Aku baru aja nyampe di depan rumah, setelah nyusuri jalan kampung sambil ngikutin jejak-jejak Naura. Tadi siang, aku udah keluarin semua kemampuan detektif dalam diri aku buat nemuin tunangan Reyhan yang katanya lari dari rumah karena sesuatu alasan yang belum aku ketahui. Aku berharap, aksiku bakal keren banget, dan ending-nya bakal jadi headliner di surat kabar.Tapi tau-tau, waktu aku liat wajah Naura yang secara tiba-tiba datang menghampiri Reyhan, reaksiku kayak dipukul badai. Ya ampun, ternyata dia yang dicari-cari sama aku dan Reyhan ini adalah mantan saingan aku sejak SMA. Dulu kami duet rivalitas banget, balapan jadi juara kelas. Dan sekarang, aku harus berhadapan dengan dia sebagai tunangan seseorang. What a twist!Aku cuman bisa bengong kayak patung, nggak bisa ngomong apa-apa. Naura cengar-cengir sambil nyamperin aku, "Hai, Siska! Lama nggak ketemu ya? Makin subur aja!"Aku akhirnya ngembaliin senyuman setengah hati, "Hai, Naura. Iya, lama banget. Kamu...kamu baik-baik aja?
"Apa?" tanyaku saat membuka pintu, dan kudapati wajah seseorang yang setiap malam selalu menemaniku berjualan nasi goreng di alun alun kota ini.Ya ampun! Virus Reyhan dan si Klinik itu ternyata menyebar sampai aku lupa suara. Bahkan, suara temanku saja sampai aku lupakan!Si alan memang!Aku mendengkus sebal. Bisa bisanya virus itu buat aku jadi kayak gini!"Lama banget buka pintunya!" ujarnya tiba tiba. Ia nyelonong masuk ke dalam kontrakanku gitu aja. Melewati aku begitu saja tanpa mau bilang permisi."Kebiasaan!" tegurku.Eh, dia malah ketawa."Emang! Emang udah kebiasaan!" balasnya padaku sambil mencomot donat yang baru aja aku bawa dari dapur ke ruang tamu."Enak nih donatnya. Beli di mana?"Pertanyaan yang tak perlu aku jawab. Karena tanpa kujawab pun, dia pasti tahu, kalau donat itu aku be
Aku, Siska,Si janda bohay yang selalu asyik beraksi di depan kompor dengan wajan dan spatula, lagi-lagi merasakan kebahagiaan luar biasa. Ini bukan kali pertama, tapi rasanya seperti kali pertama setiap kali antrian pelanggan mengular panjang. Jujur aja, sih, aku seneng banget ngeliat orang-orang rela ngantri demi nasi goreng kreasi aku. Rasanya kayak chef selebritis, padahal cuma jualan nasi goreng di pinggir jalan.Aku terkiki sendiri sambil mengaduk nasi.Si Dudu, temenku yang keren banget dalam urusan menyediakan bumbu-bumbu racikan rahasia, selalu setia mendampingiku di depan kompor. Dia tuh kayak sidekick setia yang selalu nemenin superhero, cuma bedanya, bukan jas hitech yang dia pakai, tapi apron yang bertebaran rempah-rempah. Kita duanya udah seperti tim penyihir nasi goreng, mengolah beras kering jadi nasi goreng lezat yang bikin lidah bergoyang.Tapi ada satu hal yang bikin aku mikir, nih. Selama beberapa hari ini, pelanggan yang d
Ya Tuhan. Gusti Illahi Robbi.Cobaan apalagi ini?Sudah susah payah aku melupakannya dengan kesibukanku berjualan nasi goreng, dia malah datang ke tempatku berjualan.Oh, my. Rasanya aku pengen memaki takdirku yang selalu tak berpihak sesuai keinginanku.Tapi well, hidup kadang gak bekerja sesuai keinginan, kan? Aku seharusnya tak menyalahkan takdirku send
Sedang asyik mengaduk-aduk nasi goreng spesialku dengan penuh cinta di atas wajah yang sudah kugunakan bertahun tahun lamanya. Bahkan, wajan ini sudah digunakan saat almarhum suamiku masih ada. Aroma rempah-rempah memikat hidungku, seolah memanggil semua orang untuk datang mencicipi. Tiba-tiba, seperti petir di siang bolong, datanglah segerombolan wanita heboh dengan ekspresi marah yang menakutkan. Aku hampir saja berpikir mereka adalah tim sepak bola wanita yang tersesat! Namun bedanya, bukan bola yang mereka pegang. Melainkan berbagai macam alat masak memasak di dapur, yang saat ini sedang mereka pegang. Melihat kejadian yang tak biasa seperti ini, si Dudu langsung menyembunyikan tubuh juga wajahnya di belakang tubuhku yang sedikit berisi, alias bahenol. "Tuh 'kan ibu ibu. Mereka. Suami suami kita ada di tempat jualan nasi gorengnya si Siska. Dasar jendes! Pasti nih, dia ngasih sesuatu ke dalam nasi goreng jualannya. Jadi deh, suami suami kita pada betah lama lama di sini. " Seora
"Eh, kamu siapa? Mau belain si janda gatel meresahkan ini ya?!" tanya si Jumi dengan ketus. "Saya, pacarnya mbak yang sedang kalian tuduh itu." Dag, dig, dug, serrr ... Irama jantungku bagai lagi dangdutan. Pake gendang biar agak goyang. Tarik mang .... Aih, Aku kenapa lagi? Si Jumi dan si Klinik saling liirik. Begitupun dengan ibu ibu lainnya juga. Mereka saling lirik dan pandang seolah tak percaya dengan apa yang di katakan oleh pria misterius pemilik mata sekelam malam itu. Eits, bukan Reyhan ya. Dia mah cuma jadi penonton aja dengan wajah heran. Entah itu heran karena untuk ke sekian kalianya dia lihat aku beradu mulut dengan sesama wanita. Atau heran karena yang lainnya. Entahlah, aku tak tau dan juga tak mau tau. Dia bagiku hanya seorang masa lalu, walau baru ketemu. "Tuh, ibu ibu, Jumi. Dan kamu Klinik. Dengerin tuh kata
Siska oh Siska! Kenapa aku merasa seolah-olah sedang berada dalam episode sinetron komedi yang penuh kejutan. Setelah segerombolan ibu-ibu yang terlihat lebih galak daripada kerbau pergi, aku berpaling pada pria misterius yang baru saja membeli nasi goreng. Tidak hanya itu, dia juga mengaku ngaku sebagai pacarku di hadapan para ibu ibu yang mengamuk karena mengira suami mereka aku guna guna."Ekhem!"Aku berdehem sebelum hendak menanyakan hal yang membuat aku merasa sangat penasaran."Minum dulu, Sis!"Aku melotot! Si Dudu ini. Apa Dia tidak tau apa, kalau aku sedang mengambil ancang ancang untuk bertanya pada pria misterius itu. Kenapa dia malah memberikan aku sebotol minuman yang berada di tangannya. Pengertiannya membuat aku sedikit kesal padanya.Hah! Sudah kepalang di sodorkan. Lebih baik ku minum dan kuhabiskan saja minuman ini. Itung itung untuk menghilangkan grogi. Semoga saja, setelah meminum minuman ini, tenggorokanku jadi lancar mengeluarkan suara.Aamiin ..."Makasih, Du.
Kalau ada yang bilang bahwa hidup itu aneh da rumit. Maka percayalah!Hidup memang seaneh dan serumit yang di katakana oleh orang tersebut. Entah dari mana ia bisa bilang begitu, hingga kata katanya tersebut manjur pada seseorang yang saat ini sedang berada di hadapanku.“Persis seperti yang di katakan orang orang, nasi goreng di sini emang enak,” katanya memuji tanpa memberi ekpresi di wajahnya sama sekali. Sepertinya ia enggan berekspresi sesuai dengan apa yang ia rasakan saat ini.Ya iyalah. Nasi gorengku itu di buat dengan cinta. Jadi, orang yang memakannya pun akan merasakan hal yang sama.Begitu hatiku membalas ucapannya. Aku diam, si Dudu pun melakukan hal yang sama. Kami seolah sama sama sedang menunggu ucapan selanjuutnya yang hendak laki laki misterius bin aneh itu katakana.“Tapi, kalau saya tak mencobanya dulu, mana mungkin saya tahu, kalau nasi goreng ini seenak itu. Emh, tidak! Bahkan, ini jauh lebih enak dari yang di katakana oleh orang orang.”Benar bukan dugaan kami