“Tunggu sebentar!”“Eh. Kamu mau ke mana?” Tangan Ama segera menahan lengan suaminya yang tiba-tiba berdiri dari duduknya. “Kamu gak mungkin ninggalin aku di sini, kan?”“Gaklah, Sayang. Aku pergi bentar, kok!” Orion mengecup puncak kepalanya, lalu pergi meninggalkan restoran dengan terburu-buru.Ama menurunkan tangannya yang hampa, lalu menghela napas pasrah karena ditinggal sang suami.“Bang Rion mau ke mana, sih?” Rachel tiba-tiba berpindah duduk di kursi di mana Orion tadi tempati. Sementara dirinya hanya mengedikkan bahu. Matanya masih tertuju ke arah kepergian Orion. Helaan napas berat terembus begitu saja dari hidung sebelum ia merasakan pipinya dingin karena menyentuh sesuatu.“Apa, sih?” Ama mengusap pipinya yang basah dengan bibir sedikit memberengut. Ia lalu menatap Rachel protes, apalagi ketika wanita itu hanya terkikik sambil menaruh gelas jus itu di atas meja. “Rese banget, dah!”“Lagian gitu amat ngeliatin Bang Rion sih, Ma. Tenang, sih. Dia gak akan ke mana-mana, kok.
“Bukan siapa-siapa.”Jawaban Orion 3 hari yang lalu masih saja membuat otak Ama yang selalu berpikiran pendek menjadi kesal. Namun, ia tak berani bertanya pada sang suami karena lelaki itu pun begitu tertutup masalah pribadinya.Berkat kejadian itu pula, pekerjaannya di kantor sering kali salah. Ia bahkan beberapa kali harus diingatkan oleh sekretarisnya untuk masalah kerjaan. Mau bagaimana lagi, Orion sudah menjadi satu dari bagian hidup Ama. Mau bersikap acuh pun tidak bisa. Dari pihak si lelakinya sendiri juga begitu cuek, bahkan Orion seperti membangun tembok tinggi dari Ama. Terutama masalah masa lalu itu.Tidak adil banget memang. Namun, Ama bisa apa selain diam di pojokan sambil mantau.Hari ini saja, Ama kembali ditegur oleh salah satu klien karena beberapa kali melamun ketika orang tersebut menjelaskan. Akhirnya, meeting itu pun dibatalkan dengan sedikit ceramah dari sang sekretaris.“Sebenarnya Nona ini ada apa, sih? Kenapa beberapa hari ini selalu saja tidak fokus? Jika m
“Oh, jadi ini kelakuan kamu di belakangku?” “Amal!” Orion terlihat linglung seperti lelaki yang ke gep selingkuh oleh istrinya. Pria itu berdiri mendekatinya, tapi ia segera menyingkir.“Bagus!” Ama bertepuk tangan dengan bibir menyeringai. “Kamu bilang kemarin lagi di Bandung karena ada kerjaan. Tapi,” jedanya dengan menaikkan suaranya, “kamu di sini, berduaan dengan wanita lain, Rion!”“Amal, dengerin aku dulu!” “Stop! Jangan sentuh aku anying!” Ama mundur beberapa langkah ketika tangan Orion kembali hendak menyentuhnya. Bibirnya berkedut, menatap suaminya yang masih saja berusaha untuk mendekat.“Ok…. Aku akan diam. Tapi, kamu dengerin dulu penjelasan ku!” pinta Orion dengan sangat.Ama menggerakkan rahangnya dalam diam, walau kini dadanya tengah bergemuruh. Sesuatu di dalam dirinya sudah hampir meledak jika tak ingat di mana mereka berada sekarang. “Ama, sebaiknya kita turuti keinginan suamimu!” Farah bahkan memintanya untuk diam dan mendengarkan.Dia pun berdecak. “Ok! Aku ber
“Aku hanya gak mau kamu salah paham, Mal.”“Tapi, dengan seperti ini kamu sudah menyakitiku!”Orion menarik kursinya hingga kini menempel pada lelaki itu. Ama hanya diam dengan sedikit salah tingkah. Ia masih sadar jika mereka tidak sedang berdua saja, melainkan ada Diana dan Farah sedang mengawasi di depan mereka.Akan tetapi, Orion seperti tidak peduli. Lelaki itu bahkan dengan berani mengecup punggung tangan, lalu menatapnya dengan tatapan bersalah. “Aku berani bersumpah, kalau aku dan Diana tidak ada hubungan apa pun selain mitra kerja!” jelas lelaki itu.“Kau yakin kata-katamu bisa dipercaya?” Ama berusaha percaya sekaligus mendiamkan desiran dan rasa mulas di perutnya. Orion memang benar-benar membuat hidupnya jungkir balik dan bangun lagi. Rasanya, hidup dengan Orion itu seperti naik roller coaster. Pada saat di atas ia dibuai dengan banyaknya angin segar. Namun, ketika turun perutnya dibuat melilit hingga ingin menangis dengan rasa yang tidak menyenangkan itu. Akan tetapi, ia
“Astaga, bagaimana bisa aku menjadi panas dingin begini?” Ama mengutuk diri sendiri lantaran pikirannya yang tiba-tiba berubah menjadi kotor. “Ini semua gara-gara Rion!” dumelnya sambil melihat ke arah pintu kamar mandi.Usut punya usut, ternyata penyebab Ama ngumpet di kamar mandi berawal dari sang suami. Setelah kepulangan mereka dari cafe, Ama dan Rion langsung menuju ke kamar. Niat hati dirinya ingin langsung ganti baju, lanjut rebahan. Namun, siapa sangka ketika kakinya sampai di depan pintu kamar, sebuah pertunjukan terjadi.Sontak, ia pun berteriak, “Yakh! Apa yang kamu lakukan, Bodoh?!” “Aish, ngagetin aja sih kamu, Mal!” balas Orion berteriak. “Kenapa itu ngapain, sih?” Lelaki itu menatapnya dengan mata menyorot kesal.Ama sudah memalingkan wajah ke arah lain dengan wajah merona. “A-apa kamu gak bisa ganti baju di dalam kamar mandi?” tanyanya terbata.Dengkusan terdengar jelas di belakang bahunya. “Kau berteriak hanya karena melihatku melepas celana?” Suaranya terdengar tak
Bangun tidur melihat wajah pujaan hati yang selama ini disukai adalah sebuah kebahagiaan yang nyata. Walaupun mereka sempat terlibat salah paham, tapi jika diakhiri dengan pertarungan di atas ranjang, siapa yang tak akan luluh, sih?Eits, ini buat yang udah berumah tangga, yah!Sebenarnya, Orion sempat ketar-ketir ketika bertemu Ama di cafe kemarin sore. Padahal, ia sudah berniat memberikan kejutan pada sang istri setelah pulang meeting. Namun, nasi sudah menjadi bubur.Sebelum lanjut bercerita, ia akan menceritakan sedikit tentang masa lalunya dengan Diana. Diana adalah sosok yang pernah mengisi hatinya beberapa tahun lalu, tepatnya ketika ia masih SMA. Orion memutuskan menerima pengakuan cinta Diana karena ia pikir gadis itu mempunyai visi dan misi yang sama dengannya. Ternyata, Orion salah.Ketika sore itu, tepat hubungan mereka yang ke 6 bulan, Diana datang ke perpustakaan karena dirinya memang sedang belajar buat masuk ke perguruan tinggi. Gadis itu datang dengan wajah sedih be
“Ded, usir wanita ini sekarang juga!” Tanpa menunggu lebih lama lagi, Orion segera meminta sang asisten untuk menyeret Karina keluar dari ruangannya.“Baik, Tuan.”“Bawa dia pergi! Dan, jika sampai aku melihatnya datang ke sini lagi, aku akan memecatmu!” tegas Orion pada sang asisten.“Baik, Tuan. Saya janji tidak akan melakukan hal ini lagi!” “Gak!” Karina langsung berlari, bersimpuh di kaki Orion. Dia meraung bahkan memeluk kaki lelaki itu dengan begitu erat. “Aku dan Edrick tidak ada hubungan apapun, Rion. Aku berani bersumpah jika kamulah yang aku cinta!”Orion menggertakkan giginya dan menatap asistennya. “Bawa dia!”Akan tetapi, Karina begitu erat memeluk kakinya hingga Orion kesulitan menyingkirkan kakak iparnya. “Tolong pergi dari sini sebelum aku menendangmu, Rin!” “Gak, Rion. Kamu harus dengerin dulu penjelasanku!” Karina menggeleng, menolak tangan asistennya yang berniat menyeret wanita itu pergi. “Aku melakukan ini agar Ama menderita, Rion. Kamu harus percaya padaku!”“A
Ama berlarian di lorong rumah sakit setelah mendapatkan kabar dari orang kepercayaan ayahnya jika Akbar masuk rumah sakit lagi. Raut wajahnya begitu panik hingga ia beberapa kali menabrak pengunjung lain.“Yakh! Kamu pikir ini lapangan berlarian seperti ini? Huh!” Seorang pria berperawakan besar yang dapat bertabrakan dengan Ama tampak begitu marah. Padahal, pria itu sendiri tidak jatuh.Sementara tubuhnya yang kecil itu harus rela terjatuh hingga sikunya terasa perih. Namun, ia tak memedulikannya. Ama segera berdiri dan membungkuk minta maaf. “Dasar bodoh!” umpat pria itu sebelum pergi meninggalkannya.Ama tidak ambil hati. Ia kembali berlari menuju ruang rawat ayahnya. “Ayah, tolong tunggu Ama,” gumam pedih.Sesampainya di ruang rawat sang ayah, Ama mencoba menarik napas. Entah ia yang bodoh atau bagaimana, Ama justru memilih menaiki anak tangga dibandingkan naik lift. Kini, ia terlihat begitu berkeringat, bahkan ada noda merah di
Farah memukul lengan Kirun. “Cium, noh, tembok!” Setelah itu, dia pun berlalu pergi meninggalkan calon suaminya di teras. “Yah, Calon Bojo! Kok, lananganmu ditinggal, sih?” Kirun memanggil Farah.“Ora urus!” Bibir wanita itu tak berhenti mengulas senyum. “Jadi, aku sekarang udah mau jadi istri? Kyaaa, aku jadi gak sabar nunggu hari itu tiba!”Farah tak menggubris Kirun di belakang yang sedang memandangnya. Hatinya tengah berbunga-bunga juga malu secara bersamaan. Bagaimana tidak? Orang yang disukai akhirnya melamar. “Amal, aku mau nikah!” Farah berteriak tertahan di depan pintu utama. Namun, wajah itu langsung berubah biasa saja ketika tiba di ruang tamu. Kirun sudah menyusul dan kini duduk di samping ayah dan ibunya. Memandang Farah yang terus mengacuhkan dirinya. Namun, ia tidak marah, justru tersenyum senang karena lamaran keduanya berhasil.“Jadi, kita langsung cari hari bagusnya aja bagaimana, Pak, Bu?” Orang tua Kirun segera berseloroh seolah tak sabar untuk menikahkan anak m
“Saya berniat melamar anak Bapak dan Ibu,” jeda Leo sambil menunjuk sopan ke arah Farah.Farah membelalak. Tangannya menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi kaget luar biasa. “Melamar saya?”“Iya, Far,” jawab Leo, “sudah lama aku menyimpan perasaan ke kamu. Sekarang, aku ingin melamarmu untuk menjadi pendamping hidupku, dan ibu dari anak-anakku kelak.”Adik Kirun yang perempuan berbisik kepada kakaknya. “Saingan lo pejabat, Bang. Yakin lo masih punya kesempatan?” Kirun sempat insecure melihat lelaki di sampingnya. Leo bahkan datang seorang diri tanpa bala bantuan seperti dirinya untuk melamar seorang wanita. Rivalnya yang terlalu percaya diri, atau dirinya seorang pengecut. Apalagi, saingan kali ini bukan kaleng-kaleng, pejabat negara langsung. Apa dia tidak kalah telak? Jelas, kekayaan yang dimiliki olehnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Leo.Haruskah Kirun menyerah?“Berisik lo, Dek!” timpal Kirun, “ setidaknya gue yakin, kalau Farah itu ada rasa sama gue.”“Percaya diri
“Ada yang harus kulakukan. Ya, aku harus memberi makan kucing!” seru Farah cepat.“Loh, sejak kapan Farah punya kucing?” Kirun menggaruk belakang kepalanya. “Eh, apa jangan-jangan dia mau ngehindar lagi dari gue?”Lelaki itu terduduk di kursi dengan lemas. Tubuhnya mendongak, menatap langit cerah yang seolah tengah mengejeknya. “Ya Allah, apa ini adalah karma buat gue yang udah buat hati banyak wanita di luar sana tersakiti? Jika memang benar, Engkau berhasil, Tuhan!”Kirun menepuk bagian dadanya. “Di sini sakit banget, Ya Allah!” Di dalam sana kini tengah menangisi nasibnya yang begitu malang. Ditinggal Farah iya, bahkan ditolak lamarannya sudah dirasakan langsung olehnya dari seorang perempuan yang ia cintai.Sungguh sial sekali nasib percintaan Kirun. Jika dulu, ia begitu masa bodoh dengan para perempuan. Kini, ia seolah bisa melihat dirinya sendiri dari sikap Farah padanya.“Nasib punya muka pas-pasan, tapi ini semua takdir Tuhan.” Bibir Kirun kini menyenandungkan sebuah lagu yan
"Aku hanya merasa kaget aja, Yank,” jawab Orion setelah sekian detik terpaku. Dia tidak menyangka jika usahanya selama ini berbuah manis. Cinta yang diperjuangkan hanya untuk Amalthea, berbalas oleh sang pemilik hati. Ya, walaupun mereka sudah menikah setahun lebih, tetapi Amalthea jarang mengungkapkan perasaannya. Jadi, wajar saja jika Orion terkejut. “Sayang, coba tampar aku!” ujarnya menatap sang istri.“Apaan sih, Mas? Nggak usah ngaco, deh! Lagian kamu itu tidak sedang bermimpi, ini nyata.” Amalthea menangkup wajah Orion, lalu mengecup bibir itu dengan mesra. Setelah puas, barulah ia melepaskannya. “See, apa kau masih merasa ini mimpi?”Mata Orion mengerjap, ia tak mengalihkan sedikitpun pandangan dari wajah Amalthea. Istrinya memang begitu cantik, murah hati, hingga ia jatuh sejatuh-jatuhnya mencintai wanita yang kini berada di hadapan. “Ya, aku memang sedang tidak bermimpi. Karena kau jauh lebih indah daripada mimpi-mimpi setiap malamku dulu. This is real, no dream.” Orion la
“No! Aku gak setuju.” Amalthea menolak usulan sang suami. “Lebih baik, kita serahkan saja ke mereka. Aku juga udah minta Kak Leo buat deketin Farah sendiri. Kamu tau, kan, aku lagi hamil, Yank?” Tangannya mengusap perutnya yang sudah mulai membesar.“Astaga!” Orion menepuk kening karena hampir lupa jika istrinya tengah berbadan dua. Ia langsung menundukkan wajahnya kemudian mengecup perut Amalthea berkali-kali. “Maaf, Sayang. Hampir saja Papa lupa jika kamu berada di sana,” sesalnya.Bibir Amalthea cemberut, tetapi hanya sebentar. “It's ok, Papa. Yang penting Papa cepet sehat biar bisa main lagi sama dedek bayi,” ujarnya menirukan suara anak kecil.“Iya, Sayang. Aamiin. Makasih doanya.” Orion kembali mengecup puncak perut istrinya, lalu ia menengadahkan wajah untuk menatap Amalthea. “Makasih ya, karena kamu selalu ada untukku, Yank.”Amalthea mengusap wajah suaminya yang masih terlihat pucat. “Sama-sama, Mas. Lagian, kita kan emang harus saling mendukung satu sama lain. Ingat, kita in
Orion menatap sekitarnya dengan mata mengerjap. Dia mengerang sambil memegang bagian kepala yang terasa pening. “Ke mana semua orang? Bukankah aku tadi sedang ada di ruangan rapat?” tanyanya pada diri sendiri.Suara pintu yang terbuka dan munculnya sosok Amalthea membuat pria itu menoleh. Mereka saling bertatapan dan untuk sesaat ada kelegaan dari wajah mereka. “Sayang,” panggil Orion berusaha untuk bangun. Amalthea tersenyum senang melihat suaminya yang akhirnya sadar setelah 2 jam pingsan. Kakinya melangkah cepat untuk membantu Orion duduk di ranjang kecil yang terdapat di ruangan kantor sang suami. “Kamu sudah bangun, Mas?” Orion mengangguk, lalu menepuk sisi kosong ranjang di sampingnya. “Kemarilah! Aku ingin memelukmu, Sayang,” pintanya dengan wajah yang pucat.Amalthea menuruti keinginan sang suami. Setelah itu, ia duduk dan menghamburkan tubuhnya ke dalam dekapan hangat Orion. Jujur, ia sangat khawatir ketika melihat orang yang selama ini kuat, tiba-tiba jatuh pingsan. Diha
Leo menarik kursi di samping Amalthea. Ia tak sedikit pun mengalihkan pandangan dari adik tingkatnya ketika kuliah. “Karena aku ke sini memang karena kamu, Ama.”“Mencurigakan sekali. Tapi,” jeda Amalthea melihat ke arah sekitar. “Sepertinya kita harus pindah ke tempat lain, Le!”Farah dan Leo kemudian mengangguk. Mereka berjalan bersama di mana dua wanita di depan, sedangkan si lelaki di belakang mengikuti. Ketika sampai di ruangan yang lebih privasi, barulah Leo melepas topi dan maskernya. “Kita langsung saja,” ucap Amalthea tak mau menunda-nunda. “Jadi, ada apa Pak Dewan menemui kami?”“Kamu, bukan kami!” Farah meralat ucapan Amalthea. “Aku di sini hanya menemani kalian saja.”Amalthea merotasikan kedua bola matanya malas. “Sama aja.”Farah hendak menyahut, tetapi segera diinterupsi oleh Leo. “Ok, aku diam “Leo tersenyum, lalu menatap Amalthea yang masih cantik, padahal sedang hamil. “Kamu kapan nikah? Dan, kenapa aku tidak kamu undang?”“Jangankan kamu, Le. Aku yang sahabat baik
“Jadi, apa yang mau kamu omongin.”“Yaelah, sabar Napa jadi orang. Kasih gue napas,” ujarnya di antara deru napasnya. “Njir, aku udah kek lagi disatroni sama debcolektor,” keluh Farah sambil menyeruput teh manis di tas meja.Amalthea memilih duduk bersandar dengan satu kaki yang ditopang. Namun, tatapannya tak pernah lari dari keberadaan Farah. Wanita di depan sana terlihat seperti baru saja keluar dari bencana. “Kau sungguh sangat-sangat berantakan, Far,” cibir Amalthea.“Cih! Ini semua ulah kamu yang minta aku buat kerja pagi-pagi begini,” timpal Farah sengit. “Ish, mana makanan buat aku, Mal? Kamu beneran gak mesenin apa pun buat aku?”Amalthea menghela napas malas, lalu mencari keberadaan pelayan cafe. Mereka berdua kini tengah berada di tempat nongkrong yang buka 24 jam tidak jauh dari rumah sakit. “Mbak, pesanan saya apa masih lama?” tanyanya pada si pelayan.“Untuk meja nomor 9 sedang di-plating, Kak. Jadi, mungkin sebentar lagi rekan kami antar,” balas perempuan muda bernama
Didi kini tengah berjalan mengendap-endap di belakang gedung tua. Ia sudah janjian dengan seseorang di tempat itu. Namun, ia sedikit terlambat karena ada urusan tadi. Jadi, ketika sampai di lokasi, seseorang sudah berdiri menunggunya.“Maaf, gue telat. Lo udah lama nunggu?” Didi segera duduk di kursi reot, di samping si teman. Ia juga mengipasi diri sendiri lantaran merasa gerah setelah memakai penyamaran topi, masker, juga jaket.“Ckckck!” Wanita yang memakai pakaian serba hitam itu melengos. “Gue udah hampir lumutan nungguin lo, Bangke!” sambungnya sarkas. “Lain kali, kalau lo bikin gue nunggu lagi, gue gak segan buat nendang lo!”“Maaf, Er. Gue tadi ada urusan bentar,” jelas Didi. “Shit! Ini nyamuk malah nyipok gue, njir!” omelnya.Erni menyeringai tidak peduli. Namun, dia sebenarnya juga sudah bosan terus berada di tempat angker. Jika tak ingat akan uangnya, maka ia tak akan mau.“Oh, iya, lo bawa, kan, apa yang gue mau?” Didi segera menadahkan tangan ke wanita bernama Erni. Erni