“Bodoh!” “Huh?” Ama mengernyit bingung ketika lelaki itu mendorong tubuhnya pelan. Pelukan itu sudah tak ia rasakan lagi berganti sentilan di keningnya. “Yakh!” Ia menatapnya protes.“Tak peduli apa yang akan terjadi dalam rumah tangga kita. Jika memang Allahmenakdirkan kita tanpa anak, aku gak masalah, Amal. Selama itu denganmu, kita bisa ciptakan kebahagiaan sendiri.”Ama menatap mata Orion. Ia mencari kebohongan, ataupun kejahilan yang biasa dilakukan oleh sang suami. Namun, lelaki itu terlihat jujur hingga membuat sesuatu di dalam dirinya tersentil. Ama benci perasaan ragunya sekarang? Hatinya semakin mudah goyah semenjak mengenal Orion. Namun, ia segera menghapus keraguan itu agar dinding yang ia coba bangun selama ini tidak runtuh.Ama tidak boleh goyah.Pokoknya katakan tidak pada anak.“Baikah. Kita lihat saja nanti!” tantang Ama. Wanita itu lalu mendorong tubuh Orion. “Udah sana balik kamu ke kantor! Mau jadi apa perusahaanmu jika punya bos tapi malah keluyuran di jam kerj
Setelah mengatakan itu, ia segera berjalan menjauh, meninggalkan Karina yang berteriak seperti orang kerasukan.di belakang. Namun, baru beberapa langkah berjalan, ia sudah kembali berhenti. Bibirnya langsung mengulas senyum tatkala melihat satu pesan masuk di ponselnya. Orion: Datang ke Mall X. Aku tunggu di resto Haww.Ama tersenyum sendiri membaca isi pesan tersebut. Ia sengaja tak membalas chat Orion, tetapi mobil yang ia kemudikan mengarah ke mall X. Tidak butuh waktu lama hingga ia sudah sampai di parkiran. Langkahnya begitu ringan, bahkan sesekali ia berhenti di sebuah kaca besar untuk melihat penampilannya. “Astaga, kenapa aku merasa ini seperti kencan, sih?” Ama memegang bagian wajahnya yang tiba-tiba menghangat. Rona merah pasti sudah menghiasi wajahnya sekarang.“Hai, Ama Sayang. Long time no see!” Sapaan sok kenal terdengar ketika Ama baru saja masuk ke dalam lift Mall. Kening Ama mengernyit. Kepalanya lalu ditelengkan sedikit untuk mengingat siapa wanita itu. Wajahnya
“Maaf, apa kita saling kenal?” Orion terlihat menatap ke arahnya, lalu pada Rachel. Pria itu tampak bingung dengan maksud pertanyaan sahabat dari istrinya.“Bang, ini aku, Ichel. Adeknya Raka.” Rachel terlihat begitu semangat memperkenalkan diri di depan suaminya. Apa mereka sedekat itu hingga mempunyai panggilan yang sedikit manis?Eh!Apa Ama cemburu?Ama yang tidak tahu apa-apa hanya diam saja. Ia tahu jika Rachel adalah adik dari Raka. Ia tahu itu. Tapi, jika Raka temenan sama Orion? Ia jelas tidak tahu.Hubungannya hanya dengan Rachel, tidak dengan Raka. Pernah dulu mereka bertemu ketika pulang bermain dari pasar malam. Rachel yang dijemput Raka, sedangkan dirinya memilih untuk pulang naik ojek.Ama dulu begitu tertutup hingga tak pernah mau bersosialisasi dengan orang lain. Hidupnya terlalu monoton karena merasa dunia tidak pernah berpusat padanya. Jadi, ia memutuskan untuk menjadi orang introvert sewaktu SMP hingga SMA.“Raka Purnomo?” Suara antusias Orion seketika mengembalik
“Tunggu sebentar!”“Eh. Kamu mau ke mana?” Tangan Ama segera menahan lengan suaminya yang tiba-tiba berdiri dari duduknya. “Kamu gak mungkin ninggalin aku di sini, kan?”“Gaklah, Sayang. Aku pergi bentar, kok!” Orion mengecup puncak kepalanya, lalu pergi meninggalkan restoran dengan terburu-buru.Ama menurunkan tangannya yang hampa, lalu menghela napas pasrah karena ditinggal sang suami.“Bang Rion mau ke mana, sih?” Rachel tiba-tiba berpindah duduk di kursi di mana Orion tadi tempati. Sementara dirinya hanya mengedikkan bahu. Matanya masih tertuju ke arah kepergian Orion. Helaan napas berat terembus begitu saja dari hidung sebelum ia merasakan pipinya dingin karena menyentuh sesuatu.“Apa, sih?” Ama mengusap pipinya yang basah dengan bibir sedikit memberengut. Ia lalu menatap Rachel protes, apalagi ketika wanita itu hanya terkikik sambil menaruh gelas jus itu di atas meja. “Rese banget, dah!”“Lagian gitu amat ngeliatin Bang Rion sih, Ma. Tenang, sih. Dia gak akan ke mana-mana, kok.
“Bukan siapa-siapa.”Jawaban Orion 3 hari yang lalu masih saja membuat otak Ama yang selalu berpikiran pendek menjadi kesal. Namun, ia tak berani bertanya pada sang suami karena lelaki itu pun begitu tertutup masalah pribadinya.Berkat kejadian itu pula, pekerjaannya di kantor sering kali salah. Ia bahkan beberapa kali harus diingatkan oleh sekretarisnya untuk masalah kerjaan. Mau bagaimana lagi, Orion sudah menjadi satu dari bagian hidup Ama. Mau bersikap acuh pun tidak bisa. Dari pihak si lelakinya sendiri juga begitu cuek, bahkan Orion seperti membangun tembok tinggi dari Ama. Terutama masalah masa lalu itu.Tidak adil banget memang. Namun, Ama bisa apa selain diam di pojokan sambil mantau.Hari ini saja, Ama kembali ditegur oleh salah satu klien karena beberapa kali melamun ketika orang tersebut menjelaskan. Akhirnya, meeting itu pun dibatalkan dengan sedikit ceramah dari sang sekretaris.“Sebenarnya Nona ini ada apa, sih? Kenapa beberapa hari ini selalu saja tidak fokus? Jika m
“Oh, jadi ini kelakuan kamu di belakangku?” “Amal!” Orion terlihat linglung seperti lelaki yang ke gep selingkuh oleh istrinya. Pria itu berdiri mendekatinya, tapi ia segera menyingkir.“Bagus!” Ama bertepuk tangan dengan bibir menyeringai. “Kamu bilang kemarin lagi di Bandung karena ada kerjaan. Tapi,” jedanya dengan menaikkan suaranya, “kamu di sini, berduaan dengan wanita lain, Rion!”“Amal, dengerin aku dulu!” “Stop! Jangan sentuh aku anying!” Ama mundur beberapa langkah ketika tangan Orion kembali hendak menyentuhnya. Bibirnya berkedut, menatap suaminya yang masih saja berusaha untuk mendekat.“Ok…. Aku akan diam. Tapi, kamu dengerin dulu penjelasan ku!” pinta Orion dengan sangat.Ama menggerakkan rahangnya dalam diam, walau kini dadanya tengah bergemuruh. Sesuatu di dalam dirinya sudah hampir meledak jika tak ingat di mana mereka berada sekarang. “Ama, sebaiknya kita turuti keinginan suamimu!” Farah bahkan memintanya untuk diam dan mendengarkan.Dia pun berdecak. “Ok! Aku ber
“Aku hanya gak mau kamu salah paham, Mal.”“Tapi, dengan seperti ini kamu sudah menyakitiku!”Orion menarik kursinya hingga kini menempel pada lelaki itu. Ama hanya diam dengan sedikit salah tingkah. Ia masih sadar jika mereka tidak sedang berdua saja, melainkan ada Diana dan Farah sedang mengawasi di depan mereka.Akan tetapi, Orion seperti tidak peduli. Lelaki itu bahkan dengan berani mengecup punggung tangan, lalu menatapnya dengan tatapan bersalah. “Aku berani bersumpah, kalau aku dan Diana tidak ada hubungan apa pun selain mitra kerja!” jelas lelaki itu.“Kau yakin kata-katamu bisa dipercaya?” Ama berusaha percaya sekaligus mendiamkan desiran dan rasa mulas di perutnya. Orion memang benar-benar membuat hidupnya jungkir balik dan bangun lagi. Rasanya, hidup dengan Orion itu seperti naik roller coaster. Pada saat di atas ia dibuai dengan banyaknya angin segar. Namun, ketika turun perutnya dibuat melilit hingga ingin menangis dengan rasa yang tidak menyenangkan itu. Akan tetapi, ia
“Astaga, bagaimana bisa aku menjadi panas dingin begini?” Ama mengutuk diri sendiri lantaran pikirannya yang tiba-tiba berubah menjadi kotor. “Ini semua gara-gara Rion!” dumelnya sambil melihat ke arah pintu kamar mandi.Usut punya usut, ternyata penyebab Ama ngumpet di kamar mandi berawal dari sang suami. Setelah kepulangan mereka dari cafe, Ama dan Rion langsung menuju ke kamar. Niat hati dirinya ingin langsung ganti baju, lanjut rebahan. Namun, siapa sangka ketika kakinya sampai di depan pintu kamar, sebuah pertunjukan terjadi.Sontak, ia pun berteriak, “Yakh! Apa yang kamu lakukan, Bodoh?!” “Aish, ngagetin aja sih kamu, Mal!” balas Orion berteriak. “Kenapa itu ngapain, sih?” Lelaki itu menatapnya dengan mata menyorot kesal.Ama sudah memalingkan wajah ke arah lain dengan wajah merona. “A-apa kamu gak bisa ganti baju di dalam kamar mandi?” tanyanya terbata.Dengkusan terdengar jelas di belakang bahunya. “Kau berteriak hanya karena melihatku melepas celana?” Suaranya terdengar tak