Jaya melihat foto Mayra sambil tersenyum. Perasaannya membuncah seketika dan langsung teringat Mayra dengan hati bahagia. Sejak pertama melihat gadis itu, Jaya yakin telah jatuh hati pada Mayra. Bahkan dia nekat menyelidiki kehidupan Mayra. Tidak ada yang membuat Jaya lebih terkejut selain ketika mendapati bahwa Mayra berprofesi sebagai kupu-kupu malam. Namun, semua itu tidak menyurutkan perasaannya kepada Mayra.
Jaya dengan nekat meminta kepada Nona Lolita agar Mayra sendiri yang melayaninya. Sungguh, semua menjadi indah. Perasaannya sungguh berharga. Jaya sudah jatuh cinta kepada Mayra sejak pandangan pertama. Tidak ada yang bisa mengubah perasaannya itu. Meskipun profesi Mayra sendiri sebagai seorang kupu-kupu malam.Entah sejak kapan, perasaan Jaya menjadi sebuah obsesi. Dia memang benar-benar sudah jatuh cinta. Tidak pernah ada seorang pun wanita yang membuat Jaya seperti ini. Perasaannya sungguh melambung tinggi. Dia akan secepatnya memberi tahu Mayra mengenai perasaannya ini. Namun, mengingat perlakuannya kemarin, Jaya merasa pesimis. Jaya tidak yakin, Mayra mau dekat-dekat dengannya lagi. Setelah perlakuan Jaya kepada Mayra.Jaya mengingat memorinya lagi. Hari itu, Jaya tidak sabar lagi ingin bertemu dengan Mayra. Dengan penuh keberanian, Jaya menghubungi Nona Lolita."Selamat Malam, Nona Lolita. Bisa kita bertemu hari ini?" tanya Jaya langsung tanpa basa-basi.Di ujung sambungan, Nona Lolita menautkan keningnya karena merasa asing dengan suara penelponnya."Maaf, ini dengan siapa?" tanya Lolita lagi. Dia memang biasa dipanggil dengan sebutan Nona Lolita di kalangan pelanggan-pelanggan yang menggunakan jasa anak buahnya. Itu bukan menjadi rahasia lagi."Saya Jaya Mahendra. Saya ingin menggunakan jasa yang diberikan Nona Lolita," kata Jaya langsung menjelaskan maksud dan tujuannya.Mendengar nama Jaya Mahendra, otak Lolita langsung berputar dengan cepat. Siapa yang tidak mengenal Jaya Mahendra? Rasanya tidak ada. Jaya Mahendra adalah pewaris utama dari keluarga Mahendra. Pengusaha yang mempunyai lini berbagai jenis usaha. Tidak pernah sekalipun Lolita mendapatkan Jaya Mahendra sebagai kliennya. Siapapun tahu, Jaya Mahendra adalah seorang yang loyal apalagi kalau pelayanan yang didapatkan melebihi daripada ekspektasinya. Entah kenapa, Jaya Mahendra tidak pernah sekalipun menggunakan wanita dari Lolita. Padahal, anak didik Lolita sudah terkenal dengan pelayanannya yang sangat amat memuaskan. Sungguh, suatu kalimat yang sepertinya sangat berlebihan. Namun, itu adalah kenyataan.Dan saat ini, Jaya Mahendra yang menghubunginya sendiri. Mimpi apa Lolita semalam?"Nona Lolita, Anda masih mendengar saya?" teguran dari suara Jaya di seberang langsung menggugah kesadarannya. Dengan segera, Nona Lolita kembali fokus kepada Jaya. Jangan sampai ikan kakapnya kali ini lepas dari buruan."Maaf, Tuan Jaya. Saya masih mendengar. Iya, Tuan, ada yang bisa saya bantu?" Meskipun sedikit heran, bagaimana Jaya mengetahui nomer ponselnya. Itu tidak penting, untuk seorang Jaya Mahendra, itu tidaklah sulit."Saya ingin memakai salah satu dari anak didik Nona Lolita. Bisa kita bertemu dulu?""Tentu saja, Tuan, bisa. Apakah sekarang?" tanya Lolita lagi."Lebih cepat lebih baik, saya akan kirim alamat pertemuan kita."Tidak ada bantahan dari Lolita. Bagaimanapun, dia harus bergegas dan secepatnya untuk menemui Jaya Mahendra. Jangan biarkan Tuan Jaya menunggu, takutnya dia menjadi marah dan tidak jadi memakai jasa Lolita kali ini.Lolita datang ke sebuah restoran mewah di pusat kota, sesuai dengan alamat yang dikirimkan Jaya Mahendra melalui pesan singkat. Setelah memberitahukan kepada petugas restoran bahwa Lolita ada janji temu dengan Jaya Mahendra. Petugas itu langsung membawa Lolita ke sebuah ruangan privat di restoran tersebut."Silahkan duduk, Nona Lolita,""Terima kasih,Tuan Jaya.""Bagaimana kabar Anda?" tanya Lolita kepada Jaya Mahendra."Aku, seperti inilah aku, aku baik-baik saja dan dalam kondisi yang sehat. Aku ingin menggunakan pelayanan gadis-gadismu. Biisakah kau percaya kepadaku, Nona Lolita?" tanya Jaya Mahendra menyelidik ke manik mata Nona Lolita."Tentu saja, Tuan. Apapun yang menjadi tujuan, Tuan!""Bagus, aku ingin melihat gadis-gadis yang Nona Lolita punya," kata Jaya Mahendra lagi. "Maaf sebelumnya, Tuan. Apakah boleh saya menanyakan hal yang penting terlebih dahulu? hal ini selalu saya tanyakan kepada klien." Nona Lolita memandang Jaya Mahendra dengan senyum."Katakan," kata Jaya Mahendra."Apakah Tuan Jaya memiliki pelayanan khusus dan seperti itu, anda pasti mengerti maksud saya." Kembali wanita yang biasa dipanggil dengan Nona Lolita itu menatap wajah Jaya Mahendra. Ada sedikit rasa sungkan karena menanyakan hal seperti itu, tetapi rasa profesionalnya harus dijaga demi kebutuhan kliennya. Bukankah setiap pekerjaan menuntut rasa profesional yang sama.Hening sejenak, sebelum Jaya menjawab,"Iya, memang kadang-kadang aku tidak bisa memenuhi sesuatu tindakan yang di luar kebiasaan normal lainnya.""Baiklah, saya mengerti, Tuan," Kata Nana Lolita. "Saya membawa foto-foto mereka, nah ini fotonya, Tuan," sambung Nona Lolita lagi lalu tangannya menarik sesuatu dan mengambil foto ukuran close up yang sudah di bawanya. Nona Lolita selalu membawa supaya kliennya tahu seperti apa wajah jelas semua anak buahnya. Dan juga supaya Tuan Jaya puas dengan pelayanannya. Jaya melihat dan kembali menatap kepada Nona Lolita."Tidak, aku tidak mau. Keluarkan semua anak buahmu, aku yang akan memilihnya," kata Jaya kepada nona Lolita. Nona Lolita yang mendengar permintaan itu hanya bisa terkesiap dan menjawab," "Biasanya klien dengan permintaan khusus seperti ini tidak pernah meminta nama yang khusus atau pasangan. Bagi mereka yang penting mereka puas dengan pelayanan anak didik kami," ucap Nona Lolita, tetapi dia juga tetap memberikan foto anak buahnya kepada Jaya. Semua anak didik Lolita memang sudah bisa dipastikan pelayanannya dan mempunyai kemampuan yang hebat. Sudah bukan rahasia umum lagi.Dengan wajah berbinar, Jaya melihat foto-foto yang ada di hadapannya. Pandangannya langsung menuju kepada Mayra, benar, dari awal memang Mayra yang diincar Jaya. Tidak ada gadis yang lain lagi, demi Mayra dia akan rela untuk menggelontorkan sejumlah uang besar kepada Lolita dan pasti Lolita akan menyetujui penawarannya. "Gadis ini yang aku mau," kata Jaya Mahendra yang membuat nona Lolita terkesiap. Mayra, Mayra memang salah satu gadis favoritnya, tetapi bukan berarti dia akan begitu saja menyerahkan Mayra begitu saja."Maaf, anda yakin, Tuan?" tanya nona Lolita lirih. Untuk berhadapan dengan jutawan seperti Jaya Mahendra, dia harus lebih banyak merendah. Tidak masalah, menjilat orang yang mempunyai kuasa dan uang sudah menjadi kelebihan Lolita. Namun, kali ini dia harus melakukannya dengan hati-hati, apalagi menyangkut dengan gadis kesayangannya. Salah satu aset terbaik yang dimilikinya."Tentu saja, aku seyakin itu. Kalau tidak, aku tidak akan memilihnya!" kata Jaya tegas dan dingin. Membuat Lolita seketika merinding. Lolita dengan cepat menghalau perasaannya itu. Dia harus profesional."Maaf sebelumnya, Tuan Jaya. Gadis yang tuan pilih sebelumnya tidak pernah melakukan pelayanan yang diluar batas kewajaran, jadi saya takut kalau Mayra tidak bisa membuat anda puas, Tuan," ujar Lolita dengan menampilkan senyum yang menawan."Tidak masalah, biar aku yang mengajarinya," jawab Jaya dengan senyuman dingin."Saya akan pastikan dulu kepada Mayra, Tuan. Apakah Tuan bisa menunggu?" tanya Lolita. Masa bodoh dengan semua bisnisnya. Dia tidak akan mengedepankan uang sekarang. Perasaan Mayra juga harus dia tanyakan terlebih dahulu."Lima menit, kalau lima menit tidak ada jawaban, aku bisa membuat bisnis anda hancur, Nona Lolita!" kata Jaya Mahendra dingin.Lolita mengangguk dan segera beranjak keluar, tentu saja dia tidak ingin Jaya mendengar apa yang dibicarakannya nanti. Hanya lima menit, tidak mengapa, dia hanya perlu waktu dua menit."May, untunglah kau segera mengangkat!" Lolita menghela nafas lega begitu Mayra mengangkat sambungannya."Ada apa, Nona Lolita?"Segera lolita m
Jaya terkesiap mendengar pertanyaan sang Ibu. Namun, hanya sekejab saja, karena Jaya begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Kanaya Arinda hanya menyunggingkan senyum sinis melihat ekspresi terkejut Jaya. Hanya sepintas, tetapi Kanaya sudah melihatnya."Apa yang ada dalam pikiranmu, Jaya?""Selama ini ibu memberikan kebebasan penuh kepadamu untuk memuaskan kebutuhanmu dengan semua wanita itu! Tapi jangan gunakan perasaanmu!" Kanaya mulai memberi nasehat. Sedikit kejam, tetapi harus dia utarakan. Dia tidak akan rela keluarga Mahendra dimasuki oleh wanita malam. Jaya hanya terdiam membisu. Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya. Nanti kalau sudah saatnya, maka pasti dia akan melontarkan pembelaan. Bukan sekarang, belum waktunya."Kalau ayahmu tahu bahwa kau sudah mulai bermain dengan perasaan, pasti ayah akan marah besar! Sudahkah kau pikir semuanya, Jaya?" "Kenapa kau hanya diam? Semua yang Ibu katakan benar bukan?" tanya Kanaya lagi. Meskipun merasa kesal kepada Jaya yang
Mayra mengeliat pelan. Hari masih gelap ketika dia membuka mata, tetapi sayup-sayup suara kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan. Sedikit tertatih, dia menuju ke kamar mandi. Melihat dengan helaan nafas panjang bekas luka cambukan yang sudah terlihat samar sekarang. "Mayra, semangat! Ini bukanlah akhir dunia. Masih banyak yang bisa dilakukan!" Mayra menatap cermin dan memberi sugesti kepada dirinya sendiri.Banyak yang Mayra pikirkan, tetapi rasa ngilu di tubuhnya membuat Mayra harus mengenyahkan sementara beban pikirannya. Hari ini meskipun masih terasa nyeri, Mayra harus bekerja. Dia harus menghubungi nona Lolita segera. Ada seribu rencana jangka panjang yang sudah tergambar dalam benaknya. Bekerja dengan giat dan penuh semangat menjadi awal dari semua rencananya tersebut.Suara bel yang berdering menggugah kesadaran Mayra yang sedang melamun."Jam enam. Siapa yang datang sepagi ini?" Segera Mayra berjalan ke arah ruang tamu. Bel itu berbunyi semakin sering, pertanda tamu Mayra
Mayra seketika menggigil mengetahui bahwa Jaya Mahendra menginginkannya kembali. Namun, tujuan Mayra dan rencana jangka panjangnya berkelebat. Membuat Mayra menyingkirkan semua perasaan takutnya."Harga diri? Rasa sakit? Tidak, May! Kamu bisa menanggung itu semua!" ucap Mayra di depan cermin.Entah kenapa Jaya menginginkannya lagi? Ataukah memang Mayra memberikan kepuasan tersendiri untuk Jaya? "Sudahlah, Mayra Anjani! Kapan lagi kau akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam?" Kembali Mayra bergumam.Mayra menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya apa yang dia cari? Uang tentu saja! Tabungannya dirasa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga besarnya. Jadi, Mayra akan mengerahkan keringat sampai tetes terakhir untuk mengumpulkan uang. Keringat yang bercampur dengan darah rasanya sangat tepat untuk menyatakan kondisinya saat ini.Taxi online membawa Mayra ke sebuah rumah di pinggiran kota, berbeda dengan pertemuan yang lalu, kali ini Jaya meminta untuk berte
Sejak kedatangan Mayra, Jaya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Fantasinya menguar, memenuhi benaknya dengan bayangan liar."Jangan dulu, Jaya! Jangan buat Mayra menangis atau takut melihatmu!" gumam Jaya.Dia sudah melihat sorot mata ketakutan yang terpancar dari sinar mata Mayra tadi. Jaya tentu tidak ingin rencananya berantakan. Dia harus segera menjelaskan kepada Mayra. Kalau perlu mereka segera menikah."May," desisnya lirih melihat Mayra yang tertidur pulas di atas kursi panjang yang memang diletakkan di samping kolam renang.Dadanya bahkan berdegub kencang ketika melepas jaket Mayra perlahan. Hanya bersentuhan seperti ini saja, fantasi Jaya sudah berkembang liar. Dia harus cepat. Jaya tidak ingin ada orang lain lagi yang menyentuh Mayra. Tidak seorang pun yang boleh melakukan hal itu kecuali dia seorang.Jaya mengamati deretan lemari putih yang mengelilingi ruang ganti pakaiannya. Lemari yang memang khusus disiapkan Jaya untuk semua pakaian Mayra. Bukan hanya gaun semata. Tas
Mayra tidak berani menjerit ketika suhu air mulai berubah menjadi panas. Benar! Bukan kolam air hangat yang menjadi tempat berendam mereka sekarang. Bukan air panas yang tinggi suhunya, tetapi air yang perlahan-lahan meningkat gelombang panasnya."Jangan menjerit! Aku akan menambah suhunya kalau kau menjerit!" bisik Jaya tepat di telinga Mayra.Mayra hanya mengangguk, tidak berani bersuara. Sebentar lagi mungkin dia akan melepuh. Tepat ketika badan Mayra sepertinya akan pingsan, bersamaan dengan itu pula Jaya mengangkat tubuh Mayra dan meletakkannya di tepi kolam. Perlahan, Mayra menghembuskan nafas lega. Hembusan angin malam bisa sedikit memudarkan rasa sedikit terbakar yang dirasakan Mayra. Hanya perasaan Mayra semata, karena sepertinya Jaya tahu apa yang harus dilakukannya."Panas, May?" tanya Jaya tersenyum.Senyum itu kembali lagi. Seketika Mayra bergidik melihatnya. Senyum yang sama ditampakkan Jaya ketika menyiksanya beberapa waktu lalu.Tidak apa, May! Bukankah ini yang haru
"Mayra Anjani, maukah kau menikah denganku dan menjadi ibu dari anak-anakku kelak?" Jaya memandang manik mata Mayra. Sepertinya halusinasi Mayra semakin bertambah parah sekarang! Dia harus memeriksakan telinganya dengan segera ke dokter."May, apakah kau mau?" kata Jaya kembali, menegaskan apa yang dia katakan.Jadi yang dikatakan Jaya bukan khayalan atau surga telinga semata! Itu memang kenyataannya. Mayra termangu, kembali menatap wajah tampan Jaya. Ada keseriusan yang terpancar dari wajah itu.Meskipun hanya dalam mimpi, Mayra sama sekali tidak pernah membayangkan ada seorang pria yang akan memintanya untuk menikah.Jaya mengajaknya untuk menikah? Dia dilamar dalam posisi seperti ini? Dengan masih ada bayang-bayang kesakitan yang mendera. Apakah ini sebuah permintaan atau hanya permainan semata? Mayra akan mengetahuinya segera."Tuan Jaya, anda pasti sangat lelah! Mari kita tidur!" kata Mayra lembut. Tangannya membelai rambut Jaya dan mengusapnya pelan. Mereka masih bergelung dala
Perjalanan ke daerah asal Mayra memerlukan waktu sekitar tiga jam perjalanan dengan bis. Setelah keluar dari rumah Jaya, Mayra bergegas menuju taxi online yang memang sudah dipesannya sebelum keluar rumah.Sepanjang perjalanan, Mayra memejamkan mata, berusaha merafalkan doa yang dia masih hafal. Semata-mata agar pikirannya yang kalut bisa lebih tenang."Ibu!" teriak Mayra lirih ketika melihat sang ibu duduk terpekur di samping tempat tidur ayahnya."May! Kamu sudah datang, May?""Iya, Bu. Bagaimana keadaan ayah, Bu?""Sudah lebih baik, tetapi kita tidak boleh lengah, May.""Kau pasti lelah sekali! Maaf, Ibu menganggu tidurmu, May!""Ibu bicara apa? Mayra tidak ada masalah, Bu. Ibu yang harus beristirahat."Mayra melihat wajah ibunya yang terlihat kuyu dan lelah. Badan ibunya terlihat lebih kurus dibandingkan waktu Mayra bertemu keluarganya terakhir kali."Bu, kenapa ayah dirawat di kamar ini?" tanya Mayra. Memindai kamar perawatan ayahnya. Terlihat dua ranjang yang masih kosong, tidak