Amalthea dan Adrian melepaskan pelukan. Mereka sama-sama melihat ke arah Orion yang saat ini terlihat begitu bossy. “Kamu Orion, kan?” Adrian mengulurkan tangannya dengan wajah bersahabat. “Kenalin, aku Adrian. Saudara jauh dari Ama.”Orion mengernyit bingung. Ia jelas tidak tahu menahu asal-usul dari Adrian yang mengaku sebagai saudara sang istri. Karena sejatinya, Ama belum pernah menceritakan tentang keluarga besarnya.“Mas.” Suara Amalthea kembali terdengar sambil menyenggol lengan Orion. “Itu, tangan Bang Adrian kok dianggurin,” bisiknya.“Kayaknya lakimu cemburu deh, Ma.” Adrian berseloroh tanpa tedeng aling-aling. Lelaki itu bahkan tersenyum melihat Orion yang melengos setelahnya. “Tuh, kan, bener apa kataku bilang. Ya, wajar, sih. Siapa sih di dunia ini yang gak insecure sama ketampanan Adrian!”“Halah, muka pasaran begitu aja kok bangga.” Bukan Amalthea yang bilang, melainkan mulut pedas Orion. Lelaki itu menyambut tangan Adrian tak ikhlas. “Iya, aku Orion. Suami dari Amal.”
“Kamu?”“Hai!”Farah tidak berharap banyak akan kedatangan tamu tak diundangnya. Namun, ia juga tak menampik ada sesuatu di dalam hatinya yang merasa bahagia akan keberadaan si tamu. “Ma–u apa kamu ke sini?” Farah tak membiarkan si tamu untuk masuk. “Pulang aja sono!”“Far, tunggu dulu!” “Apa lagi sih, Bang? Apa kamu belum puas bikin aku malu di resto tadi? Apa kamu mau bikin aku malu juga di tempat tinggalku juga?” Akhirnya, Farah melontarkan juga apa yang semenjak tadi bercokol di dalam hati. Wanita itu bahkan sampai tak membiarkan si tamu untuk masuk ke dalam rumah. Ia justru memilih untuk duduk di teras. Adalah Kirun, si tamu tak diundang yang kini tengah berdiri di depan teras Farah. Lelaki itu datang dengan satu buah kantong plastik berisi makanan. Karena ia tahu jika wanita di hadapannya belum sama sekali menyentuh makanan.“Ini ada makanan buat kamu, Far.” Farah menatap kantong plastik bening yang pastinya beriai makanan itu dengan malas. “Aku udah kenyang. Makasih;” tola
Amalthea tidak tahu jika temannya bisa galau juga. Ia pikir, Farah akan menyerah dan menendang Kirun dari daftar lelaki yang pantas jadi calon suami. Faktanya, sang sekretaris datang ke kantor hanya untuk curhat.Berita gilanya, katanya Farah malah kangen sama Kirun. Apa tidak gila itu orang? Sumpah. Baru kali ini ia temukan kisah yang sangat aneh dn itu terjadi pada orang sekitarnya.“Tapi, kenapa harus Bang Kirun, Far? Apa gak ada lelaki lain lagi yang mungkin berbobot untuk kamu galauin?” Amalthea yang sudah tidak bisa mengerem mulutnya, segera nyeplos.Kini, kepala Farah yang sedari tadi diletakan di atas meja langsung menoleh lemas. Wajahnya yang kuyu, bahkan ada lingkaran hitam di bawa mata semakin membuat Amalthea meringis ngeri. “Kalau aku bisa milih, aku juga nggak bakalan mau, Mal. Kamu tahu sendiri ‘kan gimana rasanya kalau udah demen sama orang. Rasanya itu susah banget buat ngelupain. Apalagi, semalam aku udah ngejar bang Kirun. Tapi, ternyata dia udah nggak ada.” Mengi
“Maaf, saya sudah beristri.”“Loh? Kok, aku malah ditinggalin. Mas! Tolongin aku!”Orion mengabaikan teriakan wanita itu. Dia terus melangkahkan kaki menuju parkiran di mana mobilnya terparkir. Istrinya sudah cukup menunggu terlalu lama dan ia yakin, kalau sekarang Amalthea pasti sedang ngambek.Dalam perjalanan menuju gedung kantor Thea Group, Orion tampak gelisah. Ia bahkan beberapa kali membunyikan klakson karena kendaraan di depannya begitu lambat. Usut punya usut, ternyata mobil di depan sedang latihan. Menyadari itu, Orion pun mengumpat dalam hati. Akhirnya, dengan kesabaran yang tinggal sedikit, lelaki itu menginjak pedal gas dan menyalip mobil tersebut.Sesampainya di gedung Thea Group, Orion sengaja memarkirkan mobil di depan karena mereka memang hanya sebentar.“Selamat siang, Tuan.” Satpam yang mengetahui kedatangan Orion segera memberi hormat.Orion mengangguk. “Apa Istriku masih di ruangannya?”“Tidak, Tuan. Nyonya Amalthea ada di ruang tunggu di dalam sana!”Orion lalu
Amalthea menatap antara suaminya dan wanita yang baru saja datang. Ia melihat penampilan wanita itu dengan kernyitan di dahi. “Apa kalian saling kenal?” “Gak!”“Iya.”Jawaban dari Orion dan wanita bernama Neni Anggraeni saling berseberangan jingga membuat Amalthea mengernyit bingung. Tatapan Amalthea kini tertuju pada sang suami yang sedang menatapnya balik. “Maksudnya gimana, Mas?” Orion menggeleng sambil mengangkat kedua jari membentuk tanda ‘V’. “Aku berani bersumpah, Sayang. Kalau aku emang gak kenal sama wanita itu!”Mulut Amalthea hendak menyahuti ucapan Orion, tetapi sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya hingga kini mereka saling berhadapan.“Hei, Mbak. Situ Siapa?” tanya wanita di depan dengan sinis. “Kamu gak usah deket-deket, deh, sama calon suamiku, deh!”“Calon suami?” Sudut bibir Amalthea tertarik ke atas, lalu melihat ke arah Orion. “Apa dia benar calon istri keduamu, Mas? Serius kamu mau dia jadi maduku?”“Gal, Mal. Aku berani bersumpah, kalau aku gak kenal sama
“Sayang!”“Kkkk. Iya, Mas. Masa gitu doang aja ngambek.” Amalthea tak bisa menghentikan senyumnya kala melihat sang suami merajuk. “Kamu, sih, yang mancing-mancing,” dumel Orion yang tidak mau dikira ngambek. “Ayo, buka mulutnya! Aa ….” Akhirnya, mereka pun makan siang dengan tentram. Orion bahkan dengan senang hati menerima suapan Amalthea, dan sebaliknya. Dua orang tersebut terlihat menikmati makanan yang ada di atas meja hingga habis.Orion memang sengaja membeli makanan yang sesuai selera mereka sehingga tidak ada makanan yang mubazir. Akan sangat disayangkan jika sampai mereka membuang makanan. “Pulang, yuk, Mas!” ajak Amalthea.“Yuk. Bentar yah, Yank. Aku mau ke toilet dulu.”Amalthea mengangguk. Setelah sang suami selesai dengan urusannya di toilet, kini mereka sudah berada di dalam mobil. Perjalanan lancar, tidak ada drama macet, apalagi sampai ngomel-ngomel karena mobil disalip. “Aku langsung ke kantor yah, Yank. Kamu beneran gak apa-apa aku tinggal?” tanya Orion denganb
Note: Ini nomorku, Sayang. 08xxxx“Cih!” Orion langsung membuang note kecil yang diberikan oleh Neni ke tong sampah menuju parkiran mobil. Sekretaris dari Bambang itu benar-benar sudah membuatnya kesal, tetapi ia tidak mungkin ngamuk di tempat tersebut. “Berani sekali itu perempuan godain aku,” ujarnya menyeringai jijik.“Ada apa, Tuan?” Orion menggeleng masih dengan kakinya yang melangkah. “Apa jadwalku setelah ini?” Keinginannya untuk bertemu dengan sang istri membuat lelaki tersebut ingin segera pulang, lalu menghabiskan waktu bersama sang pujaan hati. “Setelah ini, Anda ada makan malam dengan Tuhan Shikamaru.”Orion lalu melihat jam di tangannya, pukul 16.15 wib. “Jadi, setelah ini saya kosong?” tanyanya pada sang sekretaris. Tangannya segera merogoh saku jas dan melihat kontak nama si istri. “Tidak ada, Tuan. Setelah ini Anda bisa ke kantor, mungkin mengecek beberapa laporan yang sudah dibuat oleh bagian pemasaran, juga proposal dari perusahaan QiuQiu.”“Perusahaan QiuQiu?”
“Aduh!” Amalthea yang hendak mengambil ponsel di atas nakas, justru tidak sengaja menyenggol pigura berisi fotonya dan sang suami. Benda itu jatuh hingga kacanya berserakan. Amalthea hendak membersihkannya, tetapi jarinya justru tertusuk pecahan beling tersebut. “Sshhhh!” Ia meringis perih, lalu memasukkan jarinya ke dalam mulut. Tidak terlalu sakit hanya perih. Namun, setitik darah masih saja keluar dari ruas-ruas jarinya.“Kenapa aku jadi kepikiran Mas Rion, ya?” Amalthea kemudian melihat ke arah jarum jam yang menunjukkan pukul 05.30 sore. Namun, sang suami belum juga pulang hingga membuatnya khawatir. “Ini lagi, kenapa Mas Rion belum balik juga, yah?”Amalthea lalu bangun dari jongkoknya dan melihat ke arah ponsel miliknya yang tergeletak di lantai. “Ckckck!” Tidak ada pesan ataupun panggilan dari sang suami membuat hatinya semakin gundah gulana. Ia pun memutuskan untuk memanggil bibi. “Bi, Bibi!” panggil Amalthea sambil berjalan menuju sofa. Ia tak mau jika sampai kakinya meng