ya ampun! Virus Reyhan dan si Klinik itu ternyata menyebar sampai aku lupa suara. Bahkan, suara temanku saja sampai aku lupakan!Si alan memang!Aku mendengkus sebal. Bisa bisanya virus itu buat aku jadi kayak gini!"Lama banget buka pintunya!" ujarnya tiba tiba. Ia nyelonong masuk ke dalam kontrakanku gitu aja. Melewati aku begitu saja tanpa mau bilang permisi."Kebiasaan!" tegurku.Eh, dia malah ketawa."Emang! Emang udah kebiasaan!" balasnya padaku sambil mencomot donat yang baru aja aku bawa dari dapur ke ruang tamu."Enak nih donatnya. Beli di mana?"Pertanyaan yang tak perlu aku jawab. Karena tanpa kujawab pun, dia pasti tahu, kalau donat itu aku be
Aku, Siska,Si janda bohay yang selalu asyik beraksi di depan kompor dengan wajan dan spatula, lagi-lagi merasakan kebahagiaan luar biasa. Ini bukan kali pertama, tapi rasanya seperti kali pertama setiap kali antrian pelanggan mengular panjang. Jujur aja, sih, aku seneng banget ngeliat orang-orang rela ngantri demi nasi goreng kreasi aku. Rasanya kayak chef selebritis, padahal cuma jualan nasi goreng di pinggir jalan.Aku terkiki sendiri sambil mengaduk nasi.Si Dudu, temenku yang keren banget dalam urusan menyediakan bumbu-bumbu racikan rahasia, selalu setia mendampingiku di depan kompor. Dia tuh kayak sidekick setia yang selalu nemenin superhero, cuma bedanya, bukan jas hitech yang dia pakai, tapi apron yang bertebaran rempah-rempah. Kita duanya udah seperti tim penyihir nasi goreng, mengolah beras kering jadi nasi goreng lezat yang bikin lidah bergoyang.Tapi ada satu hal yang bikin aku mikir, nih. Selama beberapa hari ini, pelanggan yang d
Ya Tuhan. Gusti Illahi Robbi.Cobaan apalagi ini?Sudah susah payah aku melupakannya dengan kesibukanku berjualan nasi goreng, dia malah datang ke tempatku berjualan.Oh, my. Rasanya aku pengen memaki takdirku yang selalu tak berpihak sesuai keinginanku.Tapi well, hidup kadang gak bekerja sesuai keinginan, kan? Aku seharusnya tak menyalahkan takdirku send
Sedang asyik mengaduk-aduk nasi goreng spesialku dengan penuh cinta di atas wajah yang sudah kugunakan bertahun tahun lamanya. Bahkan, wajan ini sudah digunakan saat almarhum suamiku masih ada. Aroma rempah-rempah memikat hidungku, seolah memanggil semua orang untuk datang mencicipi. Tiba-tiba, seperti petir di siang bolong, datanglah segerombolan wanita heboh dengan ekspresi marah yang menakutkan. Aku hampir saja berpikir mereka adalah tim sepak bola wanita yang tersesat! Namun bedanya, bukan bola yang mereka pegang. Melainkan berbagai macam alat masak memasak di dapur, yang saat ini sedang mereka pegang. Melihat kejadian yang tak biasa seperti ini, si Dudu langsung menyembunyikan tubuh juga wajahnya di belakang tubuhku yang sedikit berisi, alias bahenol. "Tuh 'kan ibu ibu. Mereka. Suami suami kita ada di tempat jualan nasi gorengnya si Siska. Dasar jendes! Pasti nih, dia ngasih sesuatu ke dalam nasi goreng jualannya. Jadi deh, suami suami kita pada betah lama lama di sini. " Seora
"Eh, kamu siapa? Mau belain si janda gatel meresahkan ini ya?!" tanya si Jumi dengan ketus. "Saya, pacarnya mbak yang sedang kalian tuduh itu." Dag, dig, dug, serrr ... Irama jantungku bagai lagi dangdutan. Pake gendang biar agak goyang. Tarik mang .... Aih, Aku kenapa lagi? Si Jumi dan si Klinik saling liirik. Begitupun dengan ibu ibu lainnya juga. Mereka saling lirik dan pandang seolah tak percaya dengan apa yang di katakan oleh pria misterius pemilik mata sekelam malam itu. Eits, bukan Reyhan ya. Dia mah cuma jadi penonton aja dengan wajah heran. Entah itu heran karena untuk ke sekian kalianya dia lihat aku beradu mulut dengan sesama wanita. Atau heran karena yang lainnya. Entahlah, aku tak tau dan juga tak mau tau. Dia bagiku hanya seorang masa lalu, walau baru ketemu. "Tuh, ibu ibu, Jumi. Dan kamu Klinik. Dengerin tuh kata
Siska oh Siska! Kenapa aku merasa seolah-olah sedang berada dalam episode sinetron komedi yang penuh kejutan. Setelah segerombolan ibu-ibu yang terlihat lebih galak daripada kerbau pergi, aku berpaling pada pria misterius yang baru saja membeli nasi goreng. Tidak hanya itu, dia juga mengaku ngaku sebagai pacarku di hadapan para ibu ibu yang mengamuk karena mengira suami mereka aku guna guna."Ekhem!"Aku berdehem sebelum hendak menanyakan hal yang membuat aku merasa sangat penasaran."Minum dulu, Sis!"Aku melotot! Si Dudu ini. Apa Dia tidak tau apa, kalau aku sedang mengambil ancang ancang untuk bertanya pada pria misterius itu. Kenapa dia malah memberikan aku sebotol minuman yang berada di tangannya. Pengertiannya membuat aku sedikit kesal padanya.Hah! Sudah kepalang di sodorkan. Lebih baik ku minum dan kuhabiskan saja minuman ini. Itung itung untuk menghilangkan grogi. Semoga saja, setelah meminum minuman ini, tenggorokanku jadi lancar mengeluarkan suara.Aamiin ..."Makasih, Du.