Mayra menutup ponselnya dengan hati gundah. Yang menghubungi Mayra tadi adalah sang Ibu tercinta. Ibunya menghubunginya seperti biasa meminta uang untuk biaya pengobatan ayah mereka. Mayra melihat ponselnya untuk memeriksa rekeningnya dan setelah itu bergegas mengirimkan uang sebesar 20 juta kepada sang ibu.
Mayra menghela nafas lagi. Apapun yang dipikirkannya tidak bisa merubah kenyataan dan fakta bahwa memang Mayra memerlukan uang. Jadi satu-satunya jalan yang harus dilakukannya memang masih ada di jalan ini. Namun, dengan siksaan yang dilakukan salah satu pelanggannya kemarin, sepertinya Mayra harus memutuskan lagi untuk meneruskan pekerjaannya ini atau tidak. Apakah Mayra akan sanggup bertahan? Mayra sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi di kehidupannya kali ini. Sungguh membuat dilema, tetapi mau bagaimana lagi? Mayra juga membutuhkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Pengobatan sang ayah yang harus cuci darah setiap dua minggu sekali menyebabkan Mayra tidak pikir panjang lagi. Keputusan memang harus dibuat secepatnya. Mayra harus tetap tinggal di sini atau mundur dari kubangan dosa yang diperbuatnya."Pengobatan dari pemerintah tidak mencakup biayanya, May. Kita harus cari jalan lagi!" Perkataan sang ibu membuat Mayra harus berpikir cepat kala itu.Mayra teringat lagi bagaimana pribadinya bisa tenggelam dalam pekerjaan yang ditekuninya sekarang. Mayra yang seorang gadis biasa dari kampung tidak tahu apa-apa harus berjuang sendirian di tengah kerasnya kota besar, tetapi mau bagaimana lagi ini adalah jalan yang harus diterimanya dan harus dilaluinya.Mayra menutup matanya dan ingatannya kembali kepada dua tahun silam bagaimana dia bisa terjerumus ke dalam lembah hitam."Ayo, ikut aku kerja saja, May," kata Liana."Ke kota?" "Iya, kamu katanya butuh kerja?" tanya Liana waktu itu."Bekerja tapi kerja apa sih yang akan banyak menghasilkan uang? Aku males kerja biasa-biasa saja!" kata Mayra.Meskipun, Mayra hanya seorang gadis yang biasa, tetapi dia juga memimpikan ingin mendapatkan sejumlah uang yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya apalagi ayahnya sekarang sudah mulai sakit yang mengharuskan ayahnya untuk cuci darah setiap saat. Meskipun sudah ditanggung oleh pemerintah namun obat yang disediakan tidak mempan sama sekali.Agar tidak merasa kesakitan, orang tua Mayra harus menebus obat lain dengan harga yang tidak sedikit. Pekerjaan orangtua Mayra yang hanya pedagang dan tidak memiliki jumlah tabungan yang banyak apalagi tabungan tabungan mereka sudah tergerus habis untuk biaya Mayra dan juga ketiga adiknya.Tidak ada yang bisa Liana tawarkan, dia sendiri hanya bekerja sebagai pegawai toko buku waktu itu dengan gaji yang tidak seberapa bahkan jauh lebih rendah daripada UMR kota. Namun, Liana memang tidak menyerah. Dia memutuskan untuk membantu temannya itu untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya.Suatu ketika Liana bertemu dengan Nona Lolita yang sedang berbelanja di toko buku tempatnya yang bekerja. Nona Lolita melihat Liana yang cantik dan menawarkan kepada Liana untuk bekerja kepadanya. Liana hanya menggeleng meskipun dia tidak tahu apa-apa pekerjaannya ditawarkan tetapi Liana sedikitnya tahu mungkin pekerjaan yang ditawarkan Nona Lolita tidak sesuai dengan bayangannya maka dari itu mengapa Liana memberikan kartu nama Nona Lolita kepada Maira sehingga Maira menghubungi sendiri Nona Lolita.Setelah itu Maira yang juga tertarik dengan pekerjaan yang ditawarkan oleh Nona Lolita, bahkan Mayra langsung memberi gambaran bahwa dirinya bersedia. Maira bahkan tidak bergeming dan hanya menganggukkan kepala ketika Nona Lolita bercerita tentang pekerjaan apa yang harus dilakukan oleh Maira. Gadis itu hanya mengangguk mantap ketika Nana Lalita memberitahu pekerjaan apa yang harus dilakukannya beserta dengan gaji pertamanya."Ini upah pertamamu, May!" Mayra teringat lagi gaji pertamanya waktu itu, dimana Nona Lolita memberikannya 25 juta. Sungguh sebuah harga yang lumayan banyak. Maira yang tidak pernah memegang uang sebanyak itu tentu saja merasa sangat bahagia. Paling tidak keluarganya juga akan dimudahkan dengan segala urusan ini.Hati kecilnya menangis ketika pertama kalinya Maira melakukan hal itu. Dia merasa sedikit sedih dan kasihan. Tentu saja kasihan kepada dirinya sendiri kenapa dia harus memilih jalan ini.Setelah upah pertama yang diterimanya, Mayra semakin bersemangat dalam bekerja tidak peduli apapun yang dilakukannya dan apapun konsekuensinya. Meskipun itu memang benar-benar buruk dan tidak sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh lingkungan sekitarnya, Maira tetap bertahan. Satu-satunya orang yang tahu pekerjaan Maira hanya Liana saja, itu dari lingkup pertemanannya.Selain dari Liana, tidak ada yang tahu dan Maira tentu saja akan menjaga rapat rahasia ini. Mungkin sampai dia mati tetapi dia juga tidak bodoh, dia menyimpan sedikit demi sedikit uang untuk ditabungnya untuk suatu saat keluar dari pekerjaan yang penuh dosa ini. Hari demi hari berlalu, konsumen-konsumen yang ditawarkan oleh Nona Lolita semakin bervariasi dengan nilai nominal uang yang juga semakin bertambah. Apalagi nona Lolita selalu bersedia memberikan fasilitas kepada anak didiknya dengan sangat baik. Berbagai fasilitas untuk menunjang pekerjaan mereka selalu diberikan Nona Lolita. Nona Lolita tidak merasa sayang meskipun uang yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Namun, Nona Lolita tidak sayang melakukan itu karena demi mencapai kepuasan pelanggannya seperti prinsipnya selama ini, mengutamakan kepuasan sang pelanggan. Tidak banyak yang menjadi anak buah Nona Lolita tetapi semuanya bisa dipastikan sudah memiliki kriteria tipe a yaitu tipe mendekati sempurna.Sebenarnya selama dua tahun bekerja dengan Nona Lolita, Mayra tidak pernah sekalipun mendapatkan pelanggan yang bermasalah. Semua pelanggannya merupakan pengusaha, artis, ada duta besar yang tidak pernah mengalami kelainan seksual seperti yang dilakukan Jaya kemarin. Entah kenapa dengan Jaya, entah kenapa juga Nona Lolita mau menerima pelanggan seperti Jaya.Semua pelanggan yang datang kepada Nana Lolita selalu ditanyai tentang kelainan seksual mereka. Untuk memberikan perbedaan antara satu sama lain dan memberikan kepuasan juga terhadap pelanggan. Biasanya untuk yang pertama kali melakukannya, Nona Lolita tidak akan memberikan kepada Maira. Nona Lolita akan memberikannya kepada Sayana. Benar, Sayana adalah anak buah Lolita yang khusus untuk melayani pelanggan dengan pengidap penyakit Makosisme, biasanya langsung diarahkan kepada Sayana. Namun, tidak kali ini. Pelanggan itu begitu menginginkan Mayra. Entah apa yang dilakukan Mayra.Bahkan Mayra merasa bahwa dia tidak kenal. Atau mungkin tuan Jaya mengenalnya lebih dahulu. Entahlah, Mayra tidak ingin memikirkannya lebih dalam lagi.Satu hal yang pasti, Mayra ingin menemukan arti hidup dan juga bisa lebih mempunyai manfaat bagi orang di sekitarnya. Mayra harus melakukan itu.Mayra melihat lagi bekas cambukan pada sekujur tubuhnya. Pasti akan diperlukan beberapa hari agar bekas-bekas itu bisa memudar. Untuk sementara, Mayra tidak akan bisa bekerja. Tidak masalah, anggap saja dia sudah bekerja lembur kemarin dan sekarang waktunya untuk libur. Bola matanya terbelalak seketika, Mayra teringat akan esuatu. Pilnya?! Apakah dia sudah meminumnya kemarin? Arghhh!! Sungguh, Mayra tidak ingat!Jaya melihat foto Mayra sambil tersenyum. Perasaannya membuncah seketika dan langsung teringat Mayra dengan hati bahagia. Sejak pertama melihat gadis itu, Jaya yakin telah jatuh hati pada Mayra. Bahkan dia nekat menyelidiki kehidupan Mayra. Tidak ada yang membuat Jaya lebih terkejut selain ketika mendapati bahwa Mayra berprofesi sebagai kupu-kupu malam. Namun, semua itu tidak menyurutkan perasaannya kepada Mayra. Jaya dengan nekat meminta kepada Nona Lolita agar Mayra sendiri yang melayaninya. Sungguh, semua menjadi indah. Perasaannya sungguh berharga. Jaya sudah jatuh cinta kepada Mayra sejak pandangan pertama. Tidak ada yang bisa mengubah perasaannya itu. Meskipun profesi Mayra sendiri sebagai seorang kupu-kupu malam.Entah sejak kapan, perasaan Jaya menjadi sebuah obsesi. Dia memang benar-benar sudah jatuh cinta. Tidak pernah ada seorang pun wanita yang membuat Jaya seperti ini. Perasaannya sungguh melambung tinggi. Dia akan secepatnya memberi tahu Mayra mengenai perasaannya ini.
"Maaf sebelumnya, Tuan Jaya. Gadis yang tuan pilih sebelumnya tidak pernah melakukan pelayanan yang diluar batas kewajaran, jadi saya takut kalau Mayra tidak bisa membuat anda puas, Tuan," ujar Lolita dengan menampilkan senyum yang menawan."Tidak masalah, biar aku yang mengajarinya," jawab Jaya dengan senyuman dingin."Saya akan pastikan dulu kepada Mayra, Tuan. Apakah Tuan bisa menunggu?" tanya Lolita. Masa bodoh dengan semua bisnisnya. Dia tidak akan mengedepankan uang sekarang. Perasaan Mayra juga harus dia tanyakan terlebih dahulu."Lima menit, kalau lima menit tidak ada jawaban, aku bisa membuat bisnis anda hancur, Nona Lolita!" kata Jaya Mahendra dingin.Lolita mengangguk dan segera beranjak keluar, tentu saja dia tidak ingin Jaya mendengar apa yang dibicarakannya nanti. Hanya lima menit, tidak mengapa, dia hanya perlu waktu dua menit."May, untunglah kau segera mengangkat!" Lolita menghela nafas lega begitu Mayra mengangkat sambungannya."Ada apa, Nona Lolita?"Segera lolita m
Jaya terkesiap mendengar pertanyaan sang Ibu. Namun, hanya sekejab saja, karena Jaya begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Kanaya Arinda hanya menyunggingkan senyum sinis melihat ekspresi terkejut Jaya. Hanya sepintas, tetapi Kanaya sudah melihatnya."Apa yang ada dalam pikiranmu, Jaya?""Selama ini ibu memberikan kebebasan penuh kepadamu untuk memuaskan kebutuhanmu dengan semua wanita itu! Tapi jangan gunakan perasaanmu!" Kanaya mulai memberi nasehat. Sedikit kejam, tetapi harus dia utarakan. Dia tidak akan rela keluarga Mahendra dimasuki oleh wanita malam. Jaya hanya terdiam membisu. Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya. Nanti kalau sudah saatnya, maka pasti dia akan melontarkan pembelaan. Bukan sekarang, belum waktunya."Kalau ayahmu tahu bahwa kau sudah mulai bermain dengan perasaan, pasti ayah akan marah besar! Sudahkah kau pikir semuanya, Jaya?" "Kenapa kau hanya diam? Semua yang Ibu katakan benar bukan?" tanya Kanaya lagi. Meskipun merasa kesal kepada Jaya yang
Mayra mengeliat pelan. Hari masih gelap ketika dia membuka mata, tetapi sayup-sayup suara kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan. Sedikit tertatih, dia menuju ke kamar mandi. Melihat dengan helaan nafas panjang bekas luka cambukan yang sudah terlihat samar sekarang. "Mayra, semangat! Ini bukanlah akhir dunia. Masih banyak yang bisa dilakukan!" Mayra menatap cermin dan memberi sugesti kepada dirinya sendiri.Banyak yang Mayra pikirkan, tetapi rasa ngilu di tubuhnya membuat Mayra harus mengenyahkan sementara beban pikirannya. Hari ini meskipun masih terasa nyeri, Mayra harus bekerja. Dia harus menghubungi nona Lolita segera. Ada seribu rencana jangka panjang yang sudah tergambar dalam benaknya. Bekerja dengan giat dan penuh semangat menjadi awal dari semua rencananya tersebut.Suara bel yang berdering menggugah kesadaran Mayra yang sedang melamun."Jam enam. Siapa yang datang sepagi ini?" Segera Mayra berjalan ke arah ruang tamu. Bel itu berbunyi semakin sering, pertanda tamu Mayra
Mayra seketika menggigil mengetahui bahwa Jaya Mahendra menginginkannya kembali. Namun, tujuan Mayra dan rencana jangka panjangnya berkelebat. Membuat Mayra menyingkirkan semua perasaan takutnya."Harga diri? Rasa sakit? Tidak, May! Kamu bisa menanggung itu semua!" ucap Mayra di depan cermin.Entah kenapa Jaya menginginkannya lagi? Ataukah memang Mayra memberikan kepuasan tersendiri untuk Jaya? "Sudahlah, Mayra Anjani! Kapan lagi kau akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam?" Kembali Mayra bergumam.Mayra menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya apa yang dia cari? Uang tentu saja! Tabungannya dirasa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga besarnya. Jadi, Mayra akan mengerahkan keringat sampai tetes terakhir untuk mengumpulkan uang. Keringat yang bercampur dengan darah rasanya sangat tepat untuk menyatakan kondisinya saat ini.Taxi online membawa Mayra ke sebuah rumah di pinggiran kota, berbeda dengan pertemuan yang lalu, kali ini Jaya meminta untuk berte
Sejak kedatangan Mayra, Jaya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Fantasinya menguar, memenuhi benaknya dengan bayangan liar."Jangan dulu, Jaya! Jangan buat Mayra menangis atau takut melihatmu!" gumam Jaya.Dia sudah melihat sorot mata ketakutan yang terpancar dari sinar mata Mayra tadi. Jaya tentu tidak ingin rencananya berantakan. Dia harus segera menjelaskan kepada Mayra. Kalau perlu mereka segera menikah."May," desisnya lirih melihat Mayra yang tertidur pulas di atas kursi panjang yang memang diletakkan di samping kolam renang.Dadanya bahkan berdegub kencang ketika melepas jaket Mayra perlahan. Hanya bersentuhan seperti ini saja, fantasi Jaya sudah berkembang liar. Dia harus cepat. Jaya tidak ingin ada orang lain lagi yang menyentuh Mayra. Tidak seorang pun yang boleh melakukan hal itu kecuali dia seorang.Jaya mengamati deretan lemari putih yang mengelilingi ruang ganti pakaiannya. Lemari yang memang khusus disiapkan Jaya untuk semua pakaian Mayra. Bukan hanya gaun semata. Tas
Mayra tidak berani menjerit ketika suhu air mulai berubah menjadi panas. Benar! Bukan kolam air hangat yang menjadi tempat berendam mereka sekarang. Bukan air panas yang tinggi suhunya, tetapi air yang perlahan-lahan meningkat gelombang panasnya."Jangan menjerit! Aku akan menambah suhunya kalau kau menjerit!" bisik Jaya tepat di telinga Mayra.Mayra hanya mengangguk, tidak berani bersuara. Sebentar lagi mungkin dia akan melepuh. Tepat ketika badan Mayra sepertinya akan pingsan, bersamaan dengan itu pula Jaya mengangkat tubuh Mayra dan meletakkannya di tepi kolam. Perlahan, Mayra menghembuskan nafas lega. Hembusan angin malam bisa sedikit memudarkan rasa sedikit terbakar yang dirasakan Mayra. Hanya perasaan Mayra semata, karena sepertinya Jaya tahu apa yang harus dilakukannya."Panas, May?" tanya Jaya tersenyum.Senyum itu kembali lagi. Seketika Mayra bergidik melihatnya. Senyum yang sama ditampakkan Jaya ketika menyiksanya beberapa waktu lalu.Tidak apa, May! Bukankah ini yang haru
"Mayra Anjani, maukah kau menikah denganku dan menjadi ibu dari anak-anakku kelak?" Jaya memandang manik mata Mayra. Sepertinya halusinasi Mayra semakin bertambah parah sekarang! Dia harus memeriksakan telinganya dengan segera ke dokter."May, apakah kau mau?" kata Jaya kembali, menegaskan apa yang dia katakan.Jadi yang dikatakan Jaya bukan khayalan atau surga telinga semata! Itu memang kenyataannya. Mayra termangu, kembali menatap wajah tampan Jaya. Ada keseriusan yang terpancar dari wajah itu.Meskipun hanya dalam mimpi, Mayra sama sekali tidak pernah membayangkan ada seorang pria yang akan memintanya untuk menikah.Jaya mengajaknya untuk menikah? Dia dilamar dalam posisi seperti ini? Dengan masih ada bayang-bayang kesakitan yang mendera. Apakah ini sebuah permintaan atau hanya permainan semata? Mayra akan mengetahuinya segera."Tuan Jaya, anda pasti sangat lelah! Mari kita tidur!" kata Mayra lembut. Tangannya membelai rambut Jaya dan mengusapnya pelan. Mereka masih bergelung dala