“Mau cerita apa? Oh ya, ngomong-ngomong bukannya kamu lagi deket sama si Gunawan?” Orion menimpali. Namun, sebelum itu ia meminta bibi membantunya membawa Omar ke kamar. “Baik, Non.”Setelah itu, Ama bisa mengobrol dengan santai tanpa takut jika Omar terganggu. Lagipula, obrolan mereka pasti akan sedikit panjang dan privasi. Orion sendiri berada di seberang sofa yang ditempati Ama dn Farah. Ketiga temannya juga sibuk menertawakan obrolan mereka yang cukup random.Kembali lagi pada Ama dan Farah. Mata Farah membelalak kaget mendengar pertanyaan Ama. “Loh, kok kamu tau? Perasaan aku belum cerita ke kamu, deh!”Ama mengibaskan tangan seolah meminta Farah untuk tidak memikirkan dari mana informasi yang ia dapat tentang kedekatan si teman dengan Gunawan. “Kamu gak usah mikirin dari mana aku tahu. Yang penting sekarang kamu cerita!” todongnya.Farah terlihat menarik napas panjang, lalu melirik sebentar ke arah ke-4 lelaki yang kayaknya tengah sibuk saling mengobrol. Namun, tatapannya ju
“Yakin dan gak yakin,” jawab Ama ambigu. “Lagian, itu tergantung bagaimana mereka memperjuangkan kamu,” sambungnya tanpa melihat si teman. Farah tentu mengerti apa yang dimaksud oleh Amalthea. Namun, ia masih belum terbiasa dengan para lelaki yang ingin menjadikannya sebagai permaisuri di dalam hatinya.Ama melihat Farah yang hanya bengong kemudian menepuk bahu si teman. “Zaman udah berubah, Far. Perempuan pun sekarang tidak masalah untuk menyatakan cintanya terlebih dahulu. Apalagi, jika orang yang kita cintai terlalu lama menggantungkan hubungan kita.”Farah mengembuskan napas cukup keras. Sekali lagi, dia melihat ke arah Kirun, Farhan, serta Gino. Mereka memang sudah pantas untuk rumah tangga sama seperti dirinya yang usianya sudah cukup matang. “Apa aku nggak terlalu percaya diri, Ma, karena menganggap salah satu diantara mereka itu menyukaiku?” Ama mendengkus dengan pertanyaan dari para. “Dari kacamata yang aku lihat, Kirun emang suka sama kamu, Far. Dari gerak-geriknya yang s
Ama mengedikkan bahu. “Hidupku terlalu sibuk untuk memantau atau mengurusi urusan teman-temanku. Lagipula, Farah juga pasti tahu kok si mantannya adalah orang yang tidak baik.”“Ralat! Bukan mantan melainkan hanya teman,” sambungnya lagi. Setelah itu, Ama meninggalkan ruang tamu untuk menuju ke kamar di mana Omar berada. Namun, baru saja ia duduk di ranjang, ponselnya yang ada di atas nakas berdering.Ternyata, sekretaris almarhum ayahnya yang menelpon. “Tumben nelpon pak Dodi? Apa jangan-jangan ada masalah di kantor, yah?”Setelah bergumam, Ama segera menempelkan ponsel itu ke samping telinga. Ia menyapa duluan. “Iya, Pak. Ada apa?” tanyanya to the point.“Begini, Nona. Sepertinya ada seseorang yang berniat untuk menghancurkan perusahaan kita.” Suara Dodi di seberang telepon terdengar. “Ada beberapa laporan yang sangat jomplang dan setelah saya periksa, memang ada yang tidak beres, Non!”“Maksud kamu ada tikus di dalam perusahaanku?” Ama paling tidak suka ketika orang-orang yang dia
Orion tidak hanya berpangku tangan ketika melihat istrinya sedang dalam masalah. Ia tetap mencari bukti tentang ketidaksetiaan seorang Dodi Hidayat pada keluarganya.Pria tua itu sudah begitu banyak merugikan perusahaan Amalthea. Jadi, dia sebagai seorang suami tidak akan tinggal diam melihat istrinya terpuruk.Seperti halnya yang dia lakukan sekarang. Lelaki itu sudah berdiri di depan sebuah pintu apartemen yang selama ini ditinggali oleh Dodi Hidayat. Ia mendapatkan alamat tersebut dari orang kepercayaannya.“Hai!” sapa Orion sambil nyengir. Kedatangan Orion, ternyata membuat si pemilik apartemen terkejut. “Tuan Rion? Apa yang sedang Anda lakukan di sini?” Dodi terlihat begitu terkejut hingga wajahnya pucat pasi. Apalagi, kondisi bagian atas pria tersebut tak mengenakan pakaian, alias bertelanjang dada, sedangkan bagian bawah hanya mengenakan celana pendek, serta kondisi rambut acak-acakan. Orang tidak perlu menerka terlalu lama dengan aktivitas apa yang baru saja dilakukan oleh
Setelah penangkapan Dodi Hidayat 2 bulan lalu, kini Amalthea kembali bekerja di kantor. Walau tidak setiap hari ke kantor, tetapi wanita beranak satu itu tetap menyempatkan waktunya disela mengurus Omar.***“Sumpek banget seharian kerja! Mantengin komputer mulu bikin mataku sepet, njir! Melipir bentar buat cuci mata, deh.” Farah membelokkan kemudi mobilnya ke arah salah satu mall terbesar di kota itu. Lampu sein berkedip ketika dirinya hendak memasuki area parkir bawah tanah. Rupanya, wanita itu ingin menjelajahi mall yang ada, mulai dari lantai bawah hingga atas. Niatnya kali ini dikarenakan rasa penat setelah seharian bekerja. Farah menghirup aroma khas mall yang sejuk. Senyum mengembang mengiringi langkahnya menjelajahi berbagai lapak yang ada. Sesekali, wanita itu berhenti untuk sekedar duduk mengistirahatkan kaki yang terasa pegal.“Gini, nih, kalau kerjaannya cuma ngadepin laptop sama meja. Baru diajak jalan bentar aja, ijo, kaki udah kayak mau patah,” dumel wanita cantik itu
Sialnya, kumpulan manusia itu malah sibuk mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam kejadian ini. Farah yang melihat itu dibuat makin frustasi. “Edian! Kenapa kalian semua malah ngerekam gue? Bantu kejar maling itu, dong!” Ia setengah merengek menahan air matanya yang hendak jatuh. Akan tetapi, lagi-lagi orang di sekuat justru sibuk merekam tanpa berniat menolongnya. Farah tersenyum miris akan makhluk zaman sekarang. Mereka lebih memilih membuat konten, daripada menolong orang yang sedang kesusahan.Apa hati mereka sudah tertutupi oleh rasa haus pengakuan dari para netizen? Cih! Lantas, Farah harus apa sekarang?Segala macam kartu dan identitasnya ada di dalam dompet itu. Mengurus surat kehilangan akan merepotkan baginya mengingat pekerjaannya sebagai asisten Ama sudah cukup sibuk. “Bagaimana ini?” Ditengah kekalutannya, samar-samar Farah mendengar suara orang bertengkar dari depan toko. Sontak para pengunjung berpindah tempat, termasuk Farah. “Maksud lo apa nuduh pacar gue nyopet
“Yaelah, lo nelpon cuma mau nanyain itu doang? Njir! Gue kira lo mau traktir gue makan di restoran PancaDewa.”“Gak usah banyak tanya, deh! Lagian yang punya resto itu juga lo sendiri. Jadi, gak usah ngarep gue bakalan makan di situ bayar, yah!” sahut Orion yang tidak sabar karena si teman begitu berbelit-belit. “Lo beneran demen sama Farah?”Terdengar helaan napas dari seberang telepon karena mendengar Orion yang terus mencecarnya. “Sekarang gue tanya balik. Kalau demen kenapa? Kalau gak kenapa?” Suara Kirun terdengar malas menjawabnya.“Dih, ini anak malah ngajak gelut!” timpal Orion gemas.Orion menghela napas sambil melihat ke arah istrinya yang masih setia menunggu jawaban dari Kirun. Ia tahu, jika sang istri begitu antusias akan nasib teman, sekaligus sekretarisnya. Jadi, jika ada lelaki yang mendekati Farah harus melewati seleksi dari mereka.“Bang Kir, kalau cuma mau main-main sama Farah, mending cabut, deh!” Timpal Amalthea yang gemas dengan sikap Kirun. “Kirain situ beneran
“Sob, bantuin gue buat dapetin hati Farah, dong.” Kirun memutuskan untuk menghubungi Orion lagi. Namun, kali ini dengan urusan yang berbeda. Lelaki itu bahkan dengan sengaja menelpon di balkon kamar sambil melihat ke arah langit malam yang tampak indah. Bintang bertaburan di atas kepalanya seolah ikut merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Kirun.“Bantu apaan? Gue nggak mau kejadian yang lalu terulang lagi, ya, Kir.” Terdengar Suara Orion di seberang telepon yang mengantuk.“Njir, masih inget aja lu, Sob! Ya, lu tau kan kalo gue emang jahil.” Kirun terkekeh geli. “Ya nggak gitu juga kali, Kir. Masa iya kamu mainin perasaan cewek sampe niat bunuh diri.” Orion di seberang merotasikan matanya jengah. -Beberapa tahun yang lalu-“Kamu beneran suka sama aku, kan, Kir?” tanya seorang wanita dengan kacamata tebal yang bertengger di hidungnya. Adalah Aliyah.Gadis yang terkenal kutu buku itu tengah menyatakan cinta pada Kirun, si ketua basket yang hobinya suka memberi harapan palsu pada c