“Sob, bantuin gue buat dapetin hati Farah, dong.” Kirun memutuskan untuk menghubungi Orion lagi. Namun, kali ini dengan urusan yang berbeda. Lelaki itu bahkan dengan sengaja menelpon di balkon kamar sambil melihat ke arah langit malam yang tampak indah. Bintang bertaburan di atas kepalanya seolah ikut merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Kirun.“Bantu apaan? Gue nggak mau kejadian yang lalu terulang lagi, ya, Kir.” Terdengar Suara Orion di seberang telepon yang mengantuk.“Njir, masih inget aja lu, Sob! Ya, lu tau kan kalo gue emang jahil.” Kirun terkekeh geli. “Ya nggak gitu juga kali, Kir. Masa iya kamu mainin perasaan cewek sampe niat bunuh diri.” Orion di seberang merotasikan matanya jengah. -Beberapa tahun yang lalu-“Kamu beneran suka sama aku, kan, Kir?” tanya seorang wanita dengan kacamata tebal yang bertengger di hidungnya. Adalah Aliyah.Gadis yang terkenal kutu buku itu tengah menyatakan cinta pada Kirun, si ketua basket yang hobinya suka memberi harapan palsu pada c
Farah menatap lelaki di depannya dengan pandangan jijik. Tangannya segera ditarik, kemudian dilipat di depan dada. Pandangannya sama sekali tak gentar ketika melihat bagaimana Gunawan menatapnya mencemooh.“Frustasi? Siapa? Aku!” Farah tertawa sebentar sebelum kembali menatap Gunawan. “Aku gak perlu merasa frustasi hanya karena tidak jadi dekat dengan pria seperti kamu, Gun. Hidupku jauh lebih berharga daripada harus memikirkan kamu!”“Kau!” Gunawan yang tidak terima dengan ucapan Farah berniat menarik tangan itu lagi, tetapi wanita tersebut sudah lebih dulu berjalan meninggalkan restroom. “Farah! Tunggu aku!” serunya berjalan cepat.Beberapa pengunjung yang tidak sengaja berpapasan dengan mereka segera menoleh. Melihat bagaimana Gunawan yang terus mengejar Farah yang tampak risih terus diikuti oleh lelaki tersebut. “Farah, kamunjangan bodohnya ngacuhin aku! Aku ini adalah pria yang pantas untuk menikah denganmu. Lagian, aku yakin kamu juga punya perasaan yang sama denganku. Jadi, ga
“Bercanda!” sambung Kirun dengan gilanya. Lelaki itu bahkan langsung tergelak hingga memegang perut saking gelinya. “Farah, muka kamu lucu banget tau gak, sih!” tunjuknya pada wajah si perempuan.Para pengunjung restoran sudah menarik napas, saking tak percayanya bisa melihat adegan lamaran secara live. Akan tetapi, ternyata mereka hanya di prank. Si lelaki justru dengan hebohnya menertawakan si perempuan yang kini hanya bisa diam di tempat. “Astaga! Kirain beneran, ternyata cuma boongan,” celetuk salah satu pengunjung resto. “Iya. Aku juga udah mau pasang muka mupeng gegara lihat adegan uwu di depan, eh, ternyata malah cuma prank. Asem!”Farah melihat ke arah samping, kanan, dan kiri, bagaimana orang-orang kini tengah melihatnya. Namun, ia tak suka dengan pandangan kasihan itu. Jujur, ia ingin kabur dari tempat itu sekarang juga. Kepalanya tertunduk dengan tangan mengepal karena melihat Kirun yang masih saja tertawa di bawah sana. Satu sudut bibir Farah tertarik ke atas. Mulutnya
Amalthea dan Adrian melepaskan pelukan. Mereka sama-sama melihat ke arah Orion yang saat ini terlihat begitu bossy. “Kamu Orion, kan?” Adrian mengulurkan tangannya dengan wajah bersahabat. “Kenalin, aku Adrian. Saudara jauh dari Ama.”Orion mengernyit bingung. Ia jelas tidak tahu menahu asal-usul dari Adrian yang mengaku sebagai saudara sang istri. Karena sejatinya, Ama belum pernah menceritakan tentang keluarga besarnya.“Mas.” Suara Amalthea kembali terdengar sambil menyenggol lengan Orion. “Itu, tangan Bang Adrian kok dianggurin,” bisiknya.“Kayaknya lakimu cemburu deh, Ma.” Adrian berseloroh tanpa tedeng aling-aling. Lelaki itu bahkan tersenyum melihat Orion yang melengos setelahnya. “Tuh, kan, bener apa kataku bilang. Ya, wajar, sih. Siapa sih di dunia ini yang gak insecure sama ketampanan Adrian!”“Halah, muka pasaran begitu aja kok bangga.” Bukan Amalthea yang bilang, melainkan mulut pedas Orion. Lelaki itu menyambut tangan Adrian tak ikhlas. “Iya, aku Orion. Suami dari Amal.”
“Kamu?”“Hai!”Farah tidak berharap banyak akan kedatangan tamu tak diundangnya. Namun, ia juga tak menampik ada sesuatu di dalam hatinya yang merasa bahagia akan keberadaan si tamu. “Ma–u apa kamu ke sini?” Farah tak membiarkan si tamu untuk masuk. “Pulang aja sono!”“Far, tunggu dulu!” “Apa lagi sih, Bang? Apa kamu belum puas bikin aku malu di resto tadi? Apa kamu mau bikin aku malu juga di tempat tinggalku juga?” Akhirnya, Farah melontarkan juga apa yang semenjak tadi bercokol di dalam hati. Wanita itu bahkan sampai tak membiarkan si tamu untuk masuk ke dalam rumah. Ia justru memilih untuk duduk di teras. Adalah Kirun, si tamu tak diundang yang kini tengah berdiri di depan teras Farah. Lelaki itu datang dengan satu buah kantong plastik berisi makanan. Karena ia tahu jika wanita di hadapannya belum sama sekali menyentuh makanan.“Ini ada makanan buat kamu, Far.” Farah menatap kantong plastik bening yang pastinya beriai makanan itu dengan malas. “Aku udah kenyang. Makasih;” tola
Amalthea tidak tahu jika temannya bisa galau juga. Ia pikir, Farah akan menyerah dan menendang Kirun dari daftar lelaki yang pantas jadi calon suami. Faktanya, sang sekretaris datang ke kantor hanya untuk curhat.Berita gilanya, katanya Farah malah kangen sama Kirun. Apa tidak gila itu orang? Sumpah. Baru kali ini ia temukan kisah yang sangat aneh dn itu terjadi pada orang sekitarnya.“Tapi, kenapa harus Bang Kirun, Far? Apa gak ada lelaki lain lagi yang mungkin berbobot untuk kamu galauin?” Amalthea yang sudah tidak bisa mengerem mulutnya, segera nyeplos.Kini, kepala Farah yang sedari tadi diletakan di atas meja langsung menoleh lemas. Wajahnya yang kuyu, bahkan ada lingkaran hitam di bawa mata semakin membuat Amalthea meringis ngeri. “Kalau aku bisa milih, aku juga nggak bakalan mau, Mal. Kamu tahu sendiri ‘kan gimana rasanya kalau udah demen sama orang. Rasanya itu susah banget buat ngelupain. Apalagi, semalam aku udah ngejar bang Kirun. Tapi, ternyata dia udah nggak ada.” Mengi
“Maaf, saya sudah beristri.”“Loh? Kok, aku malah ditinggalin. Mas! Tolongin aku!”Orion mengabaikan teriakan wanita itu. Dia terus melangkahkan kaki menuju parkiran di mana mobilnya terparkir. Istrinya sudah cukup menunggu terlalu lama dan ia yakin, kalau sekarang Amalthea pasti sedang ngambek.Dalam perjalanan menuju gedung kantor Thea Group, Orion tampak gelisah. Ia bahkan beberapa kali membunyikan klakson karena kendaraan di depannya begitu lambat. Usut punya usut, ternyata mobil di depan sedang latihan. Menyadari itu, Orion pun mengumpat dalam hati. Akhirnya, dengan kesabaran yang tinggal sedikit, lelaki itu menginjak pedal gas dan menyalip mobil tersebut.Sesampainya di gedung Thea Group, Orion sengaja memarkirkan mobil di depan karena mereka memang hanya sebentar.“Selamat siang, Tuan.” Satpam yang mengetahui kedatangan Orion segera memberi hormat.Orion mengangguk. “Apa Istriku masih di ruangannya?”“Tidak, Tuan. Nyonya Amalthea ada di ruang tunggu di dalam sana!”Orion lalu
Amalthea menatap antara suaminya dan wanita yang baru saja datang. Ia melihat penampilan wanita itu dengan kernyitan di dahi. “Apa kalian saling kenal?” “Gak!”“Iya.”Jawaban dari Orion dan wanita bernama Neni Anggraeni saling berseberangan jingga membuat Amalthea mengernyit bingung. Tatapan Amalthea kini tertuju pada sang suami yang sedang menatapnya balik. “Maksudnya gimana, Mas?” Orion menggeleng sambil mengangkat kedua jari membentuk tanda ‘V’. “Aku berani bersumpah, Sayang. Kalau aku emang gak kenal sama wanita itu!”Mulut Amalthea hendak menyahuti ucapan Orion, tetapi sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya hingga kini mereka saling berhadapan.“Hei, Mbak. Situ Siapa?” tanya wanita di depan dengan sinis. “Kamu gak usah deket-deket, deh, sama calon suamiku, deh!”“Calon suami?” Sudut bibir Amalthea tertarik ke atas, lalu melihat ke arah Orion. “Apa dia benar calon istri keduamu, Mas? Serius kamu mau dia jadi maduku?”“Gal, Mal. Aku berani bersumpah, kalau aku gak kenal sama