"Maaf sebelumnya, Tuan Jaya. Gadis yang tuan pilih sebelumnya tidak pernah melakukan pelayanan yang diluar batas kewajaran, jadi saya takut kalau Mayra tidak bisa membuat anda puas, Tuan," ujar Lolita dengan menampilkan senyum yang menawan.
"Tidak masalah, biar aku yang mengajarinya," jawab Jaya dengan senyuman dingin."Saya akan pastikan dulu kepada Mayra, Tuan. Apakah Tuan bisa menunggu?" tanya Lolita. Masa bodoh dengan semua bisnisnya. Dia tidak akan mengedepankan uang sekarang. Perasaan Mayra juga harus dia tanyakan terlebih dahulu."Lima menit, kalau lima menit tidak ada jawaban, aku bisa membuat bisnis anda hancur, Nona Lolita!" kata Jaya Mahendra dingin.Lolita mengangguk dan segera beranjak keluar, tentu saja dia tidak ingin Jaya mendengar apa yang dibicarakannya nanti. Hanya lima menit, tidak mengapa, dia hanya perlu waktu dua menit."May, untunglah kau segera mengangkat!" Lolita menghela nafas lega begitu Mayra mengangkat sambungannya."Ada apa, Nona Lolita?"Segera lolita menjelaskan semuanya, yang diterima dengan baik oleh Mayra. Mayra hanya mengiyakan perkataan nona Lolita, tidak mengapa sakit sedikit. Itu sudah pasti. Satu hal yang terpenting, masalahnya terpecahkan sekarang.Nona Lolita menghampiri Jaya Mahendra dengan langkah mantap. Jawaban yang didapatnya sungguh membuatnya puas. Paling tidak dalam benak nona Lolita sudah bertebaran deretan angka yang akan dihasilkannya nanti. Lebih tepatnya komisi yang akan didapatnya."Aku bisa melihat wajahmu yang gembira seperti itu, Nona Lolita," kata Jaya begitu Lolita berjalan mendekat.Lolita mengangguk sopan, abaikan semua sikap dingin yang membekukan itu. Jaya adalah kliennya sekarang, dan dia tidak boleh menaruh kemarahan kepada tambang uangnya bukan?"Tarifnya tidak sama dengan tarif pelayanan biasa, Tuan!" kata Lolita. Kali ini sudah menginjak ranah keuangan dan Lolita sangat senang jika sudah menginjak area ini. Harum uang yang segar rasanya sudah membius indera penciumannya."Kau tahu, uang tidak menjadi masalah bagiku!" jawab Jaya tajam, tidak mengira bahwa Lolita akan membahas masalah uang."Tentu saya percaya, Tuan. Tentu saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja, untuk zaman sekarang, kita semua patut lebih berhati-hati. Apalagi ini menyangkut dengan pelayanan di luar batas kewajaran. Anda pasti mengerti maksud saya, Tuan Jaya?" Lolita berkata santai. Membahas detail mengenai pembayaran adalah keahliannya. Dia tidak akan membiarkan terseret dengan janji manis. Lolita harus dibayar di muka. Dia tidak mau menanggung resiko. Apalagi ini mengenai pelayanan yang luar biasa."Aku akan mengirim uang ke rekeningmu. 300 juta untuk semalam. Apakah cukup?" tanya Jaya Mahendra dengan nada dingin seperti biasa.Nona Lolita menyunggingkan senyum lebar dan penuh simpatik, ini memang yang dia harapkan. Dia hanya akan mengambil sedikit saja, tetapi lumayan bisa menghidupi kebutuhannya untuk beberapa waktu."Itu cukup, Tuan. Saya akan menyiapkan Mayra. Saya pastikan tuan Jaya akan puas dengan pelayanan Mayra.""Tentu saja, aku akan komplain langsung kepada anda, Nona Lolita," tegas Jaya sekali lagi. Meskipun, sebenarnya itu tidak perlu dia lakukan. Dia pasti akan puas nantinya. Bertemu dengan Mayra saja sudah cukup baginya, apalagi dengan apa yang akan mereka lakukan. Itu merupakan bonus. Jaya tidak akan menyia-nyiakannya.Setelah itu, Lolita pamit untuk menjelaskan sendiri kepada Mayra apa yang harus dia lakukan hari ini.Mayra tidak banyak berkata ketika Lolita menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang harus dia lakukan nanti. Mayra mengerti, ada pengorbanan yang harus dia lakukan untuk mendapatkan segala kemewahan yang dia nikmati selama ini."May, bagaimana kalau kau melihat film dulu? Supaya nanti bisa lebih maksimal?" kata nona Lolita. Tentu saja Lolita harap-harap cemas dengan apa yang akan terjadi nanti. Karena Mayra belum pernah melakukan pelayanan khusus seperti ini."Jangan khawatir, Nona Lolita. Saya pasti bisa melakukannya. Nona tidak perlu mencemaskan saya," ujar Mayra mantap. Sedikit keraguan terbersit dalam diri Mayra, tetapi secepatnya dia menepis semua rasa tersebut. Jangan ragu, Mayra! Ini demi kebaikanmu sendiri. Jangan lupa dengan semua pencegahan yang harus kau lakukan!"Bagus, Mayra sayang. Setelah semuanya selesai, kau bisa menikmati semuanya. Pasti setelah ini kau akan kebanjiran job dari klien-klien yang lain," kata nona Lolita gembira sebelum meninggalkan Mayra sendirian.Jaya mengingat percakapan itu dengan seksama, anak buahnya sudah ditempatkan sedemikian rupa untuk menyelidiki Mayra. Bahkan dia juga tahu jadwal subur Mayra. Hari ini adalah waktu yang tepat. Kalau Jaya Mahendra tidak bisa memiliki Mayra, maka Jaya akan memastikan benihnya ada di dalam tubuh Mayra.Tidak susah bagi Jaya Mahendra mendapatkan semua itu. Uang dan juga kekuasaannya sudah lebih dari cukup. Hanya menjentikkan jarinya saja, maka Jaya Mahendra sudah mendapatkan apa yang dia inginkan."Tuan, semuanya sudah siap," kata salah satu pengawal yang dia miliki menyentak kesadaran Jaya Mahendra."Baik, lakukan sesuai rencana A, jangan sampai gagal." Jaya mengucapkan dengan ketegasan seperti biasa. Dia akan melakukannya hari ini. Semoga saja tidak akan ada yang menghalanginya. Tidak dia, ataupun orang-orang di sekitarnya. Bahkan dia bisa menentang seluruh dunia untuk bisa mendapatkan Mayra.Jaya tersenyum, setiap kali memikirkan Mayra, pasti hatinya juga berdegub kencang. Mungkin, ini adalah yang dinamakan cinta? Buta, tuli, dan tidak perduli dengan semuanya.Kalau ada yang bertanya kepada Jaya, kenapa dia begitu masuk dan jatuh hati kepada pesona Mayra? Jaya sendiri juga tidak bisa menjawab hal tersebut. Rasanya semua yang dilihatnya mengenai Mayra mempunyai warna keemasan yang bercahaya. Cahaya itu begitu menyedot Jaya ke dalam pusaran yang Jaya juga tidak tahu kapan bisa berpaling dari pusaran tersebut.Berbagai pikiran buruk juga berkelebat di benaknya, tetapi dengan cepat pula Jaya menghalau semuanya. Jangan, jangan pernah berfikir buruk atau apa yang kau pikirkan akan menjadi nyata.Perjalanan Jaya Mahendra kali ini menuju sebuah hotel, dimana keluarga Jaya tepatnya sang ibu sudah menunggu.. Dia harus mengatakan semua kepada ibunya. Apa yang akan dia lakukan, harus dia lakukan. Benar seperti itu, bukan?"Selamat Siang, Ibu. Bagaimana kabar, Ibu?" tanya Jaya Mahendra sambil mencium punggung tangan ibunya dengan penuh khidmat."Baik, bagaimana dengan semua foto yang ibu kirim untukmu. Pilih salah satu yang kau inginkan. Ibu akan mengatur semuanya. Kau hanya perlu duduk manis saja," jawab sang ibu dengan kecantikan dan keanggunan yang masih menguar ke udara, menciptakan pesona tersendiri bagi orang di sekitarnya."Maaf, Ibu. Saya tidak bisa menerima perjodohan ini. Saya sudah punya calon sendiri!" jawab Jaya Mahendra masih dengan menggunakan nada formal dan sopan santun tertata.Sang Ibu memandang Jaya dengan tajam."Siapa, gadis malam itu?" tanya Kanaya Arinda, Ibu Jaya dengan senyum sinis yang tersungging di bibir tipisnya itu.Jaya terkesiap mendengar pertanyaan sang Ibu. Namun, hanya sekejab saja, karena Jaya begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Kanaya Arinda hanya menyunggingkan senyum sinis melihat ekspresi terkejut Jaya. Hanya sepintas, tetapi Kanaya sudah melihatnya."Apa yang ada dalam pikiranmu, Jaya?""Selama ini ibu memberikan kebebasan penuh kepadamu untuk memuaskan kebutuhanmu dengan semua wanita itu! Tapi jangan gunakan perasaanmu!" Kanaya mulai memberi nasehat. Sedikit kejam, tetapi harus dia utarakan. Dia tidak akan rela keluarga Mahendra dimasuki oleh wanita malam. Jaya hanya terdiam membisu. Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya. Nanti kalau sudah saatnya, maka pasti dia akan melontarkan pembelaan. Bukan sekarang, belum waktunya."Kalau ayahmu tahu bahwa kau sudah mulai bermain dengan perasaan, pasti ayah akan marah besar! Sudahkah kau pikir semuanya, Jaya?" "Kenapa kau hanya diam? Semua yang Ibu katakan benar bukan?" tanya Kanaya lagi. Meskipun merasa kesal kepada Jaya yang
Mayra mengeliat pelan. Hari masih gelap ketika dia membuka mata, tetapi sayup-sayup suara kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan. Sedikit tertatih, dia menuju ke kamar mandi. Melihat dengan helaan nafas panjang bekas luka cambukan yang sudah terlihat samar sekarang. "Mayra, semangat! Ini bukanlah akhir dunia. Masih banyak yang bisa dilakukan!" Mayra menatap cermin dan memberi sugesti kepada dirinya sendiri.Banyak yang Mayra pikirkan, tetapi rasa ngilu di tubuhnya membuat Mayra harus mengenyahkan sementara beban pikirannya. Hari ini meskipun masih terasa nyeri, Mayra harus bekerja. Dia harus menghubungi nona Lolita segera. Ada seribu rencana jangka panjang yang sudah tergambar dalam benaknya. Bekerja dengan giat dan penuh semangat menjadi awal dari semua rencananya tersebut.Suara bel yang berdering menggugah kesadaran Mayra yang sedang melamun."Jam enam. Siapa yang datang sepagi ini?" Segera Mayra berjalan ke arah ruang tamu. Bel itu berbunyi semakin sering, pertanda tamu Mayra
Mayra seketika menggigil mengetahui bahwa Jaya Mahendra menginginkannya kembali. Namun, tujuan Mayra dan rencana jangka panjangnya berkelebat. Membuat Mayra menyingkirkan semua perasaan takutnya."Harga diri? Rasa sakit? Tidak, May! Kamu bisa menanggung itu semua!" ucap Mayra di depan cermin.Entah kenapa Jaya menginginkannya lagi? Ataukah memang Mayra memberikan kepuasan tersendiri untuk Jaya? "Sudahlah, Mayra Anjani! Kapan lagi kau akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam?" Kembali Mayra bergumam.Mayra menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya apa yang dia cari? Uang tentu saja! Tabungannya dirasa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga besarnya. Jadi, Mayra akan mengerahkan keringat sampai tetes terakhir untuk mengumpulkan uang. Keringat yang bercampur dengan darah rasanya sangat tepat untuk menyatakan kondisinya saat ini.Taxi online membawa Mayra ke sebuah rumah di pinggiran kota, berbeda dengan pertemuan yang lalu, kali ini Jaya meminta untuk berte
Sejak kedatangan Mayra, Jaya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Fantasinya menguar, memenuhi benaknya dengan bayangan liar."Jangan dulu, Jaya! Jangan buat Mayra menangis atau takut melihatmu!" gumam Jaya.Dia sudah melihat sorot mata ketakutan yang terpancar dari sinar mata Mayra tadi. Jaya tentu tidak ingin rencananya berantakan. Dia harus segera menjelaskan kepada Mayra. Kalau perlu mereka segera menikah."May," desisnya lirih melihat Mayra yang tertidur pulas di atas kursi panjang yang memang diletakkan di samping kolam renang.Dadanya bahkan berdegub kencang ketika melepas jaket Mayra perlahan. Hanya bersentuhan seperti ini saja, fantasi Jaya sudah berkembang liar. Dia harus cepat. Jaya tidak ingin ada orang lain lagi yang menyentuh Mayra. Tidak seorang pun yang boleh melakukan hal itu kecuali dia seorang.Jaya mengamati deretan lemari putih yang mengelilingi ruang ganti pakaiannya. Lemari yang memang khusus disiapkan Jaya untuk semua pakaian Mayra. Bukan hanya gaun semata. Tas
Mayra tidak berani menjerit ketika suhu air mulai berubah menjadi panas. Benar! Bukan kolam air hangat yang menjadi tempat berendam mereka sekarang. Bukan air panas yang tinggi suhunya, tetapi air yang perlahan-lahan meningkat gelombang panasnya."Jangan menjerit! Aku akan menambah suhunya kalau kau menjerit!" bisik Jaya tepat di telinga Mayra.Mayra hanya mengangguk, tidak berani bersuara. Sebentar lagi mungkin dia akan melepuh. Tepat ketika badan Mayra sepertinya akan pingsan, bersamaan dengan itu pula Jaya mengangkat tubuh Mayra dan meletakkannya di tepi kolam. Perlahan, Mayra menghembuskan nafas lega. Hembusan angin malam bisa sedikit memudarkan rasa sedikit terbakar yang dirasakan Mayra. Hanya perasaan Mayra semata, karena sepertinya Jaya tahu apa yang harus dilakukannya."Panas, May?" tanya Jaya tersenyum.Senyum itu kembali lagi. Seketika Mayra bergidik melihatnya. Senyum yang sama ditampakkan Jaya ketika menyiksanya beberapa waktu lalu.Tidak apa, May! Bukankah ini yang haru
"Mayra Anjani, maukah kau menikah denganku dan menjadi ibu dari anak-anakku kelak?" Jaya memandang manik mata Mayra. Sepertinya halusinasi Mayra semakin bertambah parah sekarang! Dia harus memeriksakan telinganya dengan segera ke dokter."May, apakah kau mau?" kata Jaya kembali, menegaskan apa yang dia katakan.Jadi yang dikatakan Jaya bukan khayalan atau surga telinga semata! Itu memang kenyataannya. Mayra termangu, kembali menatap wajah tampan Jaya. Ada keseriusan yang terpancar dari wajah itu.Meskipun hanya dalam mimpi, Mayra sama sekali tidak pernah membayangkan ada seorang pria yang akan memintanya untuk menikah.Jaya mengajaknya untuk menikah? Dia dilamar dalam posisi seperti ini? Dengan masih ada bayang-bayang kesakitan yang mendera. Apakah ini sebuah permintaan atau hanya permainan semata? Mayra akan mengetahuinya segera."Tuan Jaya, anda pasti sangat lelah! Mari kita tidur!" kata Mayra lembut. Tangannya membelai rambut Jaya dan mengusapnya pelan. Mereka masih bergelung dala
Perjalanan ke daerah asal Mayra memerlukan waktu sekitar tiga jam perjalanan dengan bis. Setelah keluar dari rumah Jaya, Mayra bergegas menuju taxi online yang memang sudah dipesannya sebelum keluar rumah.Sepanjang perjalanan, Mayra memejamkan mata, berusaha merafalkan doa yang dia masih hafal. Semata-mata agar pikirannya yang kalut bisa lebih tenang."Ibu!" teriak Mayra lirih ketika melihat sang ibu duduk terpekur di samping tempat tidur ayahnya."May! Kamu sudah datang, May?""Iya, Bu. Bagaimana keadaan ayah, Bu?""Sudah lebih baik, tetapi kita tidak boleh lengah, May.""Kau pasti lelah sekali! Maaf, Ibu menganggu tidurmu, May!""Ibu bicara apa? Mayra tidak ada masalah, Bu. Ibu yang harus beristirahat."Mayra melihat wajah ibunya yang terlihat kuyu dan lelah. Badan ibunya terlihat lebih kurus dibandingkan waktu Mayra bertemu keluarganya terakhir kali."Bu, kenapa ayah dirawat di kamar ini?" tanya Mayra. Memindai kamar perawatan ayahnya. Terlihat dua ranjang yang masih kosong, tidak
"Tuan Jaya?" desis Mayra lirih ketika melihat siapa yang memanggilnya.Jaya segera berlari menghampiri Mayra yang hendak masuk ke dalam mobil."Tidak perlu masuk, May!" kata Jaya tegas."Kenapa, Tuan?" tanya Mayra polos. Padahal tadi dia sudah memutar akalnya agar bisa segera keluar dari situasi yang cukup menyulitkan, tetapi ketika Jaya memintanya untuk pergi, kenapa dia masih menanyakannya? Dasar Mayra bodoh! tegur suara hatinya jauh di dalam sana.Mayra juga sekilas melihat bagaimana sikap kedua pria berbadan kekar yang menghadangnya tadi. Kenapa mereka hanya diam saja? Dari gestur mereka, bisa dikatakan bahwa dua orang pria itu merasa segan terhadap Jaya."Pergilah kalian. Bilang kepada ibu Ratu bahwa Mayra tidak akan bertemu dengan beliau!""Dan juga kepada anda, Nona Martha!" ucap Jaya kepada wanita berpakaian modis yang keluar dari mobil."Tolong sampaikan kepada ibu agar jangan coba mengganggu Mayra. Aku tidak akan tinggal diam!" Setelah mengatakan itu, Jaya menarik tangan May