“Bercanda!” sambung Kirun dengan gilanya. Lelaki itu bahkan langsung tergelak hingga memegang perut saking gelinya. “Farah, muka kamu lucu banget tau gak, sih!” tunjuknya pada wajah si perempuan.Para pengunjung restoran sudah menarik napas, saking tak percayanya bisa melihat adegan lamaran secara live. Akan tetapi, ternyata mereka hanya di prank. Si lelaki justru dengan hebohnya menertawakan si perempuan yang kini hanya bisa diam di tempat. “Astaga! Kirain beneran, ternyata cuma boongan,” celetuk salah satu pengunjung resto. “Iya. Aku juga udah mau pasang muka mupeng gegara lihat adegan uwu di depan, eh, ternyata malah cuma prank. Asem!”Farah melihat ke arah samping, kanan, dan kiri, bagaimana orang-orang kini tengah melihatnya. Namun, ia tak suka dengan pandangan kasihan itu. Jujur, ia ingin kabur dari tempat itu sekarang juga. Kepalanya tertunduk dengan tangan mengepal karena melihat Kirun yang masih saja tertawa di bawah sana. Satu sudut bibir Farah tertarik ke atas. Mulutnya
Amalthea dan Adrian melepaskan pelukan. Mereka sama-sama melihat ke arah Orion yang saat ini terlihat begitu bossy. “Kamu Orion, kan?” Adrian mengulurkan tangannya dengan wajah bersahabat. “Kenalin, aku Adrian. Saudara jauh dari Ama.”Orion mengernyit bingung. Ia jelas tidak tahu menahu asal-usul dari Adrian yang mengaku sebagai saudara sang istri. Karena sejatinya, Ama belum pernah menceritakan tentang keluarga besarnya.“Mas.” Suara Amalthea kembali terdengar sambil menyenggol lengan Orion. “Itu, tangan Bang Adrian kok dianggurin,” bisiknya.“Kayaknya lakimu cemburu deh, Ma.” Adrian berseloroh tanpa tedeng aling-aling. Lelaki itu bahkan tersenyum melihat Orion yang melengos setelahnya. “Tuh, kan, bener apa kataku bilang. Ya, wajar, sih. Siapa sih di dunia ini yang gak insecure sama ketampanan Adrian!”“Halah, muka pasaran begitu aja kok bangga.” Bukan Amalthea yang bilang, melainkan mulut pedas Orion. Lelaki itu menyambut tangan Adrian tak ikhlas. “Iya, aku Orion. Suami dari Amal.”
“Kamu?”“Hai!”Farah tidak berharap banyak akan kedatangan tamu tak diundangnya. Namun, ia juga tak menampik ada sesuatu di dalam hatinya yang merasa bahagia akan keberadaan si tamu. “Ma–u apa kamu ke sini?” Farah tak membiarkan si tamu untuk masuk. “Pulang aja sono!”“Far, tunggu dulu!” “Apa lagi sih, Bang? Apa kamu belum puas bikin aku malu di resto tadi? Apa kamu mau bikin aku malu juga di tempat tinggalku juga?” Akhirnya, Farah melontarkan juga apa yang semenjak tadi bercokol di dalam hati. Wanita itu bahkan sampai tak membiarkan si tamu untuk masuk ke dalam rumah. Ia justru memilih untuk duduk di teras. Adalah Kirun, si tamu tak diundang yang kini tengah berdiri di depan teras Farah. Lelaki itu datang dengan satu buah kantong plastik berisi makanan. Karena ia tahu jika wanita di hadapannya belum sama sekali menyentuh makanan.“Ini ada makanan buat kamu, Far.” Farah menatap kantong plastik bening yang pastinya beriai makanan itu dengan malas. “Aku udah kenyang. Makasih;” tola
Amalthea tidak tahu jika temannya bisa galau juga. Ia pikir, Farah akan menyerah dan menendang Kirun dari daftar lelaki yang pantas jadi calon suami. Faktanya, sang sekretaris datang ke kantor hanya untuk curhat.Berita gilanya, katanya Farah malah kangen sama Kirun. Apa tidak gila itu orang? Sumpah. Baru kali ini ia temukan kisah yang sangat aneh dn itu terjadi pada orang sekitarnya.“Tapi, kenapa harus Bang Kirun, Far? Apa gak ada lelaki lain lagi yang mungkin berbobot untuk kamu galauin?” Amalthea yang sudah tidak bisa mengerem mulutnya, segera nyeplos.Kini, kepala Farah yang sedari tadi diletakan di atas meja langsung menoleh lemas. Wajahnya yang kuyu, bahkan ada lingkaran hitam di bawa mata semakin membuat Amalthea meringis ngeri. “Kalau aku bisa milih, aku juga nggak bakalan mau, Mal. Kamu tahu sendiri ‘kan gimana rasanya kalau udah demen sama orang. Rasanya itu susah banget buat ngelupain. Apalagi, semalam aku udah ngejar bang Kirun. Tapi, ternyata dia udah nggak ada.” Mengi
“Maaf, saya sudah beristri.”“Loh? Kok, aku malah ditinggalin. Mas! Tolongin aku!”Orion mengabaikan teriakan wanita itu. Dia terus melangkahkan kaki menuju parkiran di mana mobilnya terparkir. Istrinya sudah cukup menunggu terlalu lama dan ia yakin, kalau sekarang Amalthea pasti sedang ngambek.Dalam perjalanan menuju gedung kantor Thea Group, Orion tampak gelisah. Ia bahkan beberapa kali membunyikan klakson karena kendaraan di depannya begitu lambat. Usut punya usut, ternyata mobil di depan sedang latihan. Menyadari itu, Orion pun mengumpat dalam hati. Akhirnya, dengan kesabaran yang tinggal sedikit, lelaki itu menginjak pedal gas dan menyalip mobil tersebut.Sesampainya di gedung Thea Group, Orion sengaja memarkirkan mobil di depan karena mereka memang hanya sebentar.“Selamat siang, Tuan.” Satpam yang mengetahui kedatangan Orion segera memberi hormat.Orion mengangguk. “Apa Istriku masih di ruangannya?”“Tidak, Tuan. Nyonya Amalthea ada di ruang tunggu di dalam sana!”Orion lalu
Amalthea menatap antara suaminya dan wanita yang baru saja datang. Ia melihat penampilan wanita itu dengan kernyitan di dahi. “Apa kalian saling kenal?” “Gak!”“Iya.”Jawaban dari Orion dan wanita bernama Neni Anggraeni saling berseberangan jingga membuat Amalthea mengernyit bingung. Tatapan Amalthea kini tertuju pada sang suami yang sedang menatapnya balik. “Maksudnya gimana, Mas?” Orion menggeleng sambil mengangkat kedua jari membentuk tanda ‘V’. “Aku berani bersumpah, Sayang. Kalau aku emang gak kenal sama wanita itu!”Mulut Amalthea hendak menyahuti ucapan Orion, tetapi sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya hingga kini mereka saling berhadapan.“Hei, Mbak. Situ Siapa?” tanya wanita di depan dengan sinis. “Kamu gak usah deket-deket, deh, sama calon suamiku, deh!”“Calon suami?” Sudut bibir Amalthea tertarik ke atas, lalu melihat ke arah Orion. “Apa dia benar calon istri keduamu, Mas? Serius kamu mau dia jadi maduku?”“Gal, Mal. Aku berani bersumpah, kalau aku gak kenal sama
“Sayang!”“Kkkk. Iya, Mas. Masa gitu doang aja ngambek.” Amalthea tak bisa menghentikan senyumnya kala melihat sang suami merajuk. “Kamu, sih, yang mancing-mancing,” dumel Orion yang tidak mau dikira ngambek. “Ayo, buka mulutnya! Aa ….” Akhirnya, mereka pun makan siang dengan tentram. Orion bahkan dengan senang hati menerima suapan Amalthea, dan sebaliknya. Dua orang tersebut terlihat menikmati makanan yang ada di atas meja hingga habis.Orion memang sengaja membeli makanan yang sesuai selera mereka sehingga tidak ada makanan yang mubazir. Akan sangat disayangkan jika sampai mereka membuang makanan. “Pulang, yuk, Mas!” ajak Amalthea.“Yuk. Bentar yah, Yank. Aku mau ke toilet dulu.”Amalthea mengangguk. Setelah sang suami selesai dengan urusannya di toilet, kini mereka sudah berada di dalam mobil. Perjalanan lancar, tidak ada drama macet, apalagi sampai ngomel-ngomel karena mobil disalip. “Aku langsung ke kantor yah, Yank. Kamu beneran gak apa-apa aku tinggal?” tanya Orion denganb
Note: Ini nomorku, Sayang. 08xxxx“Cih!” Orion langsung membuang note kecil yang diberikan oleh Neni ke tong sampah menuju parkiran mobil. Sekretaris dari Bambang itu benar-benar sudah membuatnya kesal, tetapi ia tidak mungkin ngamuk di tempat tersebut. “Berani sekali itu perempuan godain aku,” ujarnya menyeringai jijik.“Ada apa, Tuan?” Orion menggeleng masih dengan kakinya yang melangkah. “Apa jadwalku setelah ini?” Keinginannya untuk bertemu dengan sang istri membuat lelaki tersebut ingin segera pulang, lalu menghabiskan waktu bersama sang pujaan hati. “Setelah ini, Anda ada makan malam dengan Tuhan Shikamaru.”Orion lalu melihat jam di tangannya, pukul 16.15 wib. “Jadi, setelah ini saya kosong?” tanyanya pada sang sekretaris. Tangannya segera merogoh saku jas dan melihat kontak nama si istri. “Tidak ada, Tuan. Setelah ini Anda bisa ke kantor, mungkin mengecek beberapa laporan yang sudah dibuat oleh bagian pemasaran, juga proposal dari perusahaan QiuQiu.”“Perusahaan QiuQiu?”
Farah memukul lengan Kirun. “Cium, noh, tembok!” Setelah itu, dia pun berlalu pergi meninggalkan calon suaminya di teras. “Yah, Calon Bojo! Kok, lananganmu ditinggal, sih?” Kirun memanggil Farah.“Ora urus!” Bibir wanita itu tak berhenti mengulas senyum. “Jadi, aku sekarang udah mau jadi istri? Kyaaa, aku jadi gak sabar nunggu hari itu tiba!”Farah tak menggubris Kirun di belakang yang sedang memandangnya. Hatinya tengah berbunga-bunga juga malu secara bersamaan. Bagaimana tidak? Orang yang disukai akhirnya melamar. “Amal, aku mau nikah!” Farah berteriak tertahan di depan pintu utama. Namun, wajah itu langsung berubah biasa saja ketika tiba di ruang tamu. Kirun sudah menyusul dan kini duduk di samping ayah dan ibunya. Memandang Farah yang terus mengacuhkan dirinya. Namun, ia tidak marah, justru tersenyum senang karena lamaran keduanya berhasil.“Jadi, kita langsung cari hari bagusnya aja bagaimana, Pak, Bu?” Orang tua Kirun segera berseloroh seolah tak sabar untuk menikahkan anak m
“Saya berniat melamar anak Bapak dan Ibu,” jeda Leo sambil menunjuk sopan ke arah Farah.Farah membelalak. Tangannya menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi kaget luar biasa. “Melamar saya?”“Iya, Far,” jawab Leo, “sudah lama aku menyimpan perasaan ke kamu. Sekarang, aku ingin melamarmu untuk menjadi pendamping hidupku, dan ibu dari anak-anakku kelak.”Adik Kirun yang perempuan berbisik kepada kakaknya. “Saingan lo pejabat, Bang. Yakin lo masih punya kesempatan?” Kirun sempat insecure melihat lelaki di sampingnya. Leo bahkan datang seorang diri tanpa bala bantuan seperti dirinya untuk melamar seorang wanita. Rivalnya yang terlalu percaya diri, atau dirinya seorang pengecut. Apalagi, saingan kali ini bukan kaleng-kaleng, pejabat negara langsung. Apa dia tidak kalah telak? Jelas, kekayaan yang dimiliki olehnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Leo.Haruskah Kirun menyerah?“Berisik lo, Dek!” timpal Kirun, “ setidaknya gue yakin, kalau Farah itu ada rasa sama gue.”“Percaya diri
“Ada yang harus kulakukan. Ya, aku harus memberi makan kucing!” seru Farah cepat.“Loh, sejak kapan Farah punya kucing?” Kirun menggaruk belakang kepalanya. “Eh, apa jangan-jangan dia mau ngehindar lagi dari gue?”Lelaki itu terduduk di kursi dengan lemas. Tubuhnya mendongak, menatap langit cerah yang seolah tengah mengejeknya. “Ya Allah, apa ini adalah karma buat gue yang udah buat hati banyak wanita di luar sana tersakiti? Jika memang benar, Engkau berhasil, Tuhan!”Kirun menepuk bagian dadanya. “Di sini sakit banget, Ya Allah!” Di dalam sana kini tengah menangisi nasibnya yang begitu malang. Ditinggal Farah iya, bahkan ditolak lamarannya sudah dirasakan langsung olehnya dari seorang perempuan yang ia cintai.Sungguh sial sekali nasib percintaan Kirun. Jika dulu, ia begitu masa bodoh dengan para perempuan. Kini, ia seolah bisa melihat dirinya sendiri dari sikap Farah padanya.“Nasib punya muka pas-pasan, tapi ini semua takdir Tuhan.” Bibir Kirun kini menyenandungkan sebuah lagu yan
"Aku hanya merasa kaget aja, Yank,” jawab Orion setelah sekian detik terpaku. Dia tidak menyangka jika usahanya selama ini berbuah manis. Cinta yang diperjuangkan hanya untuk Amalthea, berbalas oleh sang pemilik hati. Ya, walaupun mereka sudah menikah setahun lebih, tetapi Amalthea jarang mengungkapkan perasaannya. Jadi, wajar saja jika Orion terkejut. “Sayang, coba tampar aku!” ujarnya menatap sang istri.“Apaan sih, Mas? Nggak usah ngaco, deh! Lagian kamu itu tidak sedang bermimpi, ini nyata.” Amalthea menangkup wajah Orion, lalu mengecup bibir itu dengan mesra. Setelah puas, barulah ia melepaskannya. “See, apa kau masih merasa ini mimpi?”Mata Orion mengerjap, ia tak mengalihkan sedikitpun pandangan dari wajah Amalthea. Istrinya memang begitu cantik, murah hati, hingga ia jatuh sejatuh-jatuhnya mencintai wanita yang kini berada di hadapan. “Ya, aku memang sedang tidak bermimpi. Karena kau jauh lebih indah daripada mimpi-mimpi setiap malamku dulu. This is real, no dream.” Orion la
“No! Aku gak setuju.” Amalthea menolak usulan sang suami. “Lebih baik, kita serahkan saja ke mereka. Aku juga udah minta Kak Leo buat deketin Farah sendiri. Kamu tau, kan, aku lagi hamil, Yank?” Tangannya mengusap perutnya yang sudah mulai membesar.“Astaga!” Orion menepuk kening karena hampir lupa jika istrinya tengah berbadan dua. Ia langsung menundukkan wajahnya kemudian mengecup perut Amalthea berkali-kali. “Maaf, Sayang. Hampir saja Papa lupa jika kamu berada di sana,” sesalnya.Bibir Amalthea cemberut, tetapi hanya sebentar. “It's ok, Papa. Yang penting Papa cepet sehat biar bisa main lagi sama dedek bayi,” ujarnya menirukan suara anak kecil.“Iya, Sayang. Aamiin. Makasih doanya.” Orion kembali mengecup puncak perut istrinya, lalu ia menengadahkan wajah untuk menatap Amalthea. “Makasih ya, karena kamu selalu ada untukku, Yank.”Amalthea mengusap wajah suaminya yang masih terlihat pucat. “Sama-sama, Mas. Lagian, kita kan emang harus saling mendukung satu sama lain. Ingat, kita in
Orion menatap sekitarnya dengan mata mengerjap. Dia mengerang sambil memegang bagian kepala yang terasa pening. “Ke mana semua orang? Bukankah aku tadi sedang ada di ruangan rapat?” tanyanya pada diri sendiri.Suara pintu yang terbuka dan munculnya sosok Amalthea membuat pria itu menoleh. Mereka saling bertatapan dan untuk sesaat ada kelegaan dari wajah mereka. “Sayang,” panggil Orion berusaha untuk bangun. Amalthea tersenyum senang melihat suaminya yang akhirnya sadar setelah 2 jam pingsan. Kakinya melangkah cepat untuk membantu Orion duduk di ranjang kecil yang terdapat di ruangan kantor sang suami. “Kamu sudah bangun, Mas?” Orion mengangguk, lalu menepuk sisi kosong ranjang di sampingnya. “Kemarilah! Aku ingin memelukmu, Sayang,” pintanya dengan wajah yang pucat.Amalthea menuruti keinginan sang suami. Setelah itu, ia duduk dan menghamburkan tubuhnya ke dalam dekapan hangat Orion. Jujur, ia sangat khawatir ketika melihat orang yang selama ini kuat, tiba-tiba jatuh pingsan. Diha
Leo menarik kursi di samping Amalthea. Ia tak sedikit pun mengalihkan pandangan dari adik tingkatnya ketika kuliah. “Karena aku ke sini memang karena kamu, Ama.”“Mencurigakan sekali. Tapi,” jeda Amalthea melihat ke arah sekitar. “Sepertinya kita harus pindah ke tempat lain, Le!”Farah dan Leo kemudian mengangguk. Mereka berjalan bersama di mana dua wanita di depan, sedangkan si lelaki di belakang mengikuti. Ketika sampai di ruangan yang lebih privasi, barulah Leo melepas topi dan maskernya. “Kita langsung saja,” ucap Amalthea tak mau menunda-nunda. “Jadi, ada apa Pak Dewan menemui kami?”“Kamu, bukan kami!” Farah meralat ucapan Amalthea. “Aku di sini hanya menemani kalian saja.”Amalthea merotasikan kedua bola matanya malas. “Sama aja.”Farah hendak menyahut, tetapi segera diinterupsi oleh Leo. “Ok, aku diam “Leo tersenyum, lalu menatap Amalthea yang masih cantik, padahal sedang hamil. “Kamu kapan nikah? Dan, kenapa aku tidak kamu undang?”“Jangankan kamu, Le. Aku yang sahabat baik
“Jadi, apa yang mau kamu omongin.”“Yaelah, sabar Napa jadi orang. Kasih gue napas,” ujarnya di antara deru napasnya. “Njir, aku udah kek lagi disatroni sama debcolektor,” keluh Farah sambil menyeruput teh manis di tas meja.Amalthea memilih duduk bersandar dengan satu kaki yang ditopang. Namun, tatapannya tak pernah lari dari keberadaan Farah. Wanita di depan sana terlihat seperti baru saja keluar dari bencana. “Kau sungguh sangat-sangat berantakan, Far,” cibir Amalthea.“Cih! Ini semua ulah kamu yang minta aku buat kerja pagi-pagi begini,” timpal Farah sengit. “Ish, mana makanan buat aku, Mal? Kamu beneran gak mesenin apa pun buat aku?”Amalthea menghela napas malas, lalu mencari keberadaan pelayan cafe. Mereka berdua kini tengah berada di tempat nongkrong yang buka 24 jam tidak jauh dari rumah sakit. “Mbak, pesanan saya apa masih lama?” tanyanya pada si pelayan.“Untuk meja nomor 9 sedang di-plating, Kak. Jadi, mungkin sebentar lagi rekan kami antar,” balas perempuan muda bernama
Didi kini tengah berjalan mengendap-endap di belakang gedung tua. Ia sudah janjian dengan seseorang di tempat itu. Namun, ia sedikit terlambat karena ada urusan tadi. Jadi, ketika sampai di lokasi, seseorang sudah berdiri menunggunya.“Maaf, gue telat. Lo udah lama nunggu?” Didi segera duduk di kursi reot, di samping si teman. Ia juga mengipasi diri sendiri lantaran merasa gerah setelah memakai penyamaran topi, masker, juga jaket.“Ckckck!” Wanita yang memakai pakaian serba hitam itu melengos. “Gue udah hampir lumutan nungguin lo, Bangke!” sambungnya sarkas. “Lain kali, kalau lo bikin gue nunggu lagi, gue gak segan buat nendang lo!”“Maaf, Er. Gue tadi ada urusan bentar,” jelas Didi. “Shit! Ini nyamuk malah nyipok gue, njir!” omelnya.Erni menyeringai tidak peduli. Namun, dia sebenarnya juga sudah bosan terus berada di tempat angker. Jika tak ingat akan uangnya, maka ia tak akan mau.“Oh, iya, lo bawa, kan, apa yang gue mau?” Didi segera menadahkan tangan ke wanita bernama Erni. Erni