Bangun tidur melihat wajah pujaan hati yang selama ini disukai adalah sebuah kebahagiaan yang nyata. Walaupun mereka sempat terlibat salah paham, tapi jika diakhiri dengan pertarungan di atas ranjang, siapa yang tak akan luluh, sih?Eits, ini buat yang udah berumah tangga, yah!Sebenarnya, Orion sempat ketar-ketir ketika bertemu Ama di cafe kemarin sore. Padahal, ia sudah berniat memberikan kejutan pada sang istri setelah pulang meeting. Namun, nasi sudah menjadi bubur.Sebelum lanjut bercerita, ia akan menceritakan sedikit tentang masa lalunya dengan Diana. Diana adalah sosok yang pernah mengisi hatinya beberapa tahun lalu, tepatnya ketika ia masih SMA. Orion memutuskan menerima pengakuan cinta Diana karena ia pikir gadis itu mempunyai visi dan misi yang sama dengannya. Ternyata, Orion salah.Ketika sore itu, tepat hubungan mereka yang ke 6 bulan, Diana datang ke perpustakaan karena dirinya memang sedang belajar buat masuk ke perguruan tinggi. Gadis itu datang dengan wajah sedih be
“Ded, usir wanita ini sekarang juga!” Tanpa menunggu lebih lama lagi, Orion segera meminta sang asisten untuk menyeret Karina keluar dari ruangannya.“Baik, Tuan.”“Bawa dia pergi! Dan, jika sampai aku melihatnya datang ke sini lagi, aku akan memecatmu!” tegas Orion pada sang asisten.“Baik, Tuan. Saya janji tidak akan melakukan hal ini lagi!” “Gak!” Karina langsung berlari, bersimpuh di kaki Orion. Dia meraung bahkan memeluk kaki lelaki itu dengan begitu erat. “Aku dan Edrick tidak ada hubungan apapun, Rion. Aku berani bersumpah jika kamulah yang aku cinta!”Orion menggertakkan giginya dan menatap asistennya. “Bawa dia!”Akan tetapi, Karina begitu erat memeluk kakinya hingga Orion kesulitan menyingkirkan kakak iparnya. “Tolong pergi dari sini sebelum aku menendangmu, Rin!” “Gak, Rion. Kamu harus dengerin dulu penjelasanku!” Karina menggeleng, menolak tangan asistennya yang berniat menyeret wanita itu pergi. “Aku melakukan ini agar Ama menderita, Rion. Kamu harus percaya padaku!”“A
Ama berlarian di lorong rumah sakit setelah mendapatkan kabar dari orang kepercayaan ayahnya jika Akbar masuk rumah sakit lagi. Raut wajahnya begitu panik hingga ia beberapa kali menabrak pengunjung lain.“Yakh! Kamu pikir ini lapangan berlarian seperti ini? Huh!” Seorang pria berperawakan besar yang dapat bertabrakan dengan Ama tampak begitu marah. Padahal, pria itu sendiri tidak jatuh.Sementara tubuhnya yang kecil itu harus rela terjatuh hingga sikunya terasa perih. Namun, ia tak memedulikannya. Ama segera berdiri dan membungkuk minta maaf. “Dasar bodoh!” umpat pria itu sebelum pergi meninggalkannya.Ama tidak ambil hati. Ia kembali berlari menuju ruang rawat ayahnya. “Ayah, tolong tunggu Ama,” gumam pedih.Sesampainya di ruang rawat sang ayah, Ama mencoba menarik napas. Entah ia yang bodoh atau bagaimana, Ama justru memilih menaiki anak tangga dibandingkan naik lift. Kini, ia terlihat begitu berkeringat, bahkan ada noda merah di
“Tolong jaga sikap Anda, Nyonya!” Orion segera menangkis tangan Ameera yang hendak menampar Ama. Ia lalu melirik ke arah sang istri, wanita itu hanya diam saja seolah tak terganggu dengan tingkah si ibu tiri yang sedikit anarkis.Orion tahu jika Ama pasti belum bisa menerima kepergian Akbar. Dan, inilah waktunya ia sebagai seorang suami selalu berada di sisi sang istri. Karena bagaimanapun juga, Ama sekarang menjadi tanggung jawabnya.“Kamu!” Suara Ameera terdengar penuh benci padanya. “Kamu pasti sudah berkomplot dengan wanita sialan itu, kan, buat mengambil alih semua harta suamiku?” Wanita tua berteriak keras sambil menunjuk-nunjuk ke arahnya. Orion menyeringai lebar. Ia tidak tahu jika akan ada masa di mana ia berurusan dengan seorang serakah seperti Ameera. Lelaki itu sama sekali tak gentar dipelototi oleh wanita tersebut. Baginya, melindungi Ama sekarang jauh lebih penting dari segalanya.“Mau berkomplot atau tidak, itu bukan urusan Anda. Yang terpenting sekarang Anda harus me
Desas-desus di perusahaan itu pun langsung berembus kencang setelah kedatangan Karina dan Ameera dalam rapat pemegang saham. Siapa sangka jika selama ini, Ameera diam-diam mengambil beberapa persen saham milik Akbar tanpa sepengetahuan pemiliknya.Bukankah Ameera sangat licik?Wanita itu begitu pandai dalam mengatur siasat hingga selama hidup dengan Akbar, pria tua itu tak pernah memergokinya. Ameera begitu leluasa menggerogoti sedikit demi sedikit harta milik ayah Amalthea, apalagi pada saat sang suami sakit.Jadi, tidak heran jika Ameera kini bisa duduk bersama dengan para pemegang saham di ruangan rapat tersebut. Baginya, 5% yang diberikan oleh mantan suaminya itu adalah sebuah penghinaan. “Jadi, apa kita bisa mulai sekarang rapatnya?” Ameera menyeringai penuh kemenangan di hadapan Ama, atau mantan anak tirinya.***Hal ini sempat membuat Ama terkejut ketika mengetahui nama mantan ibu tirinya itu berada dalam daftar. Namun, wanita muda itu selalu pandai dalam mengatur ekspresi waj
Rapat hari itu pun diakhiri dengan kemenangan Ameera. Ama kembali ke ruangannya dalam keadaan shock. Ia yang dibantu jalan oleh Orion sampai tak habis pikir. “Bagaiman bisa nenek lampir itu memiliki saham sebanyak itu? Padahal, aku yakin ayah tak mungkin memberikan semua itu secara sukarela.” Ama bergumam dengan tatapan kosong.Kini, ia berada di ruangannya bersama sang suami. Setelah rapat, ia langsung menyuruh Toro yang dibantu Farah untuk menyelidiki Ameera lebih dalam lagi.Selama ini, Ama tidak pernah tahu jika ibu tirinya akan menggerogoti harta mereka sampai sebanyak itu. Untung ketahuan sekarang, kalau besok-besok? Bisa habis semua saham miliknya. “Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang?” Orion memeluknya dari belakang.Ama menghela napas dan membiarkan tubuhnya bersandar di dada bidang sang suami. Tatapannya lurus ke balik jendela besar di mana pemandangan kota tersaji dari gedung pencakar langit miliknya. “Aku gak nyangka jika wanita itu bisa memiliki saham di perusahaan b
Orion masih berdiri diam di depan sebuah cafe. Ia terlihat ragu antara masuk, atau kembali ke mobilnya. Akan tetapi, janjinya kepada sang istri untuk membantu membuat ia harus berada di tempat tersebut.“Kenapa harus menggunakan cara seperti ini, sih?”Ketika ia masih dalam kebimbangan, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Nama Karina langsung menyapa penglihatan Orion. Lelaki itu mendecih sebelum menarik napas, dan membuangnya.Orion lantas menempelkan ponsel pintar itu ke samping telinga. “Hm….”“Apa yang kamu lakukan di pintu, Rion?” Suara Karina terdengar menyapa gendang telinganya. Orion lalu mendongak, melemparkan pandangan ke sekitar. Di sana, tepatnya di dekat jendela wanita itu duduk. Karina bahkan melambaikan tangan riang ke arahnya. Ia pun segera mematikan panggilan itu dan masuk ke dalam cafe.“Hai!” sapa Karina ramah. Wanita itu bahkan menyambutnya dengan berdiri dari kursi ketika ia datang.Orion hanya menunduk, kemudian menarik kursi tepat di depan kakak tiri sang istr
Karina sudah besar kepala jika Orioni akan bersedia menjadi pasangannya. Orang bodoh mana, sih, yang akan menolak uang? Tidak ada. Jadi, ia yakin lelaki di hadapannya pasti akan setuju bercerai dengan Amalthea.Kematian ayah tirinya memang tidak dinyana. Namun, berkat itu semua, ia dan Ameera bisa segera mendapatkan hak mereka atas harta tersebut. Pria tua itu memang terlalu bodoh hingga percaya begitu saja pada ibunya. Menyerahkan beberapa aset kekayaan kepada Ameera tentu saja bagaikan memancing ikan di kolam yang dangkal. Tanpa perlu dipancing, tinggal serok semua ikan akan menjadi miliknya.Edrick? Karina tersenyum menyeringai. Ia muak dengan pria bodoh dan kere itu. Sejak lama, ia memang tak memiliki perasaan pada mantan tunangan dari Amalthea. Ia menggunakan Edrick hanya sebagai batu loncatan saja.Selain bodoh, Edrick juga bukan tipe Karina sehingga membuatnya ilfil jika dekat-dekat dengan pria tersebut. Herannya, bagaimana bisa Ama merajut cinta selama bertahun-tahun dengan
Farah memukul lengan Kirun. “Cium, noh, tembok!” Setelah itu, dia pun berlalu pergi meninggalkan calon suaminya di teras. “Yah, Calon Bojo! Kok, lananganmu ditinggal, sih?” Kirun memanggil Farah.“Ora urus!” Bibir wanita itu tak berhenti mengulas senyum. “Jadi, aku sekarang udah mau jadi istri? Kyaaa, aku jadi gak sabar nunggu hari itu tiba!”Farah tak menggubris Kirun di belakang yang sedang memandangnya. Hatinya tengah berbunga-bunga juga malu secara bersamaan. Bagaimana tidak? Orang yang disukai akhirnya melamar. “Amal, aku mau nikah!” Farah berteriak tertahan di depan pintu utama. Namun, wajah itu langsung berubah biasa saja ketika tiba di ruang tamu. Kirun sudah menyusul dan kini duduk di samping ayah dan ibunya. Memandang Farah yang terus mengacuhkan dirinya. Namun, ia tidak marah, justru tersenyum senang karena lamaran keduanya berhasil.“Jadi, kita langsung cari hari bagusnya aja bagaimana, Pak, Bu?” Orang tua Kirun segera berseloroh seolah tak sabar untuk menikahkan anak m
“Saya berniat melamar anak Bapak dan Ibu,” jeda Leo sambil menunjuk sopan ke arah Farah.Farah membelalak. Tangannya menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi kaget luar biasa. “Melamar saya?”“Iya, Far,” jawab Leo, “sudah lama aku menyimpan perasaan ke kamu. Sekarang, aku ingin melamarmu untuk menjadi pendamping hidupku, dan ibu dari anak-anakku kelak.”Adik Kirun yang perempuan berbisik kepada kakaknya. “Saingan lo pejabat, Bang. Yakin lo masih punya kesempatan?” Kirun sempat insecure melihat lelaki di sampingnya. Leo bahkan datang seorang diri tanpa bala bantuan seperti dirinya untuk melamar seorang wanita. Rivalnya yang terlalu percaya diri, atau dirinya seorang pengecut. Apalagi, saingan kali ini bukan kaleng-kaleng, pejabat negara langsung. Apa dia tidak kalah telak? Jelas, kekayaan yang dimiliki olehnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Leo.Haruskah Kirun menyerah?“Berisik lo, Dek!” timpal Kirun, “ setidaknya gue yakin, kalau Farah itu ada rasa sama gue.”“Percaya diri
“Ada yang harus kulakukan. Ya, aku harus memberi makan kucing!” seru Farah cepat.“Loh, sejak kapan Farah punya kucing?” Kirun menggaruk belakang kepalanya. “Eh, apa jangan-jangan dia mau ngehindar lagi dari gue?”Lelaki itu terduduk di kursi dengan lemas. Tubuhnya mendongak, menatap langit cerah yang seolah tengah mengejeknya. “Ya Allah, apa ini adalah karma buat gue yang udah buat hati banyak wanita di luar sana tersakiti? Jika memang benar, Engkau berhasil, Tuhan!”Kirun menepuk bagian dadanya. “Di sini sakit banget, Ya Allah!” Di dalam sana kini tengah menangisi nasibnya yang begitu malang. Ditinggal Farah iya, bahkan ditolak lamarannya sudah dirasakan langsung olehnya dari seorang perempuan yang ia cintai.Sungguh sial sekali nasib percintaan Kirun. Jika dulu, ia begitu masa bodoh dengan para perempuan. Kini, ia seolah bisa melihat dirinya sendiri dari sikap Farah padanya.“Nasib punya muka pas-pasan, tapi ini semua takdir Tuhan.” Bibir Kirun kini menyenandungkan sebuah lagu yan
"Aku hanya merasa kaget aja, Yank,” jawab Orion setelah sekian detik terpaku. Dia tidak menyangka jika usahanya selama ini berbuah manis. Cinta yang diperjuangkan hanya untuk Amalthea, berbalas oleh sang pemilik hati. Ya, walaupun mereka sudah menikah setahun lebih, tetapi Amalthea jarang mengungkapkan perasaannya. Jadi, wajar saja jika Orion terkejut. “Sayang, coba tampar aku!” ujarnya menatap sang istri.“Apaan sih, Mas? Nggak usah ngaco, deh! Lagian kamu itu tidak sedang bermimpi, ini nyata.” Amalthea menangkup wajah Orion, lalu mengecup bibir itu dengan mesra. Setelah puas, barulah ia melepaskannya. “See, apa kau masih merasa ini mimpi?”Mata Orion mengerjap, ia tak mengalihkan sedikitpun pandangan dari wajah Amalthea. Istrinya memang begitu cantik, murah hati, hingga ia jatuh sejatuh-jatuhnya mencintai wanita yang kini berada di hadapan. “Ya, aku memang sedang tidak bermimpi. Karena kau jauh lebih indah daripada mimpi-mimpi setiap malamku dulu. This is real, no dream.” Orion la
“No! Aku gak setuju.” Amalthea menolak usulan sang suami. “Lebih baik, kita serahkan saja ke mereka. Aku juga udah minta Kak Leo buat deketin Farah sendiri. Kamu tau, kan, aku lagi hamil, Yank?” Tangannya mengusap perutnya yang sudah mulai membesar.“Astaga!” Orion menepuk kening karena hampir lupa jika istrinya tengah berbadan dua. Ia langsung menundukkan wajahnya kemudian mengecup perut Amalthea berkali-kali. “Maaf, Sayang. Hampir saja Papa lupa jika kamu berada di sana,” sesalnya.Bibir Amalthea cemberut, tetapi hanya sebentar. “It's ok, Papa. Yang penting Papa cepet sehat biar bisa main lagi sama dedek bayi,” ujarnya menirukan suara anak kecil.“Iya, Sayang. Aamiin. Makasih doanya.” Orion kembali mengecup puncak perut istrinya, lalu ia menengadahkan wajah untuk menatap Amalthea. “Makasih ya, karena kamu selalu ada untukku, Yank.”Amalthea mengusap wajah suaminya yang masih terlihat pucat. “Sama-sama, Mas. Lagian, kita kan emang harus saling mendukung satu sama lain. Ingat, kita in
Orion menatap sekitarnya dengan mata mengerjap. Dia mengerang sambil memegang bagian kepala yang terasa pening. “Ke mana semua orang? Bukankah aku tadi sedang ada di ruangan rapat?” tanyanya pada diri sendiri.Suara pintu yang terbuka dan munculnya sosok Amalthea membuat pria itu menoleh. Mereka saling bertatapan dan untuk sesaat ada kelegaan dari wajah mereka. “Sayang,” panggil Orion berusaha untuk bangun. Amalthea tersenyum senang melihat suaminya yang akhirnya sadar setelah 2 jam pingsan. Kakinya melangkah cepat untuk membantu Orion duduk di ranjang kecil yang terdapat di ruangan kantor sang suami. “Kamu sudah bangun, Mas?” Orion mengangguk, lalu menepuk sisi kosong ranjang di sampingnya. “Kemarilah! Aku ingin memelukmu, Sayang,” pintanya dengan wajah yang pucat.Amalthea menuruti keinginan sang suami. Setelah itu, ia duduk dan menghamburkan tubuhnya ke dalam dekapan hangat Orion. Jujur, ia sangat khawatir ketika melihat orang yang selama ini kuat, tiba-tiba jatuh pingsan. Diha
Leo menarik kursi di samping Amalthea. Ia tak sedikit pun mengalihkan pandangan dari adik tingkatnya ketika kuliah. “Karena aku ke sini memang karena kamu, Ama.”“Mencurigakan sekali. Tapi,” jeda Amalthea melihat ke arah sekitar. “Sepertinya kita harus pindah ke tempat lain, Le!”Farah dan Leo kemudian mengangguk. Mereka berjalan bersama di mana dua wanita di depan, sedangkan si lelaki di belakang mengikuti. Ketika sampai di ruangan yang lebih privasi, barulah Leo melepas topi dan maskernya. “Kita langsung saja,” ucap Amalthea tak mau menunda-nunda. “Jadi, ada apa Pak Dewan menemui kami?”“Kamu, bukan kami!” Farah meralat ucapan Amalthea. “Aku di sini hanya menemani kalian saja.”Amalthea merotasikan kedua bola matanya malas. “Sama aja.”Farah hendak menyahut, tetapi segera diinterupsi oleh Leo. “Ok, aku diam “Leo tersenyum, lalu menatap Amalthea yang masih cantik, padahal sedang hamil. “Kamu kapan nikah? Dan, kenapa aku tidak kamu undang?”“Jangankan kamu, Le. Aku yang sahabat baik
“Jadi, apa yang mau kamu omongin.”“Yaelah, sabar Napa jadi orang. Kasih gue napas,” ujarnya di antara deru napasnya. “Njir, aku udah kek lagi disatroni sama debcolektor,” keluh Farah sambil menyeruput teh manis di tas meja.Amalthea memilih duduk bersandar dengan satu kaki yang ditopang. Namun, tatapannya tak pernah lari dari keberadaan Farah. Wanita di depan sana terlihat seperti baru saja keluar dari bencana. “Kau sungguh sangat-sangat berantakan, Far,” cibir Amalthea.“Cih! Ini semua ulah kamu yang minta aku buat kerja pagi-pagi begini,” timpal Farah sengit. “Ish, mana makanan buat aku, Mal? Kamu beneran gak mesenin apa pun buat aku?”Amalthea menghela napas malas, lalu mencari keberadaan pelayan cafe. Mereka berdua kini tengah berada di tempat nongkrong yang buka 24 jam tidak jauh dari rumah sakit. “Mbak, pesanan saya apa masih lama?” tanyanya pada si pelayan.“Untuk meja nomor 9 sedang di-plating, Kak. Jadi, mungkin sebentar lagi rekan kami antar,” balas perempuan muda bernama
Didi kini tengah berjalan mengendap-endap di belakang gedung tua. Ia sudah janjian dengan seseorang di tempat itu. Namun, ia sedikit terlambat karena ada urusan tadi. Jadi, ketika sampai di lokasi, seseorang sudah berdiri menunggunya.“Maaf, gue telat. Lo udah lama nunggu?” Didi segera duduk di kursi reot, di samping si teman. Ia juga mengipasi diri sendiri lantaran merasa gerah setelah memakai penyamaran topi, masker, juga jaket.“Ckckck!” Wanita yang memakai pakaian serba hitam itu melengos. “Gue udah hampir lumutan nungguin lo, Bangke!” sambungnya sarkas. “Lain kali, kalau lo bikin gue nunggu lagi, gue gak segan buat nendang lo!”“Maaf, Er. Gue tadi ada urusan bentar,” jelas Didi. “Shit! Ini nyamuk malah nyipok gue, njir!” omelnya.Erni menyeringai tidak peduli. Namun, dia sebenarnya juga sudah bosan terus berada di tempat angker. Jika tak ingat akan uangnya, maka ia tak akan mau.“Oh, iya, lo bawa, kan, apa yang gue mau?” Didi segera menadahkan tangan ke wanita bernama Erni. Erni